Pemerintah sering kali menutup mata terhadap fenomena ini, mungkin karena parkir liar dianggap sebagai masalah kecil dibandingkan dengan tantangan lain yang lebih besar.
Kontradiksi Pemerintah dan Masyarakat
Kehadiran parkir liar mengungkapkan kontradiksi yang tak terhindarkan. Pemerintah, yang di satu sisi mendorong masyarakat untuk membeli kendaraan, gagal memastikan bahwa infrastruktur pendukung seperti penyediaan lahan parkir.Â
Sementara itu, masyarakat, yang terus merespons dorongan ini dengan membeli mobil, enggan untuk menghadapi tanggung jawab menyediakan ruang parkir pribadi.
Pemerintah sering kali menyalahkan masyarakat atas masalah ini, dengan alasan bahwa perilaku tidak disiplin adalah akar dari parkir liar.Â
Namun, tuduhan ini mengabaikan kenyataan bahwa kebijakan publiklah yang menciptakan situasi ini sejak awal. Insentif untuk membeli kendaraan, tanpa perencanaan ruang yang memadai, hanya memperburuk masalah.
Di sisi lain, masyarakat sering kali merasa berhak menggunakan ruang publik untuk parkir. Mereka menganggap bahwa membayar pajak kendaraan memberi mereka hak atas jalanan.Â
Argumen ini mengabaikan fakta bahwa jalan adalah fasilitas bersama, bukan milik individu. Tetapi ketika pemerintah sendiri tampak tidak peduli terhadap pengelolaan ruang publik, masyarakat dengan mudah mengadopsi pola pikir yang sama.
Parkir Liar sebagai Cerminan Ekosistem
Parkir liar bukan sekadar masalah teknis atau perilaku individu. Ia adalah hasil dari ekosistem yang cacat, di mana kebijakan pemerintah, kebutuhan ekonomi, dan budaya masyarakat saling berkonflik.Â
Di satu sisi, pemerintah menciptakan tekanan ekonomi untuk membeli kendaraan. Di sisi lain, masyarakat merespons tekanan ini tanpa memikirkan konsekuensi ruang.
Ekosistem ini juga mencerminkan ketimpangan yang lebih besar. Di kawasan elite, fasilitas parkir sering kali tersedia dengan baik.
Mal dan perumahan mewah menyediakan ruang luas untuk kendaraan, sementara di kawasan menengah dan bawah, ruang publik menjadi pilihan terakhir. Parkir liar, dalam hal ini, juga merupakan simbol dari ketidakadilan akses terhadap ruang kota.