relawan demokrasi KPU Bandar Lampung. Hajat KPU kala itu adalah pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah. Pemilu waktu itu 17 April 2019.
Tahun 2019, saya masuk menjadiUsai ini, saya masuk lagi ke dalam relawan demokrasi tahun 2020. Ini untuk menyukseskan pemilu 9 Desember 2020. Ini pemilu masa pandemi covid-19.
Basisnya pun masih sama. Dua kali masuk relawan demokrasi saya ditempatkan di basis warganet. Apa sih relawan demokrasi ini?
Relawan demokrasi dibentuk KPU untuk membantu tugas KPU dalam mensosialisasikan pemilu, tahapan, peningkatan partisipasi pemilih, dan sebagainya.Â
Intinya, relawan demokrasi diberikan kesempatan mengadakan kegiatan untuk menjangkau sebanyak mungkin simpul-simpul massa.Â
Muara akhirnya, meningkatkan partisipasi pemilih pada pemilu. Dengan demikian, semua warga tidak ada yang tidak tahu bahwa ada pemilu. Yang lebih penting adalah mengajak mereka untuk ikut mencoblos pada hari H.
Alhamdulillah dari dua kali menjadi relawan demokrasi ini, tugas berjalan dengan baik. Yang bikin senang, angka partisipasi pemilih, wabilkhusus di Bandar Lampung, meningkat.Â
Pada tahun 2020 saja, angka partisipasi pemilih mencapai 69 persen. Ini naik dari angka sebelumnya di 66 persen. Padahal, pemilu yang lalu kita berada di masa pandemi covid-19 di mana banyak sekali prosedur di TPS.
Jelang tahun 2024 ini, entah apakah akan ada lagi pembentukan relawan demokrasi. Setakat ini, pengalaman menjadi relawan demokrasi itu cukup baik.Â
Kami merasa punya andil dalam meningkatkan angka partisipasi pemilih. Apalagi dengan penguatan di media sosial dengan merangkul sebanyak mungkin pegiat media sosial.
Mengapa relawan demokrasi ini masih penting dan relevan diadakan oleh entitas seperti KPU?
Pertama, pemilih kita semakin bertambah
Semakin tahun, jumlah mereka yang mencapai usia 17 tahun dan boleh mencoblos pasti bertambah. Dari tahun 2020 ke 2024 pasti ada penambahan calon pemilih.Â
Mereka ini sudah tentu kebanyakan dari kalangan milenial dan generasi Z. Mereka punya karakteristik sangat melek dengan teknologi dan akrab dengan media sosial.
Dengan penambahan jumlah calon pemilih ini, jangkauan KPU juga mesti semakin jauh. Jika merujuk pada tugas KPU dibantu PPK atau PPS dalam konteks sosialisasi pemilih, agaknya lumayan berat juga. Apalagi di kantor entitas pemilu itu kebanyakan masih berkutat dengan urusan data pemilih, urusan pencalegan, dan lainnya.Â
Sementara itu, jumlah jangkauan untuk diberikan informasi soal kepemiluan semakin banyak. Inilah pentingnya adanya relawan demokrasi yang membantu menjangkau simpul-simpul komunitas. Dengan begitu, ada kans informasi soal kepemiluan bisa disampaikan mereka kepada rekan yang lain.
Dikutip dari kpu.go.id, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu 2024 sebanyak 205.853.518 pemilih.Â
Kedua, media sosial masih jadi rujukan
Kebanyakan orang sekarang cari apa-apa di media sosial. Termasuk juga kapan pemilu diadakan, partai mana saja yang akan ikut serta, siapa calon presiden, siapa partai pengusungnya, bagaimana tata cara pemilih di TPS, bagaimana jika hendak mencoblos di luar zona KTP, dan lainnya.
Informasi semacam ini semakin dibutuhkan dan diperbanyak. Dengan demikian, konten yang menjelaskan ini mesti diperbanyak dan diyakini mampu menjangkau semakin banyak warganet.
Karena itulah, relawan demokrasi bisa diikutsertakan untuk membantu kampanye besar soal ajakan memilih pada pemilu serentak 2024 nanti.Â
Asal tahu saja, pemilu akan diadakan hari Rabu, 14 Februari 2024, pas dengan Hari Kasih Sayang alias Valentine's Day. Ada lima lembar surat suara yang akan dicoblos pada tanggal 14 Februari 2024 itu.Â
Kelima kertas surat suara itu adalah untuk anggota DPRD kota atau kabupaten, anggota DPRD provinsi, anggota DPR RI, anggota DPD RI atau para senator, dan pemilihan presiden dan wakil presiden.
Nanti, hari Rabu (lagi) tanggal 27 November 2024, kita mencoblos lagi. Tapi hanya dua. Yakni untuk pemilihan calon gubernur dan calon wali kota atau bupati.
Dengan masifnya orang cari info di media sosial, relawan demokrasi punya tugas lumayan berat. Bagaimana memasifkan informasi soal pemilu ini di media sosial.Â
Tiktok yang sedang jadi pilihan utama tentu tak bisa diabaikan. Maka itu, meski ada basis masing-masing, semua punya tugas memasifkan ini kepada semua masyarakat.
Ketiga, anak muda cenderung malas bahas pemilu
Karena mungkin banyak membaca ada menteri korupsi, anggota dewan korupsi, kinerja gubernur yang buruk, dan sederet berita lain, anak muda makin abai dengan politik. Mereka abai dengan pemilu.Â
Mungkin saja, ada pemikiran, mau nyoblos ataupun tidak, tidak ada dampak signifikan apa-apa untuk mereka. Wabilkhusus kemajuan daerah mereka.
Di satu sisi, ini wajar. Pasalnya, realitas politik kita memang demikian. Akan tetapi, karena wujud demokrasi itu mengejawantah dalam ranah pemilu dan ini satu-satunya alat memilih para wakil rakyat, gubernur, wali kota/bupati, senator, dan presiden, hanya ini jalan untuk menentukan masa depan.
Bahwa perjuangan anak bangsa tak melulu mesti di politik, iya benar. Namun, bahwa ini adalah amanat konstitusi dan mau tak mau kita ada di dalamnya, pemilu mesti dijalani dengan baik.
Benar kita mesti memberikan kritik yang keras jika ditemukan adanya tak kesesuaian dari para penyelenggara pemilu ini. Benar kita mesti saksama untuk mengawasi mereka tak punya kepentingan politik juga dengan partai dan kekuasaan lain.
Kita juga mesti mendorong pemilu ini jadi hajat orang banyak, dipedulikan orang banyak, dan tak memuakkan semakin ke sini. Oleh sebab itu, narasi yang mesti dibangun mesti yang nilainya positif.
Orang semangat datang ke TPS karena dia punya harapan. Orang mau datang ke TPS dan mencoblos, hakulyakin bukan sekadar karena dikasih uang untuk memilih orang tertentu.Â
Akan tetapi, saya dan mungkin semua Kompasianer misalnya, punya harapan bahwa yang kita pilih ini terpilih dan bisa menjadi penyambung kepentingan rakyat.Â
Harapan itu yang kita bawa. Harapan itu yang kita usung. Harapan itu yang membuat kita masih punya keyakinan.Â
Mungkin kecil harapan itu. Namun, sekecil apa pun peluang itu, ia ada kans untuk mengejawantah dalam kebaikan.
Dikutip dari tempo.co, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI August Mellaz mengatakan, komposisi pemilih dalam Pemilu 2024 akan didominasi oleh kelompok usia muda. Jumlah kelompok ini disebut mencapai 60 persen dari total pemilik suara sah.
"Berdasarkan data DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) dari pemerintah proporsi pemilih 2024 yang 14 Februari nanti mencapai usia 17-39 tahun itu 55 sampai 60 persen," kata dia saat menjadi narasumber acara KPU "Sumbang Suara Kaum Muda dalam Peran Menciptakan Pemilu 2024 Damai yang Bermartabat dan Deklarasi "Zillenial Dukung Pemilu Damai, Indonesia Bangkit Berdaya", Jumat, 17 Februari 2023.
Keempat, membangun komunikasi dua arah
Kini sudah bukan saatnya lagi informasi didominasi satu pihak. Mungkin penyelenggara pemilu bisa kasih informasi sebanyak-banyaknya berkenaan dengan pemilu. Namun, publik juga punya informasi yang hendak disampaikan.
Relawan demokrasi bisa menjadi penyambung dua komunikasi ini sehingga timbul dialog yang konstruktif. Dulu, kita kenal bahwa kotak pemilu itu dari kardus. Banyak tayangan yang menjelaskan soal itu.Â
Publik melihat itu kasatmata. Akan tetapi, KPU juga memberikan alasan mengapa kardus duplex itu yang dipakai.
Penjelasan soal kehematan anggaran ini mesti menjadi pengetahuan publik. Sehingga publik juga percaya bahwa duplex pun kuat dan bisa digunakan.
Demikian pula isu yang lain. Setakat pengalaman di lapangan kala menjalani tugas relawan demokrasi, pertanyaan semacam ini juga teramat sering terlontar.Â
Kami berusaha menjawab sebagaimana informasi sahih yang selama ini disampaikan. Yang kemudian hendak disampaikan adalah esensi dari demokrasi itu sendiri untuk berpartisipasi, menolak suap dalam bentuk uang dan barang, dan memilih sesuai nurani.
Ke depan nanti pasti banyak perihal lain yang akan muncul dalam masyarakat. Entitas penyelenggara juga pasti akan menanggapi dengan baik.Â
Relawan demokrasi di titik ini bisa menjadi sumber referensi lain sehingga bisa menjelaskan dari banyak hal yang disampaikan publik.
Tentu bahagia bisa menjadi bagian dari kesuksesan demokrasi di negeri ini. Tak menjadi penyelenggara pemilu pun tak apa. Sudah menjadi bagian kecil dari memberikan informasi soal pemilu saja sudah alhamdulillah banget.Â
Semoga relawan demokrasi masih diberikan kans untuk punya darma bakti untuk negeri ini. [Adian Saputra]
Foto pinjam dari sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H