Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Pablo Neruda: Diplomat yang Puitis dan Romantis

23 September 2016   07:34 Diperbarui: 23 September 2016   07:53 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pablo Neruda Seorang Duta Besar yang Gemar Berpuisi/ www.colombotelegraph.com

Di antara sekian banyak penyair, barangkali Pablo Neruda adalah salah satu yang mampu membikin jutaan wanita tersipu malu lewat puisi-puisinya. Sepanjang kepenyairannya, ia memang kerap menulis sajak-sajak cinta. Uniknya, selain seorang penyair, ia juga dikenal sebagai seorang diplomat yang pernah bertugas di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Pablo Neruda bernama asli Neftali y Ricardo Reyes Basoalto. Ia lahir di Santiago, Chile pada tanggal 12 Juli 1904. Ia menamatkan pendidikannya di Jurusan Sastra Perancis, Universidad de Chile. Pada tahun 1927, ia memulai kariernya sebagai diplomat Chile di beberapa negara, seperti Burma, Sri Langka, Singapura, dan Indonesia. Walaupun bekerja di kedutaan, ia tampaknya lebih menyukai sastra, terutama puisi. Lewat sentuhan jemarinya, terbitlah sejumlah puisi yang terus dikenang sampai sekarang seperti termuat dalam antologi Residencia En La Tierra.

Di antara ratusan judul puisi yang telah ditulisnya, saya merasa terkesan oleh dua karya, yaitu Cinta dan Aku Tak Mencintaimu. Menurut hemat saya, selain menggambarkan sensualitas yang tinggi, kedua puisi itu juga mempunyai kontradiksi yang unik.

Dalam puisi berjudul Cinta, misalnya, pada mulanya kita mungkin beranggapan kalau sajak tersebut berusaha menguak keagungan cinta. Kita membayangkan larik-larik ritmis tentang mawar, anggur, dan bulan, yang mendeskripsikan keluhuran cinta. Namun demikian, setelah kita selesai membaca puisi itu, barulah kita menyadari sesuatu yang lain.

Cinta

Karenamu, di taman bunga mekar itu aku kesakitan

Akibat wewangian musim semi.

Aku telah lupa raut wajahmu, aku tidak lagi ingat belai tanganmu; bagaimana rasa bibirmu padaku?

Karenamu, aku suka patung putih terpaku di taman, ia yang tak bersuara dan tak melihat.

Aku telah lupa suaramu, suara riangmu; aku telah lupa matamu.

Seperti sekuntum bunga pada wewangiannya, aku terikat kenangan samar tentangmu. Aku hidup dengan luka amat pedih; andai kau sentuh aku, kau membuat kerusakan tak tersembuhkan.

Sentuhan cintamu menyelimutiku, seperti rambat anggur di tebing sedih.

Aku telah melupakan cintamu, tetapi seakan-akan selalu melihat sekilas bayangmu di setiap jendela.

Karenamu, wewangian memabukkan musim panas menyakitiku; karenamu, aku kembali mencari tanda yang mempercetat hasrat: bintang yang jatuh, benda yang runtuh.

Walaupun judulnya Cinta, isinya justru menunjukkan perasaan sakit hati. Perasaan itu tampak jelas pada larik: “Seperti sekuntum bunga pada wewangiannya, aku terikat kenangan samar tentangmu. Aku hidup dengan luka amat pedih; andai kau sentuh aku, kau membuat kerusakan tak tersembuhkan”.

Sebaliknya, kontradiksi yang lain juga tampak pada puisi Aku Tak Mencintaimu berikut ini.

Aku Tak Mencintaimu…

Aku tak mencintaimu sebagai mawar terindah, atau batu topaz, atau panah anyelir meluncurkan api.

Aku mencintaimu laksana benda gelap asing dicintai, rahasia, antara bayangan dan jiwa.

Aku mencintaimu sebagai tumbuhan tanpa bunga.

Namun tetap mengandung serbuk bunga tersembunyi;

Berkat cintamu adalah wangi khas asing, muncul dari bumi, bersemayam dalam tubuhku.

Aku mencintaimu tanpa tahu kenapa, kapan, atau dari mana.

Aku jujur mencintaimu, tanpa kerumitan dan harga diri;

Maka kucintai kau karena aku tak tahu cara lain

Daripada ini: bila aku tidak ada, tidak juga kau.

Begitu dekat hingga tanganmu di dadaku adalah tanganku,

Begitu dekat hingga matamu terpejam saat kuterlelap.

Biarpun judulnya menampilkan kesan penolakan cinta terhadap seseorang, isinya malah menggambarkan perasaan cinta yang sedemikian romantis. Lewat larik-larik, seperti: “Aku mencintaimu tanpa tahu kenapa, kapan, atau dari mana./ Aku jujur mencintaimu, tanpa kerumitan dan harga diri;/ Maka kucintai kau karena aku tak tahu cara lain/ Daripada ini: bila aku tidak ada, tidak juga kau.”, kita dapat merasakan betapa dalamnya cinta yang diuraikan lewat kata-kata itu.

Atas keindahan karya-karyanya, Neruda mendapat hadiah Nobel Sastra pada tahun 1971. Sebuah supremasi tertinggi dalam jagad sastra dunia. Dua tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 23 September 1973, ia meninggal dunia dengan damai. Biarpun sudah lama tiada, lewat sajak-sajaknya, kita seolah merasa masih terhubung dengan penyair yang kerap memakai topi itu. Sebuah hubungan emosional yang sedemikian dekat sehingga pantaslah kita berucap, ”Begitu dekat hingga tanganmu di dadaku adalah tanganku,/ Begitu dekat hingga matamu terpejam saat kuterlelap./

adiós señor Neruda.

Referensi:

Situs Wikipedia

"Ketika Kau Tersipu: Kumpulan Sajak dan Surat Cinta", Paul B. Janeczko (ed.), Penerbit Jalasutra

Tulisan sebelumnya: Mengapa Kamu Susah Menabung?danKamu Peka Sedikit Dong!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun