Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

"Kupu-kupu Malam" di Kereta

26 Oktober 2017   13:35 Diperbarui: 26 Oktober 2017   14:41 8827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana stasiun pada larut malam (sumber: dokumentasi pribadi)

Di antara semua perjalanan kereta yang pernah kutempuh, perjalanan yang satu ini "menciptakan" pengalaman yang "kekal" tersimpan di dalam gudang ingatanku.

Perjalanan itu terjadi pada suatu malam ketika aku memutuskan pulang naik kereta setelah selesai mengikuti sebuah acara di kawasan Slipi.

Jam menunjukkan pukul 21.23 sewaktu aku tiba di Stasiun Palmerah. Walaupun sudah malam, aku terpaksa menunggu selama lebih dari sepuluh menit karena kereta yang kutunggu belum kunjung tiba.

Pada saat itulah, aku sibuk "berselancar" di dunia maya dan menemukan sebuah artikel yang menarik. Artikel itu memuat informasi bahwa seorang mahasiswi, berinisial H-A, tiba-tiba saja menjadi terkenal di dunia maya. Pasalnya, mahasiswi tersebut menyiarkan adegan porno di akun instagramnya.

Sontak, hal itu kemudian menyita perhatian warganet. Biarpun video mesum itu telah dihapus, tetap saja, warganet sibuk mencari linknya dan ramai memperbincangkannya.

Sayangnya, baterai tabku sudah "sekarat" dan aku lupa membawa powerbank. Makanya, rasa penasaranku terpaksa "ditahan" sampai aku tiba di rumah.

stasiun tempat aku menunggu kereta berikutnya (sumber: dokumentasi pribadi)
stasiun tempat aku menunggu kereta berikutnya (sumber: dokumentasi pribadi)
Untungnya, kereta yang kunanti tiba juga. Aku pun melanjutkan perjalanan sampai stasiun tujuan. Walaupun sudah malam, aku mendapati bahwa masih banyak penumpang di kereta.

Hanya saja, memang jumlahnya tidak sepadat jam-jam orang pulang kerja. Namun demikian, dalam hatiku, tetap saja, aku sedikit mengeluh. "Hei, tak adakah yang bersedia memberiku tempat duduk? Aku sedang tidak enak badan dan ingin beristirahat."

Namun, semua keluhan itu akhirnya hanya bisa "kutelan" dalam hati saja. Pasalnya, aku memahami "ganasnya" persaingan di kereta.

Bagiku, penumpang di kereta umumnya egois. Mereka ogah memberi tempat duduk kepada orang yang membutuhkannya.

Pernah aku menjumpai sebuah situasi saat ada seorang ibu-ibu berusia sekitar enam puluhan yang naik kereta bersama putrinya. Ibu-ibu itu jelas telah renta. Buktinya, untuk meraih pegangan saja, dia sulit.

Namun, tak ada satupun yang bersedia menghibahkan tempat duduknya untuk wanita tua yang rambutnya sudah "disepuh" putih tersebut! Mereka hanya sibuk dengan gawai masing-masing atau tidur terlelap di kursinya yang nyaman.

Aku merasa berempati terhadap wanita tua itu. Sebetulnya ingin kulabrak para penumpang egois itu.

Namun, aku segera sadar bahwa di dalam kereta terdapat aturan "siapa cepat, dia dapat". Makanya, siapapun yang datang telat jangan harap dapat tempat.

Akhirnya, sambil menahan mual akibat didera sakit, aku tiba di stasiun transit. Lagi-lagi aku harus menunggu kedatangan kereta yang akan membawaku ke stasiun tujuan.

Tabletku mati total. Sepertinya, malam akan terasa sangat panjang tanpa terkoneksi internet. Dunia akan terasa sesepi peron tempat aku berada saat itu.

Maklum saja, malam sudah semakin larut. Makanya, hanya tersisa sedikit penumpang yang menunggu kereta terakhir.

Aku hanya bisa menarik rapat-rapat resleting jaketku, berupaya menangkis semua "gempuran" angin malam yang menyerang tubuhku.

Pada saat itu, tanpa kusadari sebelumnya, muncul seekor kupu-kupu berwarna putih. Aneh memang. Tidak biasanya ada kupu-kupu yang terbang berseliweran di stasiun dan pada larut malam seperti ini.

Namun demikian, sewaktu mengamati kupu-kupu itu, pandangan mataku tiba-tiba saja teralihkan oleh seorang gadis. Gadis yang berdiri di dekatku itu berusia sekitar dua puluhan.

Sepertinya dia adalah mahasiswi yang terpaksa pulang larut karena harus mengurus suatu acara kampus. Sebetulnya nyaris tak ada yang spesial dari penampilannya. Layaknya mahasiswi umumnya, dia memakai kaos abu-abu ketat dan celana jeans hitam yang juga ketat.

