Akan tetapi sejak zaman dahulu, masyarakat yang menetap di tepi laut sering kali menganggap berhak untuk menguasai sebagian laut yang berada di pesisir itu. Pada beberapa kasus kemudian muncul kecenderungan untuk memperluas wilayah perairan pesisir tersebut hingga ke wilayah laut di sekitarnya.Â
Hal ini akan menjadi masalah ketika tidak jauh dari tanah pesisir itu juga terdapat tanah pesisir yang berada di bawah kekuasaan negara lain. Maka, untuk menghindari konflik yang dapat terjadi sewaktu-waktu karena persengketaan wilayah laut tersebut sehingga kemudian dibentuklah Hukum Laut yang bersifat Internasional.
Jika diruntut secara historis, pembahasan mengenai hukum laut sudah menuat sejak abad pertegahan. Orang Eropa menganggap laut sebagai suatu hal yang sangat misterius. Karena adanya keterbatasan pengetahuan, mereka pada zaman dahulu meyakini bumi ibarat sebuah bidang datar (seperti meja).Â
Mereka yang mencoba melakukan pelayaran ke seberang lautan akan jatuh ke tepian. Cara berpikir demikian yang mendominasi masyarakat Eropa pada saat itu membuat usaha-usaha untuk berlayar ke seberang lautan pantang dilakukan.
Seiring munculnya perkembangan teknologi, dua kekuatan maritim Eropa yakni Portugis dan Spanyol mulai melakukan usaha dalam penjelajahan samudera.Â
Sesuai Perjanjian Tordesillas (1498), Portugis berlayar ke arah barat sedangkan Spanyol berlayar ke arah timur. Kedua pelayaran ini akhirnya bertemu di Maluku. Pertemuan tersebut meruntuhkan mitos lama yang menyatakan bumi berbentuk datar, dan membuktikan teori bahwa bumi berbentuk bulat. Lebih jauh lagi, pertemuan keduanya menghasilkan sebuah perselisihan sehingga kemudian dibuatlah perjanjian damai yang disebut Traktat Saragosa (1592).
Traktat Saragosa membagi belahan bumibagi pengaruh bangsa Spanyol dan bangsa Portugis. Abd Rahman Hamid dalam Sejarah Maritim Indonesia Perjanjian ini menjadi awal berkembangnya pandangan bahwa laut hanya milik kelompok tertentu (mare classum).
Pada abad ke-17, telah lahir dua ajaran (doktrin) di bidang hukum laut internasional, yaitu ajaran Mare Liberium dan Mare Clasum. Kedua ajaran ini timbul akibat dari pertentangan Belanda atas penguasaan laut di dunia oleh Portugal dan Spanyol, serta tuntutan Inggris atas kawasan Mare Anglicanum. Pertentangan antara Negara-negara ini terutama antara Belanda dan Inggris menimbulkan the Battle of books (perang buku).perang buku ini berlangsung kurang lebih 50 tahun dan berakhir dengan terjadinya perang antara Inggris dan Belanda pada tahun 1665.
Dalam perkembangannya hukum laut melewati beberapa konsepsi yaituÂ
- Konferensi Liga Bangsa-bangsa di Den Haag tahun 1930.
- Konsepsi Konferensi Hukum Laut PBB I (UNCLOS Â I) I958.
- Konsepsi Konferensi Hukum Laut PBB II (UNCLOS II) 1960.
- Konsepsi Konferensi Hukum Laut PBB III (UNCLOS III) 1982
Hukum Laut Internasional yang telah ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB mengatur tentang berbagai kegiatan di lautan. Berikut ini merupakan penjelasan dari berbagai hal yang diatur dalam hukum laut internasional. Berikut merupakan beberapa hal yang diatur dalam hukum laut internasional pasca Konsepsi Konferensi Hukum Laut PBB III (UNCLOS III) 1982 yang penulis sadur dari Albert W. Koest dalam Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hukum Laut antara lain,Â
- Pelayaran dan Penerbangan
Konvensi menyepakati bahwa negara pantai harus memberikan hak lalu lintas damai bagi semua kapal yang melalui laut wilayah sesuai dengan ketentuan --ketentuan Konvensi. Â Pada pasal 19, dinyatakan bahwa lintas adalah damai sepanjang tidak merugikan perdamaian, ketertiban dan keamanan negara pantai. Pada pasal 20, ditetapkan juga aturan bagi kapal-kapal selam untuk berlayar di permukaan dan menunjukkan bendera mereka.