Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Haruskah Berganti "Kereta" Saat Terjadi Krisis Investasi?

14 Maret 2019   10:09 Diperbarui: 14 Maret 2019   12:24 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cut loss dilakukan untuk meminimalkan kerugian dalam investasi saham (sumber: https://www.finansialku.com)

cut loss dilakukan untuk meminimalkan kerugian dalam investasi saham (sumber: https://www.finansialku.com)
cut loss dilakukan untuk meminimalkan kerugian dalam investasi saham (sumber: https://www.finansialku.com)
Akan tetapi, sebelum melakukan cut loss, saya juga mesti memeriksa penyebab jatuhnya harga saham tadi. Kalau penyebabnya adalah aksi profit taking investor lain, saya masih pegang terus saham tersebut. Sebab, aksi itu adalah sesuatu yang lumrah terjadi.

Kalau sebelumnya ada banyak investor yang membeli suatu saham, harga saham tadi tentu akan melonjak. Lonjakan itu tidak terjadi terus-menerus. Pada satu titik lonjakan tadi akan sampai puncaknya, dan pada saat itulah, investor mulai merealisasi keuntungannya (profit taking). Makanya, wajar kalau harganya turun.

Namun, beda kasusnya kalau ada berita buruk yang sifatnya "permanen". Kalau sampai terjadi demikian, sebagus apapun saham yang dibeli, sebaiknya investor segera melepasnya. Sebab, harganya hampir dipastikan jatuh, dan susah kembali ke posisi beli semula.

Kasus saham Boeing bisa menjadi contoh. Oleh karena terjadi kecelakaan yang menimpa pesawat Boeing 737 Max 8 milik maskapai Ethiopian Airlines, saham Boeing langsung dilego para investor. Sahamnya pun "tersungkur" hingga lebih dari 5% pada sesi perdagangan di New York Stock Exchange. 

Kabar negatif tadi tampaknya "memberangus" minat investor untuk membeli atau menyimpan sahamnya. Sebab, hampir dipastikan, harga sahamnya akan sulit bangkit pascaperistiwa tersebut. 

Jadi, daripada terus mempertahankan sahamnya, tanpa segan, investor pun segera mengobralnya. Tidak ada gunanya terus memegang saham yang sedang "dihajar" kemelut begitu. 

Makanya, saat suatu saham terdampak "krisis" (anjlok), investor mesti bersikap dengan cermat. Kita mesti memeriksa penyebabnya terlebih dulu sebelum mengambil keputusan. Kita harus membedakan sentimen yang sifatnya "sementara" dan "permanen".

Kalau krisisnya hanya "sementara", pegang kuat-kuat saham tadi, atau bahkan tambah jumlah sahamnya kalau kita bisa. Setelah krisis tadi lewat, harga sahamnya bisa naik dan kita dapat menikmati cuan besar.

Sebaliknya, jika masalahnya bersifat "permanen", seperti yang terjadi pada Boeing, jangan ragu untuk segera menjual saham tadi. Biarpun dijual dalam kondisi rugi, itu masih jauh lebih baik. Bahkan, boleh dibilang kalau itu adalah langkah yang cerdik.

Sebab, kalau terus didiamkan seraya berharap suatu saat harganya akan berbalik naik, kerugian yang mesti ditanggung bisa saja bertambah lebar. Kalau sampai terjadi demikian, alih-alih menaiki "kereta" (saham) tadi dan melanjutkan perjalanan, sebaiknya kita berganti "kereta" (saham) lain, yang dinilai mampu membawa ke tempat tujuan (keuntungan).

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun