Kelima kertas surat suara itu adalah untuk anggota DPRD kota atau kabupaten, anggota DPRD provinsi, anggota DPR RI, anggota DPD RI atau para senator, dan pemilihan presiden dan wakil presiden.
Nanti, hari Rabu (lagi) tanggal 27 November 2024, kita mencoblos lagi. Tapi hanya dua. Yakni untuk pemilihan calon gubernur dan calon wali kota atau bupati.
Dengan masifnya orang cari info di media sosial, relawan demokrasi punya tugas lumayan berat. Bagaimana memasifkan informasi soal pemilu ini di media sosial.Â
Tiktok yang sedang jadi pilihan utama tentu tak bisa diabaikan. Maka itu, meski ada basis masing-masing, semua punya tugas memasifkan ini kepada semua masyarakat.
Ketiga, anak muda cenderung malas bahas pemilu
Karena mungkin banyak membaca ada menteri korupsi, anggota dewan korupsi, kinerja gubernur yang buruk, dan sederet berita lain, anak muda makin abai dengan politik. Mereka abai dengan pemilu.Â
Mungkin saja, ada pemikiran, mau nyoblos ataupun tidak, tidak ada dampak signifikan apa-apa untuk mereka. Wabilkhusus kemajuan daerah mereka.
Di satu sisi, ini wajar. Pasalnya, realitas politik kita memang demikian. Akan tetapi, karena wujud demokrasi itu mengejawantah dalam ranah pemilu dan ini satu-satunya alat memilih para wakil rakyat, gubernur, wali kota/bupati, senator, dan presiden, hanya ini jalan untuk menentukan masa depan.
Bahwa perjuangan anak bangsa tak melulu mesti di politik, iya benar. Namun, bahwa ini adalah amanat konstitusi dan mau tak mau kita ada di dalamnya, pemilu mesti dijalani dengan baik.
Benar kita mesti memberikan kritik yang keras jika ditemukan adanya tak kesesuaian dari para penyelenggara pemilu ini. Benar kita mesti saksama untuk mengawasi mereka tak punya kepentingan politik juga dengan partai dan kekuasaan lain.
Kita juga mesti mendorong pemilu ini jadi hajat orang banyak, dipedulikan orang banyak, dan tak memuakkan semakin ke sini. Oleh sebab itu, narasi yang mesti dibangun mesti yang nilainya positif.