Tempat kerja seharusnya menjadi ruang yang aman, di mana profesionalisme, integritas, dan kolaborasi dapat tumbuh subur.
Sayangnya, di balik dinding kantor yang terlihat rapi dan terorganisir, seringkali tersimpan dinamika yang tidak sehat---salah satunya adalah perundungan di tempat kerja.
Ini bukanlah masalah sepele. Perundungan, atau workplace bullying, telah menciptakan kondisi kerja yang penuh tekanan, menguras energi, dan merusak kesejahteraan mental karyawan.
Namun, tidak semua konflik di tempat kerja dapat diselesaikan melalui pendekatan standar. Menghadapi seorang perundung bukanlah hal yang mudah, apalagi ketika mereka memiliki kekuatan dan pengaruh di dalam organisasi.
Untuk berpikir bahwa kita bisa "berbicara baik-baik" dengan seorang perundung adalah sesuatu yang naif. Perundung tidak bertindak berdasarkan logika yang sama dengan mereka yang menghargai kolaborasi dan komunikasi terbuka.
Mereka sering memanfaatkan ketakutan, memanipulasi situasi, dan menggunakan kuasa untuk mempertahankan dominasi.
Ketika Perundungan Menjadi Pola yang Terstruktur
Definisi dari Workplace Bullying Institute (WBI) mempertegas bahwa perundungan di tempat kerja merupakan tindakan berulang yang merugikan kesehatan, mencakup pelecehan verbal atau tindakan yang mengancam, mempermalukan, mengintimidasi, atau sabotase yang mengganggu pekerjaan.
Keempat ciri utama perundungan adalah deliberasi, pengulangan, ketidakadilan, dan keuntungan sepihak bagi perundung.
Pada intinya, perundung kerap kali memiliki pola yang terencana dalam perilakunya. Tindakan tersebut tidak terjadi secara sporadis, melainkan merupakan serangkaian peristiwa yang dirancang untuk mendiskreditkan korban, baik secara mental, profesional, maupun sosial.
Jika tidak segera dihentikan, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh korban secara individu, tetapi juga merembet ke seluruh organisasi, mengikis produktivitas dan merusak budaya kerja.
Namun, menghadapi perundungan bukan sekadar masalah individu, melainkan tantangan struktural yang membutuhkan respons dari seluruh lapisan organisasi, mulai dari rekan kerja hingga manajemen senior.
Apa yang Dapat Dilakukan Rekan Kerja?
Dalam situasi perundungan, rekan kerja memiliki peran yang signifikan. Mereka sering kali menjadi saksi diam atau korban tidak langsung dari atmosfer toxic yang diciptakan oleh si perundung. Namun, di sinilah kekuatan komunitas dapat diuji. Ada beberapa langkah yang dapat diambil oleh sesama rekan kerja untuk membantu korban perundungan:
1. Membentuk Lingkar Dukungan Sosial
Korban perundungan sering kali merasa terisolasi, terutama ketika mereka dipojokkan oleh si perundung. Dengan membangun hubungan sosial yang kuat di tempat kerja, rekan kerja dapat menyediakan dukungan emosional dan menciptakan lingkungan yang aman bagi korban untuk berbicara dan mengungkapkan perasaannya. Ketika perundung merasa bahwa korbannya memiliki sekutu yang kuat, mereka cenderung mundur karena kehilangan kendali atas situasi.
2. Mendokumentasikan Perilaku Perundung
Ketika seseorang menjadi korban perundungan, sering kali sulit untuk mengumpulkan bukti atas tindakan tersebut. Inilah saatnya rekan kerja dapat membantu dengan mengamati dan, jika memungkinkan, mendokumentasikan perilaku perundung. Apakah itu melalui catatan pertemuan, email, atau pesan singkat, dokumentasi ini dapat menjadi senjata penting ketika kasus tersebut dibawa ke ranah formal.
3. Bersikap Proaktif dengan Atasan
Seringkali, perundung merasa tidak tersentuh karena manajemen tidak mengambil tindakan tegas. Rekan kerja dapat berperan dengan memastikan bahwa manajer dan atasan mengetahui situasi ini. Namun, tindakan ini harus dilakukan dengan cara yang bijaksana, mengingat posisi kekuasaan perundung yang mungkin memiliki hubungan dekat dengan manajemen. Oleh karena itu, pengumpulan bukti yang jelas dan objektif adalah kunci.
Faktor Pemicu Perundungan
Mengapa perundungan bisa terjadi di tempat kerja? Jawabannya bisa kompleks, tetapi biasanya berakar pada dinamika kekuasaan yang tidak seimbang. Dalam beberapa kasus, perundung merasa terancam oleh kemampuan atau potensi korban dan merespons dengan menekan mereka untuk mempertahankan posisi dominan. Ada juga faktor-faktor lain yang dapat memicu perundungan, seperti:
- Budaya Kerja yang KompetitifÂ
Di lingkungan yang sangat kompetitif, karyawan mungkin merasa bahwa mereka harus menginjak orang lain untuk maju. Mereka menganggap kolega sebagai ancaman terhadap kesuksesan mereka sendiri.
- Kurangnya Kebijakan Anti-Perundungan yang TegasÂ
Ketika sebuah organisasi tidak memiliki kebijakan yang jelas mengenai perundungan, perundung merasa bebas untuk bertindak tanpa takut konsekuensi. Ketiadaan sanksi formal sering kali membuat mereka semakin berani.
- Relasi Kuasa yang Tidak Seimbang
Perundung sering kali memanfaatkan posisi kekuasaan mereka, baik secara hierarkis maupun sosial, untuk menekan orang lain. Dalam hal ini, karyawan junior atau mereka yang berada dalam posisi rentan sering kali menjadi sasaran.
Kebijakan yang Dapat Diterapkan untuk Mengatasi Perundungan
Organisasi harus menyadari dampak buruk perundungan terhadap produktivitas dan kesejahteraan karyawan. Ada beberapa kebijakan dan langkah yang bisa diterapkan untuk mencegah dan menangani perundungan secara efektif:
1. Menyusun Kebijakan Anti-Perundungan yang Jelas
Semua organisasi harus memiliki kebijakan formal yang menjelaskan definisi perundungan, prosedur pelaporan, dan sanksi yang diterapkan. Kebijakan ini harus disosialisasikan kepada seluruh karyawan agar semua orang tahu apa yang dianggap sebagai perilaku yang tidak dapat diterima.
2. Penerapan Mekanisme Pelaporan yang Aman dan Rahasia
Banyak karyawan takut melaporkan perundungan karena khawatir akan adanya pembalasan, terutama jika perundung adalah atasan mereka. Oleh karena itu, organisasi perlu menyediakan jalur pelaporan yang rahasia dan aman, misalnya melalui hotline anonim atau kotak pengaduan digital.
3. Investigasi yang Independen dan Transparan
Setelah laporan dibuat, investigasi yang independen harus dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral. Hal ini penting untuk memastikan bahwa semua pihak diperlakukan dengan adil dan tidak ada bias dalam prosesnya.
4. Akuntabilitas Manajemen
Manajemen harus bertindak proaktif dalam menangani perundungan dan tidak boleh mengabaikan laporan atau memberikan impunitas kepada perundung. Jika ada bukti yang cukup, tindakan tegas harus diambil, termasuk sanksi atau pemutusan hubungan kerja jika diperlukan.
5. Pendidikan dan Pelatihan untuk Karyawan
Organisasi harus memberikan pelatihan yang memadai tentang pengenalan perundungan dan cara menangani situasi ini dengan bijak. Pelatihan ini tidak hanya untuk karyawan, tetapi juga untuk manajer agar mereka tahu bagaimana menangani konflik secara profesional dan adil.
Kesimpulan
Perundungan di tempat kerja adalah masalah serius yang memerlukan perhatian mendalam dari seluruh lapisan organisasi. Ini bukan hanya tentang konflik antarindividu, tetapi mencerminkan dinamika kekuasaan yang tidak seimbang dan budaya kerja yang mungkin memfasilitasi perilaku tidak sehat ini.
Oleh karena itu, solusi tidak hanya terletak pada korban untuk bertindak, tetapi juga pada rekan kerja, manajemen, dan organisasi secara keseluruhan untuk menciptakan lingkungan yang aman, adil, dan suportif.
Jika kita ingin tempat kerja menjadi ruang yang produktif dan penuh kolaborasi, perundungan harus dihentikan---dan untuk itu, dibutuhkan keberanian, kebijakan yang tegas, serta komitmen dari semua pihak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI