Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Siapa Bilang Orang Berumur Panjang Rutin "Nge-Gym?"

1 November 2017   10:27 Diperbarui: 1 November 2017   10:33 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
manusia berusia panjang di kawasan okinawa (sumber: https://bluezones.com)

Sewaktu "membongkar" folder di notebook saya, tanpa sengaja, saya menemukan foto mendiang kakek saya. Foto itu diambil sekitar tujuh tahun lalu sewaktu kakek saya masih hidup. Dalam foto itu, kakek saya tampak tertawa lebar. Sebuah pemandangan yang sampai saat ini sering membikin saya terharu.

kakek saya yang diberkahi umur panjang (sumber: dokumentasi pribadi)
kakek saya yang diberkahi umur panjang (sumber: dokumentasi pribadi)
Kakek saya termasuk orang yang beruntung. Pasalnya, beliau "diberkahi" usia yang panjang, yaitu 99 tahun. Sebuah rentang umur yang jarang dijumpai pada saat ini karena harapan hidup orang Indonesia berkisar pada umur 70 tahun saja.

Namun, yang bikin saya bingung ialah kebiasaan "buruk" beliau. Seumur hidupnya, beliau adalah perokok aktif. Dalam sehari beliau bisa menghabiskan sebungkus rokok lebih, dan rokok favoritnya ialah kretek.

Walaupun terus menghabiskan beberapa batang rokok dalam sehari, kesehatan beliau tetap terjaga. Malah, berat badan beliau terus bertambah.

Anehnya lagi, kakek saya juga jarang berolahraga secara fisik. Sejak berhenti bertani ketika memasuki usia delapan puluhan, beliau banyak menghabiskan waktunya di rumah.

Namun demikian, sepertinya beliau bukanlah orang yang "betah" berdiam diri, berbaring di ranjang sepanjang hari, atau duduk berjam-jam menonton acara televisi yang itu-itu saja.

Sebaliknya, beliau menyibukkan diri dengan mengurus semua keperluan rumah tangga. Kadang saya berpikir, "Bukankah orang yang sudah berumur sebaiknya jangan terlalu banyak beraktivitas seberat itu?"

Sayangnya, saya hanya bisa menyimpan pertanyaan itu dalam hati saja, sampai beliau meninggal dunia setelah terserang penyakit parah pada penghujung hidupnya.

Namun demikian, beberapa tahun kemudian, saya membaca buku The Blue Zones, karya Dan Buettner dan saya akhirnya mendapat jawaban atas pertanyaan tersebut. Dan Buettner adalah seorang jurnalis profesional yang mendapat "amanah" dari tempat kerjanya untuk mendokumentasikan manusia berumur di atas seratus tahun yang tinggal di pelbagai daerah di dunia.

buku the blue zone karya dan buettner yang memaparkan rahasia berumur panjang (sumber: dokumentasi pribadi)
buku the blue zone karya dan buettner yang memaparkan rahasia berumur panjang (sumber: dokumentasi pribadi)
"Amanah" itulah yang kemudian membawanya ke beberapa tempat, seperti Okinawa, Sardinia, dan Kosta Rica, yang belum pernah disambanginya. Pasalnya, di daerah tersebut, hidup manusia-manusia berusia panjang, dan anehnya, sewaktu mendatangi mereka, dia menjadi "takjub".

Semua bayangannya tentang gaya hidup manula yang monoton, muram, dan kesepian "terpatahkan". Pasalnya, hidup mereka punya vitalitas yang tinggi.

Walaupun telah berusia lanjut, mereka tetap "getol" beraktivitas, seperti berjalan kaki beberapa kilometer, berkebun sepanjang hari, berkumpul dengan teman-teman sebaya yang juga berumur panjang, dan beternak di padang rumput yang luas.

Sesaat, semua aktivitas fisik itu mengingatkan saya pada semua kegiatan yang pernah dilakukan mendiang kakek saya dulu.

Setelah mendokumentasikan semua fenomena itu, Dan Buettner juga menyusun sejumlah resep hidup panjang umur berdasarkan pengamatannya. Satu di antara resep itu ialah rajin beraktivitas.

Sederhananya, Dan menganjurkan siapapun yang ingin tetap hidup sehat sampai usia tua untuk mulai giat bergerak. Namun demikian, anehnya, Dan tidak menyinggung bahwa kita wajib berolahraga, seperti pergi fitnes, mengunjungi gym, atau ikut maraton.

Pasalnya, semua orang berusia panjang yang diamatinya tidak pernah melakukannya. Mereka "hanya" menjalani kegiatan sehari-hari, yang menuntut aktivitas fisik. Makanya, semua aktivitas itu sudah dianggap sebagai "olahraga". Itu saja. Sederhana bukan?

Makanya, kemudian saya meniru gaya hidup demikian selama beberapa tahun. Pasalnya, saya menganggap bahwa kesehatan adalah suatu investasi yang penting untuk masa depan saya.

Percuma punya kekayaan berlimpah tanpa ditunjang kesehatan yang prima. Makanya, agar pada usia tua tetap bugar, sudah sejak muda, saya "memupuk" gaya hidup sehat.

Untuk mewujudkannya, satu jenis olahraga yang saya sukai ialah jalan kaki. Bagi saya, jalan kaki itu murah, mudah, dan meriah. Apalagi, kalau kita menjalaninya bersama-sama.

Misalnya saja, pada bulan April lalu, saya punya kesempatan mengitari sebuah bukit di kawasan Gunung Geulis, Bogor. Perjalanan yang menghabiskan waktu dua jam lebih itu terasa "singkat" dan "nyaman".

saya ikut jalan santai mengitari bukit kecil di kawasan bogor (sumber: dokumentasi pribadi)
saya ikut jalan santai mengitari bukit kecil di kawasan bogor (sumber: dokumentasi pribadi)
Pasalnya, kita melakukannya bersama-sama, sambil menikmati pemandangan alam yang hijau. Kegiatan itu tak hanya menyehatkan tubuh, tetapi juga membangun keakraban sesama teman.

Belum lagi, aktivitas harian yang saya jalani juga "menuntut" gerak tubuh. Sejak bekerja di kawasan Jakarta Selatan, secara otomatis, tubuh saya menjadi lebih aktif bergerak.

Pasalnya, saya harus pulang-pergi naik kereta. Makanya, sepanjang jalan, saya terus berjalan ke sana-ke sini hingga harus tahan berdiri berdesak-desakan di gerbong. Bagi saya, semua itu ialah olahraga yang rutin saya lakukan.

Hasilnya? Tubuh saya jarang terserang penyakit. Pun berat badan saya turun akibat rutin naik-turun tangga stasiun. Hahahahahahahahahaha.

saya sering naik-turun tangga stasiun sekadar untuk berolahraga ringan (sumber: dokumentasi pribadi)
saya sering naik-turun tangga stasiun sekadar untuk berolahraga ringan (sumber: dokumentasi pribadi)
Kesehatan seperti itulah yang saya butuhkan sewaktu menjalani aktivitas lainnya. Tanpa kesehatan yang optimal, kegiatan saya bisa banyak terhambat dan tertunda.

Misalnya saja, pada tanggal 29 Oktober lalu, saya mendapat kesempatan meliput acara maraton di kawasan Monas. Kegiatan itu jelas menuntut kebugaran yang maksimal.

Pasalnya, saya harus bangun subuh-subuh karena lomba maraton itu dimulai pada pukul lima pagi. Makanya, sejak pukul empat pagi, saya sudah berangkat menuju lokasi dengan menggunakan kereta dan jasa ojek online.

Setibanya di gerbang Monas, saya juga harus berjalan cukup jauh. Pasalnya, pintu masuk lomba maraton tersebut terletak di ujung sehingga saya harus berjalan memutari separuh Monas.

suasana jelang maraton pada pagi hari sewaktu saya liput (sumber: dokumentasi pribadi)
suasana jelang maraton pada pagi hari sewaktu saya liput (sumber: dokumentasi pribadi)
Perjalanan itu jelas terasa berat. Apalagi, pada saat itu, saya membawa tas punggung yang sarat muatan. Makanya, sepanjang jalan, terasa betul rasa pegal di pundak akibat ditekan beban yang berat.

Belum lagi, selama acara, saya juga harus berjalan mondar-mandir, siaga mengamati situasi, dan bersiap memotret momen-momen unik yang terdapat di area lomba. Jangan sampai saya kehilangan momen-momen tersebut lantaran terus mengeluhkan rasa pegal di bahu.

Untungnya, saya membawa Geliga Krim di dalam tas. Saya memang sengaja membawanya untuk mengantisipasi kalau-kalau rasa pegal mulai terasa.

Makanya, di sela-sela beristirahat, setelah melakukan liputan sekitar empat jam lebih, saya mengoleskan Geliga Krim tersebut ke betis. 

saya mengoleskan geliga krim untuk meringankan rasa pegal di betis (sumber: dokumentasi pribadi)
saya mengoleskan geliga krim untuk meringankan rasa pegal di betis (sumber: dokumentasi pribadi)
Semua itu bertujuan "meredam" rasa pegal yang muncul, sebagaimana dituturkan oleh Ryuji Utomo pada acara Nangkring Kompasiana bersama Geliga Krim pada tanggal 4 Oktober lalu.

Pasalnya, bintang muda Persija tersebut memang menganjurkan kita agar mengoleskan krim sewaktu berolahraga untuk mencegah dan meringankan rasa pegal tersebut.

ryuji utomo berbagi tips hidup sehat dalam acara nangkring kompasiana bersama geliga krim (sumber: dokumentasi pribadi)
ryuji utomo berbagi tips hidup sehat dalam acara nangkring kompasiana bersama geliga krim (sumber: dokumentasi pribadi)
Makanya, saya langsung membalurinya di betis begitu rasa pegal mulai terasa. Rasa panas cepat terasa setelah saya selesai mengoleskannya. Rasa panas itu muncul secara bertahap dan bertahan cukup lama.

Setidaknya, rasa pegal yang saya rasakan sedikit berkurang. Apalagi, krim tersebut tidak lengket di kulit, seolah begitu dibaluri ke kulit, krim tersebut langsung meresap.

Karena keunggulan itulah, Geliga Krim terus menjadi produk unggulan dari tahun 2016 sampai 2017.

geliga krim menjadi produk unggulan dari tahun 2016 sampai 2017 (sumber: dokumentasi pribadi)
geliga krim menjadi produk unggulan dari tahun 2016 sampai 2017 (sumber: dokumentasi pribadi)
Sampai sekarang, saya masih gemar beraktivitas, seperti yang dilakukan oleh mendiang kakek saya pada usia senjanya. Hanya saja, saya ogah merokok, mengikuti jejaknya.

Pasalnya, saya masih sayang paru-paru saya, dan tentunya "kantong" saya. Hahahahahahahahahahahahaha.

Namun demikian, dengan rutin berolahraga, semua aktivitas yang penuh tantangan dapat "dilibas" sekaligus!

Salam.

Adica Wirawan, founder of Gerairasa.com

Situs: https://www.geligakrim.com

Facebook: https://www.facebook.com/bebaspegal

Twitter: https://twitter.com/bebaspegal

Instagram: https://www.instagram.com/bebaspegal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun