Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - eklegein

Minat pada Filsafat//Sejarah//Ilmu Pendidikan --- Film, Bola, dan AS Roma. Menyukai diskusi mencerahkan yang memperluas wawasan. Menyukai diskusi dan introspeksi yang membuka wawasan baru tentang kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

'Joget' Intelektual

17 September 2024   09:38 Diperbarui: 17 September 2024   13:03 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: flickr.com

Generasi muda kini lebih tertarik untuk menjadi influencer, YouTuber, atau selebritas media sosial daripada pemikir, akademisi, atau pemimpin yang berbasis pada ilmu dan wawasan. 

Pengaruh "jago joget" ini begitu kuat hingga menembus institusi-institusi pendidikan dan politik.

Kepemimpinan Masa Depan: Antara Lampu Sorot dan Tinta Pemikiran

Ketika kita melihat sejarah Indonesia, pemimpin-pemimpin besar seperti Bung Karno, Bung Hatta, hingga Gus Dur diakui bukan karena mereka viral, melainkan karena mereka memiliki kedalaman pemikiran dan visi yang kokoh. 

Mereka menghabiskan waktu berjam-jam dengan buku, refleksi, dan diskusi, jauh dari hingar bingar panggung populer. Kecerdasan mereka bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk kepentingan bangsa.

Namun, kepemimpinan seperti ini semakin jarang kita temui. Sekarang, yang sering mendapat sorotan adalah mereka yang mampu bermain dengan narasi populer, yang pandai menari di bawah lampu sorot viralitas. 

Kepemimpinan tak lagi diukur dari seberapa dalam pemikiran seseorang, tetapi seberapa luas pengaruhnya di media sosial. Apakah ini berarti kecerdasan telah mati? 

Kita perlu waspada bahwa era ini, yang lebih mengutamakan "jago joget" di atas intelektualisasi, sedang merayakan keglamoran yang sering kali dangkal. 

Akibatnya, pemimpin-pemimpin masa depan mungkin akan lebih pandai dalam hal tampil di depan kamera daripada membangun narasi yang kuat untuk memimpin bangsa.

Menghadapi Gelombang: Intelektual atau Selebritas?

Kita tidak bisa menolak perubahan zaman. Namun, kita juga tidak boleh menyerah pada hipnotisme budaya populer tanpa perlawanan. 

Pertanyaan yang harus kita tanyakan kepada generasi muda adalah: Apakah Anda ingin menjadi pemimpin dengan pemikiran mendalam, atau hanya sekadar viral tanpa substansi?

Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar penghibur. Negara ini membutuhkan pemimpin yang memiliki kemampuan intelektual untuk menghadapi tantangan globalisasi, perubahan iklim, krisis ekonomi, dan banyak lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun