Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Andaikan Alfonso Cuaron Berinvestasi Saham

28 Februari 2019   10:09 Diperbarui: 28 Februari 2019   11:29 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alfonso Cuaron saat memenangi Piala Oscar (sumber foto: kompas.com)

Seperti Cuaron yang sabar mengerjakan karya-karyanya, Buffett juga terbiasa mengendalikan emosi-emosinya. Saat harga saham-saham yang dibelinya jatuh, dengan sabar, ia terus genggam saham tadi dengan keyakinan bahwa suatu saat nanti harganya akan berbalik naik.

Warren Baffett, investor saham yang menganut value investing (sumber foto: cnbc.com)
Warren Baffett, investor saham yang menganut value investing (sumber foto: cnbc.com)
Makanya, begitu mendengar kabar buruk yang "bergentayangan" di pasar modal, dan melihat banyak orang yang panik menjual saham-saham mereka, Buffett hanya duduk tenang, tidak ikut-ikutan mengobral sahamnya dengan harga murah. Justru kalau ia menjual saat orang-orang dilanda ketakutan, ia telah melakukan kesalahan investasi.

Aliran investasi lain yang juga dianut oleh investor pasar modal ialah investasi pertumbuhan. Investor tipe ini biasanya mencari dan membeli saham yang bertumbuh. Mereka umumnya mengabaikan valuasi harga yang ditampilkan.

Makanya, mereka tidak keberatan membeli saham yang rasio harganya (price earning ratio) sudah mencapai lebih dari 20 kali. Mereka beralasan, "Barang yang bagus tidak pernah dihargai murah." Harga saham yang relatif mahal tentu sebanding dengan potensi keuntungan yang bisa didapat.

Berbeda dengan gaya investasi nilai, investasi pertumbuhan menekankan keuntungan jangka pendek. Investor yang menganut gaya ini umumnya akan memperjual-belikan saham dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. 

Jarang sekali mereka menahan saham hingga lebih dari tiga tahun. Sebab, begitu saham yang sudah dibelinya menghasilkan keuntungan, mereka biasanya langsung menjualnya. Tak ada alasan untuk memegangnya lebih lama, karena mereka takut harganya suatu saat akan turun.

investasi pertumbuhan atau growth investing (sumber foto: quoracdn.net)
investasi pertumbuhan atau growth investing (sumber foto: quoracdn.net)
Saya pribadi menganut aliran investasi pertumbuhan. Saya merasa lebih nyaman dengan filosofinya. Bahwa saham yang bertumbuh dan bagus selalu dihargai lebih mahal.

Makanya, dalam memilih saham untuk investasi, saya jarang mencermati rasio harganya. Saya lebih memerhatikan pertumbuhan laba-nya daripada harganya. Kalau laba-nya terus bertumbuh dari waktu ke waktu, saya cenderung membelinya, biarpun harganya sudah dihargai terlalu "mahal".

Saya ingat membeli saham sebuah perusahaan jamu pada bulan November 2018 karena tertarik melihat pertumbuhan laba-nya. Baik di laporan triwulan maupun di laporan tahunan, laba-nya terus meningkat.

Selain itu, prospeknya juga cerah. Perusahaan akan mengoperasikan pabrik baru di kawasan Semarang pada tahun 2019 untuk menggenjot produksi, dan hal itu tentu berpotensi meningkatkan laba-nya pada masa depan. Kalau produksi bertambah, penjualan dan laba juga bisa ikut terdongkrak jumlahnya.

Atas pertimbangan itulah, saya kemudian mengalokasikan dana sekitar 8 juta rupiah untuk membeli sahamnya. Oleh karena saya beli di harga 800-an per saham, saya dapat 10.000 lembar saham. Sejak saat itu, saya "tidurkan" saham tadi beberapa bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun