Mungkin ia bakat besar di musik, melukis, menyanyi, olahraga, pertemanan, jiwa sosial, filantropi, dan lainnya.
Oleh sebab itu, sekolah juga mesti santai saja jika ada anak nakal. Justru itu bagus karena sekolah akan punya kerjaan mendidik anak dan membimbingnya.Â
Guru BK juga akan punya kerja yang baik jika bisa mengarahkan anak itu, bukan sekadar memarahi dan lainnya. Mungkin di rumah ia sudah sering dimarahi---seperti yang saya alami sejak SD sampai SMA.
Maka, ketika di sekolah kena marah lagi, habis sudah kesabaran. Si anak yang berharap di sekolah menemukan kehidupan yang lain, eh malah sama saja.
Peran guru BK di sini penting, juga wali kelas. Persepsi guru BK itu tugasnya menangani anak nakal mesti selalu dikikis.Â
Guru BK itu punya tugas membimbing semua anak yang membutuhkan konsultasi. Ia lebih punya daya mencegah ketimbang menyikapi pascanakal.
Guru BK mesti bisa mengarahkan anak kepada potensi terbesarnya. Mungkin ini enak bagi anak yang tidak punya persoalan kenakalan dari rumah. Yang butuh kerja lebih cerdas adalah menyikapi anak-anak yang kerap dipersepsikan nakal sejak dari rumah.
Guru dan lingkungan sekolah juga mesti bijak dalam memersepsikan setiap anak yang diembel-embeli nakal. Semua guru setidaknya mesti tetap ramah dan ngemong kepada anak-anak yang punya kecenderungan nakal lebih besar.
Dengan pendekatan humanisme, anak-anak yang dipersepsikan nakal tadi bisa mendapatkan lingkungan yang setidaknya ramah bagi mereka. Dengan pendekatan yang baik juga disertai doa, insya Allah anak-anak ini mewujud menjadi siswa yang punya akhlakul karimah dan punya prestasi.Â
Meski kebaikannya barangkali sekecil biji sawi, tetap saja itu kebaikan dan ada kans menjadi potensi utamanya di masa depan. [Adian Saputra]
Foto pinjam dari sini