Di tengah realitas ini, wacana Merdeka Belajar muncul, menawarkan cita-cita pendidikan berkualitas tinggi untuk semua, tanpa embel-embel harga selangit.Â
Memangnya bisa?
Merdeka Belajar: Cita-cita yang Tak Terhingga
Merdeka Belajar adalah frasa yang manis, hampir seperti jargon iklan politik.
Dalam teori, ia memberikan kebebasan kepada siswa untuk menentukan cara belajar mereka. Bukan sekadar hafalan dan ujian, tapi lebih kepada proyek, penelitian, dan aplikasi langsung. Kedengarannya mulia, bukan?
Tapi jangan lupa, kata "merdeka" di Indonesia punya bobot sejarah yang berat. Itu adalah konsep yang digunakan untuk menggugah semangat revolusi, semacam jurus pamungkas yang mengisyaratkan kebebasan dari penindasan.
Ketika Anda menempelkan kata merdeka di depan belajar, seolah-olah ada semacam janji tak tertulis bahwa pendidikan di negeri ini harus lepas dari belenggu tradisionalisme yang usang. Oke, siap-siap terjun bebas, bukan?
Nah, ini yang menarik. Meskipun Merdeka Belajar terdengar seperti hadiah dari surga pendidikan, pertanyaannya adalah: bagaimana Anda membawa konsep sebesar ini ke sekolah-sekolah negeri yang biaya operasionalnya bahkan kadang lebih murah dari satu porsi makanan sehat ala kantin sekolah IB?
Saya bisa membayangkan kepala sekolah di daerah menatap kurikulum baru ini dengan kebingungan yang setara dengan kakek atau nenek kita yang tiba-tiba disuruh mengikuti tren TikTok terbaru.
Tantangan Menerapkan "IB" Lokal: Dari Kapur Tulis ke Filosofi Pendidikan
Ada masalah mendasar yang sering luput dari perhatian. Pendidikan berbasis IB mengandalkan banyak sumber daya: guru yang sangat terlatih, kurikulum yang fleksibel, infrastruktur teknologi, dan lingkungan belajar yang mendukung eksplorasi intelektual.
Ini, tentu saja, terdengar seperti utopia yang sempurna. Tapi mari kita ingat bahwa sebagian besar sekolah negeri di Indonesia bahkan masih kesulitan menyediakan akses air bersih di toilet.
Bayangkan situasi seperti ini: Anda berada di sebuah sekolah negeri dengan bangunan berusia puluhan tahun. Dindingnya sedikit usang, dan ruang kelas masih menggunakan papan tulis hijau dengan kapur yang berdebu.