Tahun ajaran baru mempunyai banyak arti, terutama bagi siswa kelas satu SMP. Tahun ajaran baru bisa berarti seragam baru, ruang kelas baru, dan teman-teman baru. Bagi siswa SMP yang dulunya belajar di SD yang sama, tentunya lingkungan baru tersebut bukan hal yang asing. Mereka sudah mengenal siapa-siapa saja temannya, sehingga dapat berinteraksi lebih mudah.
Hal itu tentunya berbeda dengan situasi yang dihadapi oleh siswa pindahan atau siswa dari sekolah lain. Ibarat pembangunan sebuah hotel, semuanya harus dimulai dari awal lagi. Sejak hari pertama sekolah, siswa tersebut harus belajar mengenal teman-teman sekelasnya. Siswa tersebut pun harus menyesuaikan diri dengan budaya kelas yang baru.
Namun demikian, tidak jarang hal itu menimbulkan persoalan. Anak dari sekolah berbeda sering merasa terasingkan dari lingkungannya pada minggu pertama bersekolah. Anak tersebut, terutama yang mempunyai karakter penakut dan pemalu, merasa sulit berinteraksi dengan anak lainnya karena mereka bukan bagian dari kelompok tersebut.
Perasaan terasingka itu kian menguat ketika guru memerintahkan kerja kelompok. Anak-anak yang sudah saling akrab biasanya mempunyai anggota kelompok yang tetap. Oleh sebab itu, mereka umumnya mudah menentukan siapa-siapa saja anggota kelompoknya.
Nah, sisanya adalah siswa-siswa yang kurang mendapat perhatian dari teman-temannya. Mereka biasanya menempati kelompok sisa. Terdengar diskriminatif? Namun, demikianlah dinamika kelompok yang sering saya amati sewaktu mengajar di kelas.
Saya menilai bahwa kerja kelompok seperti itu dapat memicu konflik terutama pada kelompok yang siswanya baru saling mengenal. Sewaktu siswa itu diberi tugas kelompok, biasanya hanya satu orang yang mengerjakan, sementara lainnya hanya duduk mengamati atau menumpang menulis nama.
Hasilnya? Sudah bisa ditebak! Tentu saja tidak maksimal. Siswa seolah terpaksa mengerjakan tugas hanya demi memperoleh nilai, dan bukannya memetik pelajaran di kelas.
Sewaktu bersekolah dulu, pernahkah Anda mengalami hal yang serupa? Bagaimanakah perasaan Anda sewaktu ditolak masuk oleh kelompok lain? Mungkin Anda akan baper alias terbawa perasaan mengalaminya.
Diikat Oleh Kesamaan
Kita cenderung membentuk kelompok berdasarkan kesamaan etnis, minat, dan status. Hal tersebut tentunya dapat kita amati dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, di kantor tempat kita bekerja, kita akan menemui kelompok-kelompok tertentu.
Orang-orang yang suka bercanda akan berinteraksi dengan orang yang suka bercanda juga. Orang-orang yang gandrung bermain game, seperti Pokemon Go, akan berkomunikasi dengan orang yang mirip. Sementara itu, orang-orang yang merasa dikecewakan oleh kebijakan kantor akan membentuk barisan sakit hati.