"Aku punya tujuan, dan aku hampir sampai. Tapi sebelum itu, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."
Dia membawaku ke tempat yang belum pernah kulihat sebelumnya. Sebuah taman kecil di belakang gedung tua, dengan pohon-pohon yang rantingnya menjulur rendah seperti tangan-tangan tua yang lelah. Di tengah taman itu ada sebuah kolam kecil, airnya jernih, dan aku bisa melihat bayangan diriku sendiri.
"Di sini aku sering berpikir," katanya. "Kalau hidup cuma tentang mengamati, apa bedanya kita dengan bayangan di air?"
Aku tidak punya jawaban untuk itu. Tapi untuk pertama kalinya, aku merasa bahwa aku ingin menemukan sesuatu. Sesuatu yang lebih besar dari rutinitas memanjat lemari atau mencuri ikan di dapur.
Dan itulah saat aku sadar, dia adalah jawabannya.
***
Ketika aku kembali ke apartemen malam itu, aku melihat kalender di dinding. Aku melompat turun dari jendela, berjalan perlahan ke arah kalender itu, dan menggaruknya sampai robek. Aku tahu manusia akan marah, tapi aku tidak peduli. Bagiku, waktu sudah tidak penting lagi.
Aku akan keluar lagi besok. Dan lusa. Dan hari-hari setelahnya. Karena aku ingin hidup, bukan sekadar menjadi bayangan.
Tapi aku tahu, aku tidak akan pernah lupa pada kucing hitam dengan mata malam tanpa bintang itu. Dia mengajariku hal-hal yang tidak pernah diajarkan oleh manusia.
Dan sekarang, aku ingin melompat lebih jauh lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI