Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ironi Penulis Opini, Dulu Dibayar Sekarang Membayar

16 April 2023   16:53 Diperbarui: 27 April 2023   04:54 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika membayar, sebetulnya esensi halaman opini sebagai ruang publik untuk memberikan komentar dan kritik, sudah hilang. Koran atau media massa mestinya senang ada warga yang menulis opini tanpa dibayar.

Namun, karena koran juga butuh pemasukan, langkah mesti ditempuh. Halaman yang dulunya malah menjadi cuan bagi penulis, kini dibalik menjadi cuan untuk redaksi atau divisi usaha koran. Demikian juga ada media massa daring yang tak mau memuat opini kalau tak disertakan uang.

Dengan begitu, ada perubahan paradigma pada pengelola media massa. Mereka kini menjadikan semua halamannya tambang uang. Mau bagaimana lagi. 

Slot iklan menipis dan persaingan media makin ketat. Belum lagi ada akun media sosial yang banyak followers dan bagus-bagus kontennya.

Sebagai pengelola media kecil selevel UMKM bahkan lebih di bawahnya lagi, saya memahami konteks ini. Apalagi media massa yang dikenal besar dahulunya tapi kini centang perenang dalam berkompetisi dengan media lain. 

Untuk menjaga arus kasnya, akhirnya halaman pun "dikorbankan". Berita dan artikel yang dahulu murni karya jurnalistik, sekarang beda tipis dengan iklan.

Ada sih jenis rubrik yang isinya iklan tapi berbentuk teks dan foto. Namanya advertorial. 

Ini murni bisnis dan cari uang. Kalaupun halaman opini mau dijadikan demikian, silakan saja. 

Namun, ubah di bagian kolom rubrik sebagai advertorial. Sehingga, orang pun paham bahwa untuk tulisan masuk ke sini mesti membayar. Sebab, babnya ini sudah iklan, tidak murni lagi opini.

Untuk penulis, menghadapi hal ini sebetulnya ya mudah saja. Ikhlaskan kalau sekarang zaman berubah dan menulis opini di koran tak lagi dikasih honorarium. 

Ketimbang kita kesal malah dimintai uang saat mengirim opini, poskan saja tulisan itu ke media lain. Saya menduga masih banyak media massa daring yang mau memuat opini. Syaratnya kalau bisa sih jangan dikirim ke media massa lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun