Mohon tunggu...
Adib Munawar
Adib Munawar Mohon Tunggu... Lainnya - Pelayan masyarakat di sekitar kawasan hutan

Saya adalah orang biasa yang berusaha menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya dan memiliki minat pada bidang lingkungan hidup dan kehutanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sinergitas antara Penyuluhan Kehutanan dan Perhutanan Sosial

25 Mei 2023   15:30 Diperbarui: 25 Mei 2023   15:26 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa dekade terakhir ini, orientasi pembangunan kehutanan telah mengalami transformasi dari pengelolaan hutan yang berorientasi pada hasil hutan kayu dan sistem korporasi-konglomerasi menjadi pengelolaan yang berorientasi pada pengelolaan sumberdaya hutan berkelanjutan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. 

Dengan adanya perubahan orientasi tersebut, maka keberadaan hutan dan kawasan hutan bukan hanya sebagai penghasil kayu dan dinikmati oleh segelintir orang saja, tetapi juga dapat menghasilkan komoditas hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan lainnya untuk kepentingan masyarakat khususnya mereka yang berada di sekitar kawasan hutan yang kehidupannya masih dibawah garis kemiskinan. Di samping itu masyarakat yang awalnya diposisikan sebagai obyek dan mitra dalam kegiatan pembangunan kehutanan diarahkan sebagai pelaku utama. 

Perubahan orientasi ini telah berimplikasi terhadap pada perubahan sistem penyuluhan kehutanan dari semula yang bersifat top down dan satu arah menjadi berorientasi partisipatif dan dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Perubahan sistem ini ditujukan untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Pada gilirannya sistem baru ini juga melahirkan program yang ditujukan untuk masyarakat yaitu Program Perhutanan Sosial.

Program perhutanan sosial secara nasional menargetkan capaian seluas 12,7 juta hektar baik melalui skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat dan kemitraan kehutanan. Program ini merupakan program prioritas yang ditujukan untuk menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru yang produktif agar tercipta lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Program ini membutuhkan pengawalan dari semua pihak agar tujuan dari program ini yaitu mensejahterakan masyarakat sekitar hutan dalam frame ekologi yang terjaga dapat tercapai.

Namun dalam perjalanannya, banyak masyarakat yang sudah mendapatkan izin atau persetujuan masih belum bisa mengelola hutan secara maksimal. Berbagai kendala pasca diterimanya persetujuan, cukup banyak dialami oleh kelompok pemegang izin tersebut. Karena itu, peran pendampingan dan penyuluhan menjadi sangat penting agar masyarakat bisa mengelola hutan dari hulu-hilir dan memberikan dampak ekonomi yang nyata sekaligus melestarikan hutan. Oleh karena itu, program perhutanan sosial memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kegiatan penyuluhan kehutanan mengingat masa pemberian persetujuan perhutanan sosial mencapai 35 tahun dan tak terbatas waktu untuk pengelolaan hutan adat. Keduanya juga memiliki banyak kesamaan, baik dalam hal falsafah yang dikembangkan, tujuan yang ingin dicapai, sasaran program/penyuluhan, pengembangan kelembagaan, pendekatan yang digunakan maupun peran sentral pemerintah dalam rangka mensukseskan program tersebut. 

Selama masa persetujuan tersebut tentunya dibutuhkan pendampingan dan penyuluhan yang dilakukan secara kontinyu yang melibatkan berbagai pihak termasuk pendamping atau penyuluh kehutanan.

Falsafah Penyuluhan Kehutanan

Falsafah penyuluhan kehutanan yang masih dianut sampai sekarang adalah segala potensi dan upaya dalam rangka membantu masyarakat agar mereka dapat membantu atau menolong dirinya sendiri. Falsafah ini mengandung pengertian bahwa kegiatan penyuluhan harus memperhatikan aspek apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sasaran dan tidak bersifat mengarahkan sesuai kepentingan pihak lain. Kegiatan penyuluhan kehutanan harus mampu mengarahkan masyarakat ke arah kemandirian dan tidak menciptakan ketergantungan. Dan yang paling utama adalah terciptanya perbaikan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat sasaran yang dalam konteks perhutanan sosial adalah masyarakat pemegang persetujuan perhutanan sosial. Konteks ini sesuai dengan kata pepatah ‘Berilah mereka kail dan jangan berikan mereka ikan’.

Falsafah penyuluhan dalam program perhutanan sosial itu sendiri adalah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan agar meningkat kapasitasnya dan turut serta dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam program perhutanan sosial, masyarakat diberikan akses legal terhadap lahan dalam kawasan hutan, peluang untuk mampu menggali potensi sumberdaya hutan, merancang pengelolaannya, memanfaatkan secara berkelanjutan, melakukan upaya-upaya perlindungan hutan dan memperoleh dampak ekonomi berupa peningkatan produksi dan pendapatan serta berbagai kesempatan dan manfaat lainnya. Melalui perhutanan sosial masyarakat diharapkan mencapai kemandirian secara ekonomi dan tidak melupakan bahwa hutan juga harus memiliki manfaat ekologi sebagaimana fungsinya.

Tujuan Penyuluhan Kehutanan dan Perhutanan Sosial

Tujuan penyuluhan kehutanan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2018 tentang Pedoman Kelompok Tani Hutan disebutkab bahwa penyuluhan kehutanan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan atas dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sadar akan pentingnya sumberdaya hutan bagi kehidupan manusia. Pada gilirannya tujuan penyuluhan kehutanan adalah adanya capaian masyarakat yang meningkat taraf kehidupannya dengan tidak melupakan asas kelestarian hutan dan lingkungan.

Di sisi lain, program perhutanan sosial merupakan program pemerintah yang menjadi harapan bagi masyarakat sekitar hutan yang secara riil sudah cukup lama mengelola kawasan hutan secara turun temurun. Bila dulu akses pengelolan hutan hanya diperuntukkan bagi korporasi, namun dengan adanya program perhutanan sosial, masyarakat sekitar hutan bisa mendapatkan hasil hutan dengan mengelolanya sehingga bisa meningkatkan kesejahteraannya. 

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial tujuan perhutanan sosial adalah meningkatkan kesejahteraan pelaku utama, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya. 

Perhutanan sosial sebagai solusi atas permasalahan tenurial dan keadilan bagi masyarakat sekitar hutan dalam memanfaatkan hutan untuk kesejahteraan dan pelestarian melalui prinsip keadilan, keberlanjutan, kapasitas hukum, partisipatif, dan bertanggung gugat. Selanjutnya, program perhutanan sosial merupakan perwujudan bahwa negara hadir melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional dan mewujudkan kemandirian ekonomi dan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Oleh karena itu terdapat benang merah tujuan yang ingin dicapai antara penyuluhan kehutanan dan perhutanan sosial yaitu meningkatnya kemampuan sumberdaya manusia pelaku utama dalam mengelola sumberdaya alam agar meningkat kesejahteraannya serta dapat memberi manfaat dan dampak secara ekologi dan budaya. Secara makro, hal ini ditujukan sebagai bagian dari pemerataan ekonomi nasional dan mengurangi ketimpangan melalui optimalisasi dan aksesibilitas lahan, pendampingan dalam kesempatan berusaha dan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia.

Sasaran Penyuluhan Kehutanan dan Perhutanan Sosial

Sasaran penyuluhan kehutanan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.14/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2019 tentang Penyusunan Programa Penyuluhan Kehutanan adalah mereka yang paling berhak menerima manfaat kegiatan penyuluhan kehutanan baik baik sasaran utama maupun sasaran antara. Sasaran utama adalah pelaku utama dan pelaku usaha sebagai penerima manfaat langsung kegiatan penyuluhan kehutanan. Pelaku utama itu sendiri diidentifikasi sebagai masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar Kawasan hutan beserta keluarga intinya.

Secara teoritis, masyarakat di sekitar hutan atau biasa juga disebut dengan masyarakat desa hutan adalah mereka yang memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:

  • Tinggal di dalam dan di sekitar Kawasan hutan
  • Hidupnya seluruh atau sebagian menggantungkan hidupnya dari hasil hutan
  • Memegang teguh nilai atau norma serta aturan adat atau budaya
  • Pada umumnya memiliki akses informasi yang sangat terbatas

Sasaran perhutanan sosial berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 7 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial adalah pelaku utama baik perorangan, kelompok tani hutan dan koperasi. Subyek program ini adalah masyarakat setempat di sekitar kawasan hutan atau masyarakat hukum adat dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Selanjutnya dalam permen tersebut dijelaskan sasaran atau penerima manfaat perhutanan sosial yaitu masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga masyarakat baik perempuan dan laki-laki yang tinggal di sekitar kawasan hutan dibuktikan dengan kartu tanda penduduk yang bermukim dan/atau mengelola di dalam kawasan hutan negara dibuktikan dengan memiliki komunitas sosial berupa riwayat pengelolaan kawasan hutan dan bergantung pada hutan.

Aspek Kelola Penyuluhan Kehutanan dan Perhutanan Sosial

Dalam kegiatan penyuluhan kehutanan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2018 tentang Pedoman Kelompok Tani Hutan disebutkab bahwa pembinaan kelompok tani hutan baik oleh penyuluh kehutanan atau pendamping maupun oleh instansi pembinanya dilakukan melalui 3 (tiga) aspek yaitu kelola kelembagaan, kelola kawasan dan kelola usaha. Ketiga aspek ini menjadi parameter kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh kehutanan dalam proses pembinaan dan pendampingan kelompok tani hutan di wilayah kerjanya.

Ketiga aspek ini juga sejalan dengan aktifitas dalam program perhutanan sosial. Pada pasal 154 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial juga menyebutkan aspek 3 kelola sebagaimana kegiatan penyuluhan kehutanan. Dalam perhutanan sosial pada tahap pra persetujuan, sesungguhnya kelompok atau koperasi pemohon persetujuan perhutanan sosial sudah harus melengkapi persyaratan administrasi dan legalitas keberadaan kelompok yang merupakan kegiatan paling mendasar dalam kegiatan kelola kelembagaan. Selanjutnya pada pasca persetujuan kegiatan sosialisasi, pertemuan penyusunan rencana kelola perhutanan sosial (RKPS) dan rencana kegiatan tahunan (RKT), pertemuan rutin, dan beberapa kegiatan lainnya juga merupakan lanjutan dari kegiatan bersama dalam aspek kelembagaan. Selanjutnya dalam kegiatan perhutanan sosial, dilakukan penandaan batas, pemetaan potensi wilayah secara menyeluruh agak diketahui potensi yang dimilikinya, kegiatan rehabilitasi dan perlindungan hutan sebagai bagian dari kelola kawasan. Selain itu pula kegiatan-kegiatan perhutanan sosial pasca persetujuan lebih ditujukan ke arah pengelolaan usaha yang meliputi kegiatan pemanfaatan hutan, pengembangan usaha, penumbuhan kewirausahaan, akses permodalan, kemitraan usaha, pemasaran hasil usaha dan berbagai kegiatan lainnya.

 

Kelembagaan Masyarakat dalam Penyuluhan Kehutanan dan Perhutanan Sosial

Masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan pada umumnya memiliki kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial terhadap sumberdaya hutan. Kepentingan tersebut perlu diarahkan secara baik agar dalam proses pemanfaatannya tidak salah dan tidak melanggar terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku. Salah satu pendekatan yang dipakai adalah dengan membentuk kelompok-kelompok masyarakat dalam suatu wadah yang bergerak di bidang kehutanan. Dalam kegiatan penyuluhan kehutanan, sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2018 tentang Pedoman Kelompok Tani Hutan, maka wadah yang dibentuk adalah Kelompok Tani Hutan (KTH). KTH ini merupakan kumpulan petani warga negara Indonesia yang mengelola usaha di bidang kehutanan baik di dalam maupun di luar Kawasan hutan. KTH ini dibentuk dengan tujuan sebagai wahana untuk saling belajar,meningkatkan kapasitas, memecahkan masalah, meningkatkan usaha dan wahana penyelamatan lingkungan.

Adapun dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial disebutkan bahwa pihak-pihak yang dapat memperoleh akses legal melalui skema perhutanan sosial adalah pelaku utama sebagaimana disebut pada Pasal 1 dalam pengertian perhutanan sosial. 

Lebih lanjut pada Pasal 7, pelaku utama yang memperoleh akses legal adalah mereka dalam bentuk perorangan yang tergabung dalam kelompok masyarakat, kelompok tani hutan dan koperasi. Fakta penerima akses legal sebagian besar berbentuk kelompok tani hutan karena lebih mudah dalam hal pemberian program terutama dari segi administrasi maupun teknis. Mereka berkelompok karena ada persamaan diantara mereka dan ada satu keinginan yang sama. Selain itu pula, kelompok tani hutan merupakan alat bagi petani untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok bukan alat dari pihak lain (pemerintah, swasta dll) yang dimobilisasi untuk mencapai keberhasilan proyek atau program. 

Dalam permenLHK tentang perhutanan sosial tersebut, secara kelembagaan pemegang persetujuan perhutanan sosial disebut dengan Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) sebagai kelompok penerima persetujuan. Kelompok tani hutan yang sebelumnya bukan penerima akses legal dan apabila mengelola lahan Kawasan hutan dapat menjadi KPS melalui serangkaian prosedur sebagai KTH penerima akses legal. Selanjutnya KPS sebagai penerima akses legal dapat membentuk Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) sebagai bagian dari KPS untuk mewadahi anggota yang memiliki kesamaan komoditas. Melalui KUPS-KUPS inilah berkembang usaha-usaha berbagai komoditi perhutanan sosial.

Penyuluhan Penggunaan Alat Ekonomi Produktif pada Kelompok Perhutanan Sosial di KPH Ajatappareng Kabupaten Barru (Dokumentasi Pribadi)
Penyuluhan Penggunaan Alat Ekonomi Produktif pada Kelompok Perhutanan Sosial di KPH Ajatappareng Kabupaten Barru (Dokumentasi Pribadi)

Peran Penyuluh Kehutanan dalam Perhutanan Sosial

Peran penyuluh kehutanan dalam turut serta mensukseskan program perhutanan sosial sangat penting untuk dibahas disini. Peran penyuluh kehutanan disebutkan dalam Pasal 154 dan 155 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial secara jelas telah menyebutkan pentingnya peran pendampingan terhadap masyarakat baik sebelum maupun setelah menerima persetujuan perhutanan sosial. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.13/menlhk/Setjen/Kum1.4/2019 tentang Pendampingan Kegiatan Pembangunan di Bidang Kehutanan. 

Dalam Pasal 3 peraturan Menteri ini disebutkan bahwa pendampingan dilakukan untuk mewujudkan kerberhasilan pembangunan kehutanan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Selanjutnya dalam pasal 4 dinyatakan bahwa salah satu program yang perlu dilakukan pendampingan adalah Program Perhutanan Sosial.  

Dalam kedua peraturan menteri tersebut, penyuluh kehutanan menjadi yang terdepan dan diharapkan menjadi pengawal utama program perhutanan sosial. Pendampingan kepada masyarakat yang mendapatkan persetujuan pengelolaan hutan menjadi sangat penting. Pendampingan diperlukan agar masyarakat yang mendapatkan persetujuan dapat mengelola lahan secara baik dan optimal serta mampu meningkatkan harkat dan martabat masyarakat menjadi pebisnis komoditi produk perhutanan sosial yang berkelanjutan.

Pendampingan diperlukan dalam hal pengembangan usaha perhutanan sosial, terutama pendampingan cara menyusun rencana kelola bertahap mulai dari 1 tahun, 10 tahun hingga 35 tahun. Setelah memiliki RKPS masyarakat bisa membuat kelompok usaha untuk mendorong komoditas unggulan di wilayahnya. Beberapa pendekatan yang dilakukan oleh penyuluh kehutanan terhadap pemegang persetujuan perhutanan sosial dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan yaitu pendekatan latihan kunjungan dan pendekatan berbasis program. Melalui pendekatan latihan dan kunjungan, diharapkan dapat meningkatan produksi dan pendapatan petani secara individual, teridentifikasinya petani maju yang menjadi contoh anggota lainnya. Melalui pendekatan ini pula, kegiatan lebih ditekankan pada kunjungan ke lahan usaha dalam rangka menggali masalah di lapangan sehingga penyuluh mengetahui permasalahan dan dapat merancang penerapan metode penyuluhan secara tepat dan akurat. 

Selanjutnya melalui pendekatan berbasis program dilakukan dalam rangka efisiensi produksi dengan memperhatikan keseimbangan ekologi. Sasaran utama tentunya adalah masyarakat penerima SK persetujuan perhutanan sosial. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rancangan yang tertuang dalam RKPS dan RKT dengan menggandeng seluruh stakeholder yang terkait dengan program yang direncanakan.

Peran penyuluh kerhutanan sebagai ujung tombak pendampingan perhutanan sosial dalam hal  menyampaikan inovasi dan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait perhutaan sosial kepada masyarakat sasarannya. Selain itu pula, penyuluh kehutanan berperan sebagai jembatan penghubung antara pemerintah, swasta atau lembaga lainnya dengan masyarakat sasaran dalam menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah/ lembaga penyuluhan yang bersangkutan serta mendampingi masyarakat dalam memperbaiki mutu hidup dan kesejahteraan malalui peran aktifnya dalam kegiatan perhutanan sosial.

Selain memiliki peran sentral dalam kegioatan perhutanan sosial, penyuluh kehutanan dalam kegiatan perhutanan sosial diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap fungsi dan manfaat hutan dan lingkungan bagi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Mereka juga diharapkan mampu menggerakkan dan memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif terhadap persetujuan yang telah dimilikinya, serta melakukan bimbingan teknis terhadap permohonan izin, pelaksanaan hak dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan sesuai persetujuan perhutanan sosial. Lebih lanjut lagi, penyuluh kehutanan wajib melaksanakan bimbingan teknis kepada masyarakat tentang rencana pengelolaan perhutanan sosial, rencana kerja tahunan, rencana kegiatan usaha, dan rencana kegiatan lainnya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah penyuluh kehutanan wajib melakukan bimbingan teknis pelaksanaan kegiatan perhutanan sosial dan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perkembangan kegiatan pendampingan yang dilakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun