Ia tidak tahu persis berapa tambahan yang akan ia bayar untuk setiap barang setelah PPN naik. Tapi ia tahu satu hal: setiap rupiah yang hilang dari dompetnya tidak akan kembali lagi.
***
Kenaikan PPN ini bukan keputusan tiba-tiba. Itu adalah bagian dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkan pada 2021. Bagi para ekonom, kenaikan ini adalah langkah rasional untuk memperbaiki keseimbangan fiskal negara. Bagi mereka yang merancang kebijakan, ini adalah keputusan yang perlu diambil.
Namun di luar sana, keputusan ini seperti sebuah pintu raksasa yang perlahan tertutup, hanya menyisakan celah kecil bagi mereka yang mencoba melewatinya. Setiap persen tambahan dalam pajak adalah sekeping penghalang lain, yang terlihat kecil di atas kertas, tetapi terasa sangat besar di kantong banyak orang.
Di ruang rapat pemerintah, kenaikan PPN ini mungkin adalah cara untuk mengisi celah dalam anggaran. Tetapi di jalanan, di pasar, dan di rumah-rumah orang kebanyakan, itu adalah pelajaran yang cukup mahal tentang bagaimana angka-angka bekerja melawan mereka yang tidak pernah memutuskan besaran angka itu.
***
Ketika malam tiba, pemilik toko kecil menutup tokonya lebih awal dari biasanya. Tidak ada yang datang hari itu, selain seorang pelanggan tetap yang membeli satu potong baju anak dengan uang yang ia kumpulkan dari saku celananya.
Ibu dua anak balita mematikan lampu di dapurnya dan duduk di ruang tamu, memeriksa ulang daftar pengeluaran. Di mal, lampu neon tetap menyala, tetapi toko-toko di sekitarnya sudah gelap.
Di antara semua itu, berita tentang kenaikan PPN tetap mengalir. Ada yang membacanya dengan rasa cemas. Ada yang melewatkannya tanpa perhatian. Dan ada yang, dengan senyum tipis di wajahnya, berkata, "Kita lihat saja nanti."
Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang akan terjadi pada Januari 2025. Tapi di dalam keheningan yang menyertai kabar ini, orang-orang mulai belajar memahami bahwa drama ini belum selesai. Ini baru awalnya.
***