Tanpa kawan lama, semua itu sirna. Berbahagialah kita yang dahulu punya banyak teman dan sampai dengan sekarang tetap merawat silaturahmi.
Ketiga, kala bermain
Dahulu main itu jauh-jauh. Usai menjemput teman di rumahnya, kami berjalan kaki atau naik sepeda.Â
Khusus bulan puasa, kami bisa menghabiskan waktu di sebuah bukit. Menghabiskan waktu di sana. Mencari biji-bijian sebagai pelor tembakan dari bambu kecil yang disodok kayu. Nikmat sekali main kala itu.
Kadang jika hendak menunggu buka puasa, kami berjalan kaki. Ada teman bawa pancing dan kaleng. Siapa tahu ada rawa yang ikannya bisa dikail di situ.Â
Seru menunggu sampai kail dimakan ikan. Tapi jumlah ikan yang didapat tak sebanding dengan panas berjam-jam menungguinya hahaha.
Kadang masa main kami habiskan juga di pasar dekat rumah. Usai asar jika tak mengaji, kami berjalan ke pasar.Â
Mata kami selalu menatap ke bawah. Kami berharap menemukan uang seratus atau lima puluh rupiah yang terjatuh dari pengunjung pasar.Â
Seorang teman mungkin sudah nasibnya, sering mendapat yang begitu. Ada saja uang yang ia temukan. Bahkan, sekali waktu ia dapat seribu rupiah. Jumlah yang lumayan besar kala itu untuk anak-anak seumuran kami.
Keempat, kenakalan bukan kejahatan
Anak kecil kalau tak nakal rasanya kurang sempurna. Kenapa dia nakal? Karena dia mencoba hal yang baru. Wajar kalau kemudian melakukan kenakalan. Bukan kejahatan.