Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Marah yang "Elegan"

8 Juni 2017   08:28 Diperbarui: 8 Juni 2017   20:33 4872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah tiga hari belakangan, pikiran saya terus saja “melekati” sebuah pesan yang pernah saya baca di Facebook. Ibarat olesan lem, pesan itu terus “menempel” kuat di benak saya, sampai-sampai tangan saya terasa “gatal” untuk menuliskannya. Saya memang enggak tahu persis latar belakang munculnya pesan itu. Namun, begitu saya membacanya kata demi kata, kalimat demi kalimat, barulah diketahui kalau pesan itu menyiratkan kemarahan yang "dalam". Anehnya, enggak ada kata-kata kasar. Enggak ada pula sumpah serapah yang tertuang dalam teks, lazimnya orang yang kalap terbakar murka.

Apakah pesan itu sekadar sindiran atau teguran halus? Jelas bukan, sebab di dalamnya tertulis bahwa si penulis pesan merasa adanya perubahan sikap suaminya beberapa bulan belakangan. Menurutnya, sikap suaminya menjadi lebih dingin dan kerap menampilkan perilaku yang uring-uringan.

Lebih lanjut, ia menyimpan dugaan bahwa suaminya telah berselingkuh dengan salah seorang rekan wanita di kantornya! Entah karena suatu sebab, ia enggak bisa ngobrol langsung dengan wanita yang disebutnya sebagai “Pengganggu Rumah Tangga Orang” itu. Makanya, ia kemudian menyampaikan perasaannya kepada kakaknya si wanita lewat akun Facebook-nya.

Alih-alih langsung “menumpahkan” semua kekesalannya, si penulis pesan justru mengungkapkan emosinya dengan bahasa yang halus, seperti sudah disinggung di atas. Bahkan, saking halusnya, pada akhir pesannya, ia bahkan sampai mendoakan kebaikan bagi wanita tersebut dan keluarganya.

Saya enggak mengetahui kelanjutan perkara tersebut. Namun, yang unik, baru kali ini, saya melihat sebuah kemarahan yang diungkapkan dengan bahasa yang sedemikian santun!

Apakah si penulis pesan enggan melancarkan “serangan” verbal secara langsung? Bisa saja. Namun, bagi saya, apa yang dilakukan oleh si penulis pesan sungguh bijaksana. Ia tampaknya sadar betul kalau “membombardir” seseorang dengan caci-maki itu hanya akan memperkeruh suasana.

Alih-alih muncul solusi terbaik, hal itu justru akan menutup rapat-rapat peluang untuk berdamai. Jika sudah terjadi demikian, kedua pihak harus bersiap menghadapi serangkaian “pertempuran” yang melelahkan!

Menurut saya, sikap yang diperlihatkan oleh si penulis pesan bisa disebut sebagai “marah dalam diam”. Sikap demikian biasanya ditunjukkan oleh mereka-mereka yang berkepribadian tertutup alias introvert. Bagi mereka, mengungkapkan kemarahan di depan umum itu perilaku yang konyol, bikin malu, dan kekanakan.

Makanya, sewaktu akan menunjukkan amarahnya, mereka cenderung berdiam diri, mencoba menahan emosi yang meletup-letup hebat di hatinya. Kalau sudah bersikap demikian, mereka akan menjadi lebih diam, cuek, dan tak acuh terhadap semua tegur sapa orang di sekitarnya. Bahkan, kalau sudah sedemikian sewotnya, kata-kata yang keluar dari bibir mereka maknanya sangat tajam menghujam hati!

Jujur saja, sewaktu berhadapan dengan orang demikian, saya takut. Kalau sudah marah, keinginan mereka susah ditebak. Enggak ada ekspresi wajah yang bisa dibaca. Enggak ada juga kata-kata yang bisa “ditangkap” untuk memahami apa yang mereka rasakan.

Hal itu justru akan memperumit masalah yang ada. Ujung-ujungnya konflik yang terjadi akan berlangsung lama, seperti “perang dingin”. Bukankah enggak enak rasanya kalau kita tinggal serumah dengan orang yang enggan saling sapa? Bukankah kurang nyaman rasanya kalau kita bekerja seruangan dengan orang yang sering jutek enggak jelas? Tentu saja!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun