Dengan tergesa, petugas itu menghampiriku. Aku merasa bingung melihatnya seolah aku telah membikin kesalahan. Dengan tatapan yang penuh waswas, dia berkata, "Anda tidak apa-apa, Pak?"
"Ya, saya baik-baik saja. Memangnya ada apa?"
"Perbuatan Anda sungguh berbahaya!"
"Berbahaya?" Aku mengerutkan dahi. "Saya cuma naik kereta seperti biasa."
"Kereta yang mana?" katanya lagi, dan aku semakin bingung.
"Kereta yang barusan lewat," kataku, seraya menunjuk kereta yang sudah lenyap ditelan malam.
"Pak, sekarang sudah pukul satu pagi. Tidak ada kereta yang lewat sama sekali. Kereta terakhir sudah lewat dua jam lalu. Semua kereta telah pulang ke dipo."
"Jangan bercanda, Pak. Jelas-jelas tadi saya naik kereta."
"Naik kereta?" Katanya. "Pak, Anda tidak naik kereta, tapi tadi hanya berjalan di rel."
Sesaat perutku terasa mual, dan aku langsung muntah. Keringat dingin mulai terbit di pori-pori kulitku. Kepalaku pening dan pikiranku kacau.
Namun, di sisa kesadaranku, aku bertanya-tanya, "Jika semua perkataan petugas itu benar, lantas bagaimana bisa sebelumnya aku merasa naik kereta dan bertemu dengan gadis itu di dalamnya?"