Siswa nakal di sekolah itu biasa. Nakal itu manusiawi. Nakal itu wajar.Â
Anak-anak kalau sejak kecil tak ada nakal, khawatirnya nakalnya terlambat. Lebih baik nakal sekarang daripada nakal nanti.
Nakal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai "suka berbuat kurang baik" (tidak menurut, mengganggu, dan sebagainya, terutama bagi anak-anak). Contoh kalimat, Anak ini nakal benar. Nakal juga bermakna buruk kelakuan (lacur dan sebagainya).
Nakal untuk ukuran anak sekolah, SMA misalnya, merokok, membolos, mencontek kala ujian atau tugas, melawan guru, tidak rapi dalam berpakaian, dan sebagainya.
Yang dimaknai sebagai nakal ini tentu masih dalam tahap yang wajar. Sebab, ada perbedaan signifikan antara nakal dan jahat.Â
Kalau sekadar merokok sembunyi-sembunyi di kantin, itu mungkin masuk kenakalan. Masih lumayan merokoknya sembunyi-sembunyi ketimbang merokok terang-terangan di hadapan teman-temannya di kelas.
Membolos juga nakal karena si anak tak mau ikut pelajaran. Mungkin karena bosan, mau main saja kerjaannya, dan sebagainya.
Namun, kalau anak sudah melawan guru dengan memukul, menjadi pengedar narkoba, melakukan pemerasan, itu sudah masuk tahap kejahatan namanya. Urusannya sudah bukan lagi ranah sekolah. Silakan memberikan kuasa itu kepada pihak berwajib.
Anak nakal itu ke depan mungkin akan jadi anak yang sukses. Sebab, dengan nakal, ia punya banyak pengalaman. Anak nakal biasanya kawannya juga banyak.
Kalau merujuk beberapa tokoh fiksi, juga lebih dekat ke diksi nakal ketimbang anak baik-baik. Tapi sekadar nakal, bukan jahat.Â
Si Roy dalam serial novel Balada Si Roy karya Gola Gong, termasuk anak "nakal". Pindah-pindah sekolah, usil, sering membolos, lebih suka traveling ketimbang sekolah, dan lainnya. Laku si Roy barangkali "nakal" dalam persepsi beberapa orang.Â