Tak usahlah kemudian kayak orang kebakaran jenggot lalu minta semua aplikasi mendaftarkan diri. Kalau tidak mendaftarkan diri, kemudian diancam tak boleh terkases di Indonesia.Â
Itu sudah mendekati negara otoriter. Mungkin mau mengambil ibrah dari China dan Korea Utara, entahlah. Di era Plate, ini kan terjadi.
Publik barangkali banyak juga yang bersorak kalau imbasnya Plate jadi tersangka. Urusannya justru berkenaan akrab dengan publik. Yakni, korupsi pembangunan BTS. Padahal BTS ini kunci dari semua jaringan internet dan komunikasi di Indonesia.
Ada juga warganet bilang, pantas saja di daerahnya sinyal susah, rupanya dikorupsi menkominfo sehingga BTS yang diidam-idamkan tak tercapai.
Menkominfo ke depan mungkin orang yang asyik saja dalam menanggapi begitu banyaknya cuitan, konten, tayangan, dan lainnya di media massa dan media sosial. Bawaannya mesti santai saja. Tak usah seperti pejabat yang mau menjilat ke atasan supaya semua bagus. Santai saja.
Di Lampung, begitu isu jalan rusak marak dan Presiden Jokowi datang, kadis kominfotik Lampung dicopot oleh Gubernur. Padahal, apa salahnya kadis kominfotik terhadap hal itu. Apa punya ia sumber daya untuk mencegaha maraknya diseminasi informasi saat ini.
Pun demikian dengan pos jabatan menkominfo ke depan. Santai sajalah. Lebih terbuka dengan media massa dan media sosial.Â
Jika ada satu konten viral dan memang secara faktual benar, silakan untuk mendiskusikan agar hal itu bermanfaat untuk negara. Jangan malah memblokir karena tak suka.Â
Media massa dan media sosial itu bersuara karena mereka menilai itu tidak benar. Ada hak rakyat yang diabaikan. Maka itu, mereka bersuara.Â
Mau ketemu langsung presiden atau gubernur tentu tak setiap saat. Makanya, mereka unggah itu ke media massa atau media sosial.