Namun, di antara semua tingkah lakunya, yang membikin aku heran ialah "aura"-nya. Aku tak mengetahui sebabnya, tapi aku merasakan "nuansa kemuraman" di sekitarnya.

Aku berusaha mengabaikan semua perasaan itu, dan berusaha terus memikirkan hal-hal yang baik saja tentangnya.

Kereta yang kutunggu lebih dari setengah jam lebih akhirnya muncul juga. Suasana gerbong cukup lengang. Tersisa sejumlah kursi kosong. Aku memutuskan duduk di pojok agar bisa menyandarkan kepala.

Aku berniat melepas semua penat dan meredakan sakitku dengan beristirahat. Namun, aku merasa sulit tidur. Pasalnya, aku merasa sedang diawasi. Betul saja. Sewaktu melirik sekeliling, aku melihat gadis itu duduk di tempat duduk seberang.

Anehnya, kini, dia mulai mengamatiku. Matanya terus tertuju kepadaku. Aku berusaha keras mengabaikannya dengan memalingkan wajah ke jendela, menyaksikan pemandangan yang bergerak di jendela.

Biarpun semua tampak gelap, setidaknya aku bisa menghindari tatapannya. Sayangnya, kereta kemudian tertahan, dan aku menghadapi situasi yang "kritis". Pasalnya, sewaktu aku melirik gadis itu lagi, aku melihat air mata menitik di pipinya. "Hei, mengapa dia menangis?"

Sambil terus memandangku, air matanya pelan-pelan menyusuri pipinya yang putih. Seperti sudah kukatakan sebelumnya, penumpang kereta itu egois. Mereka tampak cuek terhadap gadis itu biapun gadis itu terus saja meneteskan airmatanya.

Pada saat itulah, pandanganku teralihkan oleh kupu-kupu yang lewat. Ternyata itu adalah kupu-kupu yang pernah kulihat di stasiun sebelumnya. Apakah kupu-kupu itu ikut terbawa masuk tadi? Entahlah.

Namun, lamunanku buyar karena kereta telah bergerak kembali. Tanpa kusadari, gadis itu telah lenyap. Pun kupu-kupu yang kuperhatikan tadi.

Apakah dia sudah pindah ke gerbong lain? Bisa saja. Setidaknya, setelah kejadian aneh itu, aku merasa lebih lega, hingga bisa tertidur sejenak.

Kereta merapat ke stasiun tujuan. Aku terjaga, mengambil tas yang kuletakan di atas tempat duduk, dan langsung melangkah keluar.

Namun, saat aku menjejakkan kaki, petugas stasiun tiba-tiba saja meniup peluit. Suara peluitnya melengking membelah kesunyian malam. Suara itu kemudian tertimpa suara klakson kereta yang kemudian melanjutkan perjalanan kembali.

Dengan tergesa, petugas itu menghampiriku. Aku merasa bingung melihatnya seolah aku telah membikin kesalahan. Dengan tatapan yang penuh waswas, dia berkata, "Anda tidak apa-apa, Pak?"

"Ya, saya baik-baik saja. Memangnya ada apa?"

"Perbuatan Anda sungguh berbahaya!"

"Berbahaya?" Aku mengerutkan dahi. "Saya cuma naik kereta seperti biasa."

"Kereta yang mana?" katanya lagi, dan aku semakin bingung.

"Kereta yang barusan lewat," kataku, seraya menunjuk kereta yang sudah lenyap ditelan malam.

"Pak, sekarang sudah pukul satu pagi. Tidak ada kereta yang lewat sama sekali. Kereta terakhir sudah lewat dua jam lalu. Semua kereta telah pulang ke dipo."

"Jangan bercanda, Pak. Jelas-jelas tadi saya naik kereta."

"Naik kereta?" Katanya. "Pak, Anda tidak naik kereta, tapi tadi hanya berjalan di rel."

Sesaat perutku terasa mual, dan aku langsung muntah. Keringat dingin mulai terbit di pori-pori kulitku. Kepalaku pening dan pikiranku kacau.

Namun, di sisa kesadaranku, aku bertanya-tanya, "Jika semua perkataan petugas itu benar, lantas bagaimana bisa sebelumnya aku merasa naik kereta dan bertemu dengan gadis itu di dalamnya?"

Siapa gadis itu sebetulnya? Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Mengapa aku harus mengalami peristiwa tersebut? Semua pertanyaan itu akhirnya "membimbingku" pada sebuah pencarian yang membuatku ngeri, seperti akan kusampaikan pada lanjutan tulisan ini.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun