Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Formula Lo Kheng Hong "Menyihir" Saham Komoditas

30 Juli 2019   10:09 Diperbarui: 30 Juli 2019   10:27 7720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lo Kheng Hong (sumber: https://photo.kontan.co.id)

Sewaktu akan berinvestasi di saham komoditas, saya sering merasa "gamang". Sebab, saya tahu, saham tipe ini susah sekali diprediksi pertumbuhannya. Maklum, harga sahamnya cenderung mengikuti harga komoditas yang dihasilkannya.

Makanya, saham jenis ini tentu perlu penanganan khusus. Sebab, kalau dibiarkan begitu saja, investasi yang dilakukan bisa sangat berisiko. Sudah ada sejumlah kasus ketika investor mendapat kerugian setelah membeli saham komoditas.

Satu contoh yang bisa dibahas ialah kasus yang dialami teman saya. Beberapa waktu lalu, ia membeli saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) di harga 800/lembar. Jika dilihat dari valuasi harganya, saham ANTM sebetulnya sudah "kemahalan" (Price Earning Ratio-nya sudah 27 X).

Meski begitu, teman saya tetap nekat membeli saham tadi. Ia melihat harga emas cenderung naik, hingga menyentuh Rp 700.000 per gram, dan hal itu tentu akan ikut "melambungkan" harga saham ANTM.

Pilihannya memang tidak salah. Hanya dalam beberapa minggu saja, harga saham ANTM terkerek, dan ia menjualnya di harga Rp 870! "Lumayan, untungnya di atas deposito," katanya.

Sayangnya, teman saya terlalu "dini" melepas saham tadi, sebab harganya kemudian naik menjadi Rp 950-an. Andaikan memegangnya lebih lama, tentu ia akan mendapat cuan (untung) yang lebih besar.

Alih-alih ikhlas, teman saya justru merasa "bimbang". "Iman"-nya sebagai investor saham tergoda oleh kenaikan harga emas yang diprediksi akan terus berlanjut hingga akhir tahun. Ia tentu tidak mau melewatkan "kesempatan emas" tersebut.

Maka, teman saya kemudian memborong lagi saham ANTM di harga Rp 960-an, dan sialnya, sekarang investasinya justru "nyangkut". Sampai tulisan ini dibuat, harga saham ANTM turun menjadi Rp 895.

Dari pengalaman teman saya tadi, saham komoditas, seperti pertambangan dan minyak sawit (CPO), bukanlah jenis saham yang "ramah" bagi investor. Hal itu bisa dibuktikan dengan grafik pergerakan harganya, yang cenderung naik-turun seperti yoyo dalam waktu 10 tahun. Jadi, kalau berinvestasi di saham-saham jenis ini untuk waktu yang lama, jangan harap investor bisa menuai untung besar.

Warren Buffett, seorang investor terkenal, cenderung menghindari saham jenis ini. Sebab, ia sulit memprediksi aliran pendapatan dan arus kasnya dalam jangka panjang. Ia lebih tertarik berinvestasi di perusahaan-perusahaan lawas, yang sudah terbukti pertumbuhan pendapatannya. Menurutnya, dengan berinvestasi di saham perusahaan tersebut, dana yang dimiliknya bisa aman, awet, dan lestari.

Namun, bukan berarti saham-saham komoditas mesti diabaikan. Memang saham-saham ini penuh dengan ketidakpastian, tetapi kalau ditangani dengan strategi yang jitu, investor tetap bisa meraup untung darinya.

Strategi yang dipakai Lo Kheng Hong bisa dicoba dan ditiru. Lo Kheng Hong memang terkenal karena bisa meraup untung besar dari berinvestasi di saham-saham komoditas. Tercatat ia sempat mendapat cuan ratusan persen dari saham TINS, BUMI, INDY, dan INKP.

Biarpun Lo Kheng Hong tidak secara terang-terangan menjelaskan strateginya dalam mengelola saham komoditas, bukan berarti tidak ada "jejak" yang bisa ditemukan. Seperti kata Anthony Robbins, kesuksesan meninggalkan "jejak". Kita cukup menemukan, mempelajari, dan mengikuti "jejak" itu agar bisa meraih kesuksesan yang sama dengan orang lain.

Satu "jejak" investasi Lo Kheng Hong yang bisa ditelisik ialah saat ia berinvestasi di saham PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP). Ia diketahui memborong saham INKP pada bulan Januari 2017 silam karena tertarik pada Price Earning Ratio-nya yang rendah. Hal itu bisa terjadi karena pada kuartal sebelumnya, INKP mencatatkan laba yang besar seiring dengan kenaikan harga bubur kertas dunia.

Kenaikan harga tadi tak hanya berdampak pada peningkatan pendapatan INKP, tetapi juga pada emiten-emiten lain. Di Sektor Pulp & Paper, tercatat ada 8 emiten lain yang ikut mendapat "durian runtuh" dari kenaikan harga bubur kertas.

Di antaranya ialah PT Alkindo Naratama Tbk (ALDO), PT Fajar Surya Wisesa Tbk (FASW), PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU), PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI), PT Kedawung Setia Industrial Tbk (KDSI), PT Suparma Tbk (SPMA), PT Sriwahana Adityakarta Tbk (SWAT), dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM).

Di antara 9 emiten tadi, Lo Kheng Hong memilih berinvestasi INKP bukan tanpa alasan. Pasalnya, INKP adalah emiten terbesar di Sektor Pulp & Paper. Jumlah sales-nya lebih banyak daripada TKIM dan FASW. Laba, aset, dan modalnya pun mengungguli emiten lain. Maka, jangan heran, Lo Kheng Hong berani "menitipkan" uangnya di INKP.

Dari situ sebetulnya kita sudah bisa melihat satu "jejak" strategi investasi yang ditinggalkan Lo Kheng Hong. Bahwa kalau ingin berinvestasi di saham komoditas, pilihlah emiten terbesar di sektornya. Ukurannya bisa dilihat dari banyaknya pendapatan, bukan dari besarnya kapitalisasi pasar.

Hal itu bisa dibuktikan dengan saham-saham komoditas yang pernah dimiliki Lo Kheng Hong sebelumnya. Sebut saja TINS (produsen timah terbesar di Indonesia), BUMI (perusahaan yang pernah punya cadangan batubara terbesar), dan INDY (perusahaan tambang batubara terbesar kedua setelah ADRO).

Dalam menyeleksi saham komoditas, Lo Kheng Hong sepertinya berasumsi bahwa ukuran pendapatan-lah yang penting. Sebab, apabila suatu saat harga komoditasnya turun, saham yang punya pendapatan terbesarlah yang akan bertahan dalam krisis.

Kemudian strategi membeli dan menjual saham komoditas juga berbeda. Mayoritas dilakukan secara bertahap. Ambil contoh pembelian saham INKP. Lo Kheng Hong bercerita bahwa ia membeli 31 juta lembar saham INKP di harga 1.000-an/lembar. Tidak disebutkan apakah ia memborongnya sekaligus atau bertahap.

Beberapa bulan kemudian, harga INKP terbang menyentuh Rp 5.000-an/lembar. Pada saat itulah Lo Kheng Hong menjual sebagian saham INKP yang dipegangnya. Hal ini dilakukan karena ia khawatir harganya berbalik turun. Ia juga belajar dari pengalaman sewaktu melepas saham TINS di harga Rp 2.900-an pada tahun 2004 silam.

Setelah harganya naik 10 X (Lo Kheng Hong membeli TINS di harga Rp 290 pada tahun 2002), ia memutuskan menjualnya sekaligus. Hal itu tentu disayangkan sebab harganya terus melejit hingga Rp 38.000 per lembar seiring dengan meningkatnya harga timah dunia. Andaikan hanya menjual sebagian sahamnya, mungkin ia akan mendapat untung yang jauh lebih besar.

Dari situlah Lo Kheng Hong belajar menjual saham secara bertahap karena ia tidak bisa memprediksi seberapa tinggi kenaikan harganya pada masa depan. Makanya, begitu harga INKP mulai "goyang" di kisaran 5.000-an, ia memutuskan merealisasikan sebagian keuntungan, dan mempertahankan sisanya selama setahun ke depan.

Dari uraian tadi, "formula" Lo Kheng Hong dalam menangani saham-saham komoditas sebetulnya cukup sederhana, yakni berpegangan pada saham terbesar di sektornya. Sebab, kalau harga komoditasnya turun, perusahaan inilah yang tetap sanggup berdiri dalam situasi krisis. Oleh karena harga komoditas susah ditebak, strategi pembelian dan penjualannya pun dilakukan secara bertahap. Semua dilakukan untuk mengurangi risiko seminimal mungkin dan menuai untung semaksimal mungkin.

Salam.

Adica Wirawan, Founder of Gerairasa

Referensi:

https://kolom.kontan.co.id/news/lo-kheng-hong-menyulap

https://m.kontan.co.id/news_kolom/902/Saat-LKH-Memeluk-Indika

https://m.kontan.co.id/news_kolom/1014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun