Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

4 Hal yang Dirindukan dari Kampung Halaman

25 April 2023   06:45 Diperbarui: 25 April 2023   06:47 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bermain bola lumpur bersama anak-anak di pinggir sungai Desa Ciuyah, Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon, Minggu (9/10/2016).(KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA)

Ada setidaknya empat hal yang selalu dirindukan dari kampung halaman. Dari pengalaman selama ini, empat hal ini begitu melekat dalam ingatan. 

Mungkin beda antara saya dan teman-teman. Namun, secara umum, ingatan masa lalu itu yang memang membayang indah di pelupuk mata.

Saya rindu kampung halaman dengan beragam variannya.

Yang pertama, rindu suasana mengaji di masjid dan rumah-rumah teman. Dahulu, setiap jam empat sore, kami menghabiskan main. Kami pulang ke rumah lalu mandi. 

Bersalin pakaian rapi dengan baju takwa plus sarung dan kopiah hitam. Kebanyakan kami masa lalu mengaji di masjid atau di rumah teman.

Ada guru ngaji yang datang dan kami akan bergiliran belajar. Satu anak kurang lebih lima belas menit. 

Paling banyak seorang guru mengaji mengajari kami sejumlah lima orang. Nanti belajar membaca Alquran itu baru akan usai beberapa menit jelang magrib.

Ada juga yang mengaji di masjid dengan pola yang sama. Seorang guru dikelilingi beberapa murid. 

Yang kami ingat tentu saja sering ribut saat teman sedang belajar. Maklumlah, perhatian guru hanya ke satu murid sedangkan murid lain yang menunggu malahan asyik main, setidaknya ngobrol.

Namun, ingatan ini lekat betul pada pikiran kami. Suasana anak mengaji zaman sekarang sedikit berbeda. 

Kebanyakan privat satu atau dua anak kepada seorang guru. Masih ada juga yang mengaji di masjid, tapi jumlahnya tidak sebanyak dahulu.

Kemungkinan sekarang anak-anak sejak SMP sudah banyak dimasukkan ke pondok pesantren oleh orangtuanya. Sehingga di sana mereka bisa belajar agama secara lebih komprehensif. Namun, tetap saja, ingatan masa mengaji saat kanak-kanak itu lekat betul dalam pikiran.

Kedua, kawan lama

Ya suasana yang terbangun tentu disokong adanya kawan-kawan. Dengan mereka kita berinteraksi. 

Tentu pengalaman beragam. Dari perihal bermain sampai dengan berkelahi. 

Dulu juga sudah ada perundungan alias bullying. Namun, karena tak ada media sosial, tidak sedahsyat sekarang efeknya. 

Dulu perundungan sebatas kenakalan saja. Tidak masuk ke ranah kejahatan. Ibarat kata, kenakalan khas anak-anak.

Teman lama memang menghadirkan suasana tersendiri. Kadang tertawa tak habis-habis jika mengingat itu. 

Mengingat waktu ramai-ramai bawa bola plastik ke lapangan dan main sepak bola tanpa wasit dan gawang serta aturan. Main-main saja kala itu. Baru berhenti kalau azan asar atau magrib berkumandang.

Kawan lama sekarang sudah banyak yang sukses kasatmata ukuran keduniawian. Ada yang dapat kerjaan bagus di pemerintahan maupun swasta. Ada pula yang masih bertahan di kampung halaman dengan merintis sebagai wirausaha.

Rata-rata pula sudah punya anak. Lebaran kemarin ini saya mengajak keluarga berkeliling ke beberapa rumah tempat main kala kecil. 

Terbayang main kelereng atau gundu, main wayang atau kertas bergambar, main gasing, main patok lele, dan sebagainya.

Tanpa kawan lama, semua itu sirna. Berbahagialah kita yang dahulu punya banyak teman dan sampai dengan sekarang tetap merawat silaturahmi.

Ketiga, kala bermain

Dahulu main itu jauh-jauh. Usai menjemput teman di rumahnya, kami berjalan kaki atau naik sepeda. 

Khusus bulan puasa, kami bisa menghabiskan waktu di sebuah bukit. Menghabiskan waktu di sana. Mencari biji-bijian sebagai pelor tembakan dari bambu kecil yang disodok kayu. Nikmat sekali main kala itu.

Kadang jika hendak menunggu buka puasa, kami berjalan kaki. Ada teman bawa pancing dan kaleng. Siapa tahu ada rawa yang ikannya bisa dikail di situ. 

Seru menunggu sampai kail dimakan ikan. Tapi jumlah ikan yang didapat tak sebanding dengan panas berjam-jam menungguinya hahaha.

Kadang masa main kami habiskan juga di pasar dekat rumah. Usai asar jika tak mengaji, kami berjalan ke pasar. 

Mata kami selalu menatap ke bawah. Kami berharap menemukan uang seratus atau lima puluh rupiah yang terjatuh dari pengunjung pasar. 

Seorang teman mungkin sudah nasibnya, sering mendapat yang begitu. Ada saja uang yang ia temukan. Bahkan, sekali waktu ia dapat seribu rupiah. Jumlah yang lumayan besar kala itu untuk anak-anak seumuran kami.

Keempat, kenakalan bukan kejahatan

Anak kecil kalau tak nakal rasanya kurang sempurna. Kenapa dia nakal? Karena dia mencoba hal yang baru. Wajar kalau kemudian melakukan kenakalan. Bukan kejahatan.

Misalnya mau mangga tapi tak ada uang untuk membeli. Salah satu caranya yang melempar buah mangga orang yang menjuntai ke jalan. 

Atau kalau nyali tinggi, menyuruh seorang kawan memanjat sementara yang lain mengawasi. Asal sudah dapat lima buah mangga, segeralah turun. Selamat badan tak sampai ketahuan, hahaha.

Buah mangga dan rambutan adalah dua jenis yang paling sering menjadi objek pencurian. Banyak tetangga baik dekat maupun agak jauh dari rumah kami, yang tanam dua pohon itu. Jika berbuah, kami akan beraksi.

Jika tak ada dua buah itu, kami mencari tebu liar. Tebu yang masih muda kami potong kemudian digigit ujungnya. Rasa manisnya itu menyegarkan sekali. 

Sekarang orang banyak jual es tebu. Kami dari dulu sudah makan air dari tebu yang kami gigit dan sedot saripatinya.

Seingat saya, itulah jenis kenakalan yang pernah dilakukan. Kalau sampai maling ayam atau burung tetangga, hakulyakin tak pernah. 

Kami sudah paham kalau itu kriminal berat. Kalau sebatas mengambil tanpa izin mangga dan rambutan tetangga, rasanya masih bisa dimaklumi, hahaha.

Bagaimana dengan Anda? Kerinduan apa yang paling diingat di kampung halaman. Selamat berlebaran. [Adian Saputra]

Foto pinjam dari sini 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun