Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka Eksis, Mahasiswa Bahasa Prancis Bertalenta Kolumnis Esais

2 April 2023   20:57 Diperbarui: 2 April 2023   21:26 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya bersama Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Prancis Unila Diana Rosita. | Dokumentasi Pribadi

Sekitar awal tahun 2022, saya mendapat tawaran untuk membantu mengajar Mata Kuliah Peminatan Jurnalisme bagi mahasiswa semester VI Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Universitas Lampung (Unila). Nama mata kuliah dalam bahasa Prancisnya: Journalisme EN TI. Bacanya kurang lebih jurnalisme ong Te I.

Adalah Setia Rini, dosen setempat, yang mengontak saya untuk keperluan itu. Madame Setia, begitu ia biasa disapa, pernah ikut seminar jurnalistik yang saya isi setengah tahun sebelummnya. Setia kemudian menghubungi ketua program studi dan memintakan izin agar saya bisa menjadi dosen tamu.

Saya mengiyakan. Ketua prodi juga oke. Setelah semua administrasi pemberkasan beres, saya diminta mengajar. Durasi kami mulai 25 Februari 2022 sampai dengan Juni 2022.

Saya sejak awal bilang, jangan tempatkan saya seperti tamu dalam mata kuliah itu. Meski babnya membantu, saya berusaha total.

Saya bilang, kalau hanya dikasih beberapa pertemuan, saya tidak mau. Silakan ada dosen yang mendampingi kala saya memberikan kuliah.

Meski bukan dosen resmi, sebelumnya, sejak tahun 2015 sampai 2019, saya adalah dosen luar biasa (DLB) atau dosen tamu Mata Kuliah Jurnalistik Islami di UIN Raden Intan Lampung. Wabilkhusus di Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

Madame Setia dan kaprodi Madame Diana, sepakat dengan itu. Lagipula saya tidak memosisikan sebagai dosen sebagaimana layaknya di kelas. Saya banyak cerita, kasih pengalaman, serta kasih penugasan melakukan reportase dan penulisan.

Ada enam sampai delapan mahasiswa yang ambil mata kuliah peminatan itu. Selebihnya mahasiswa ambil mata kuliah peminatan lain.

Alhamdulillah senyawa saya dengan mereka tersambung dengan baik. Di luar perkuliahan, saya berkorespondensi secara aktif lewat grup WhatsApp dan media sosial.

Ketika saya menjadi narasumber pada seminar tentang literasi, mereka juga saya ajak. Mereka bisa ikuti acara sekaligus melakukan liputan. Hasil reportase yang bagus saya naikkan di web kecil yang saya kelola: wartalampung.id.

Sedari awal mengisi kuliah saya bilang, kita realistis saja. Tak semua sekolah, SMA, misalnya, yang menerima guru bahasa Prancis.

Waktu saya SMA dua puluhan tahun yang lalu saja, kelas bahasa hanya satu. Itu pun jumlah siswa tak banyak. Tak cukup laki-lakinya kalau mau diajak tanding sepak bola.

Saya menegaskan, pilihan kuliah di Pendidikan Bahasa Prancis harus dilalui dengan tanggung jawab. Maksud saya, selesaikan studi dengan baik.

Kalau soal kerjaan, utamanya adalah bisa bermanfaat kepada masyarakat. Meski demikian, harapan menjadi guru bahasa Prancis tetap dipatrikan.

Saya senang mereka ambil Mata Kuliah Peminatan Jurnalisme ini. Selain mereka punya basis bahasa Inggris dan Prancis yang baik, mata kuliah ini bisa membantu mereka.

Barangkali karena saya praktisi, mereka senang untuk menulis. Ada yang jujur mengatakan sebelumnya tak tahu apa itu jurnalisme. Namun, usai ikut kelas ini, mereka paham bahwa jurnalisme bisa menjadi keterampilan pendukung utama mereka.

Saya menegaskan sekaligus memberikan motivasi. Mereka punya kans menjadi orang yang sukses dalam perihal pekerjaan dan dunia sosial.

Jika ada kans untuk menjadi guru bahasa Prancis, silakan ambil. Namun, jika belum ada, silakan bekerja apa saja asal bermanfaat dan bermartabat.

Saya bilang, ikut mata kuliah ini mereka tak mesti jadi seperti saya, menjadi wartawan atau jurnalis. Mereka bisa bekerja apa saja dengan keterampilan menulis sebagai pendukung utama.

Saya bilang, inilah saatnya mendapat pengetahuan dasar memadai di luar perihal keguruan yang selama ini mereka terima. Walhasil, perkuliahan ini, bagi saya dan dua madame dosen pengasuh itu, sukses.

Setengah tahunan berinteraksi dengan mereka, banyak berita yang mereka bikin. Tentu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Prancis. Saya menyelipkan narasi berbahasa Prancis dalam tulisan mereka yang tayang di web.

Ada beberapa yang terbilang aktif dan punya inisiatif. Garizah sebagai jurnalisnya sudah terbentuk.

Begitu melihat sesuatu yang baru, penting, dan menarik, mereka langsung menulis dan mengirim kepada saya saat itu juga. On the spot istilahnya.

Mereka sudah seperti wartawan media daring ternama. Cepat melihat isu, gerak cepat menulis, menambah dengan nilai lainnya, kemudian mengirim kepada saya.

Barangkali karena berbasis keguruan, struktur penulisan mereka juga teramat rapi. Memang mesti sedikit polesan, tapi secara umum sudah oke punya.

Yang lebih keren lagi, sewaktu masuk kelas dan saya isi materi menulis opini, mereka juga bisa menyimak dengan baik. Tanya jawab dilakukan dengan baik.

Pengetahuan jurnalisme mereka sangat lumayan. Saya terhenyak ketika mereka membicarakan 9 Elemen Jurnalisme-nya Bill Kovach dan Tom Rosentiel, bicara soal kode etik, dan lainnya.

Luar biasa! Bravo! Tres bien! Faire un tabac!

Saya bersama dosen dan mahasiswa-mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Prancis Unila. | Dokumentasi Pribadi
Saya bersama dosen dan mahasiswa-mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Prancis Unila. | Dokumentasi Pribadi
Usai itu, tugas kembali menanti. Saya meminta mereka untuk menulis opini. Temanya bebas. Bisa diambil dari tren yang sekarang berkembang atau berkelindan dengan bahasa Prancis.

Agatha Monica Silaban menulis "Romantisisme Bahasa Prancis" dan dibaca lumayan banyak mencapai 1.323. Elisabeth Siregar menulis "Belajar Bahasa Prancis Artinya Menjadi Orang Prancis".

Adam Alfathur menulis "Prancis, Bahasa, dan Kiblat Literatur Frankofon". Kunti Afdalya Wilujeng menulis "Menakar Eksistensi Bahasa Prancis di Indonesia".

Milla Eka Savitri menulis "Bahasa Prancis dan Keunggulan Bagi Pembelajar". Natasya Fidela menulis "Pentingnya Belajar Bahasa Prancis".

Supaya terkait dengan bahasa Prancis, mereka juga melengkapi teks ke dalam bahasa Prancis dan diserahkan ke dosen pengampu yang dua madame tadi: Setia Rini dan Diana.

Salah seorang di antara mereka malah jadikan itu untuk skripsinya. Alhamdulillah.

Saya benar-benar senang karena dilingkupi Kurikulum Merdeka dan Merdeka Belajar ini, mahasiswa yang fokus belajar bahasa Prancis untuk jadi guru pun punya kans mendapat mata kuliah peminatan jurnalisme ini.

Dalam sesi diskusi beberapa bahkan sudah pasang ancang-ancang minat di bidang ini. Ada yang ingin seperti Najwa Shihab.

Ada yang mau seperti Aiman. Ada pula yang ingin hebat seperti Karni Ilyas. Nama-nama ini tentu muncul dalam perkuliahan serta membahasa literatur yang mengisahkan tokoh-tokoh itu.

Paling tidak, usai lulus mata kuliah ini, mereka bisa mengembangkan diri menjadi kolumnis dan esais. Mereka punya talenta besar di bidang kepenulisan. Jika dirawat dengan baik, keterampilan ini bisa menjadi jalan bagi mereka untuk bekerja pada ranah masing-masing.

Awalnya ada ketidakyakinan karena mereka berasal dari keguruan. Saya kemudian bilang, banyak dari wartawan majalah Tempo itu setahu saya malah lulusan IPB. Saking banyaknya, IPB acap dipelesetkan menjadi Institut Publisistik Bogor.

Karni Ilyas bukan lulusan komunikasi. Ia sarjana hukum yang pengetahuan hukumnya setara menteri kehakiman yang biasa dia reportase kala menjadi jurnalis Tempo dan Forum Keadilan.

Najwa Shihab juga bukan lulusan komunikasi. Ia sarjana hukum dari UI.

Dalam banyak iklan lowongan jurnalis di media besar di Jakarta, rata-rata persyaratan yang umum-umum saja. Yang penting sarjana yang baru lulus.

Karena itu, saya meminta mereka lekas menyelesaikan kuliah. Alhamdulillah setakat ini beberapa sudah seminar proposal dan menuju titik khatimah perkuliahan.

Untuk urusan ini saya senang dengan Nadiem yang benar-benar memberikan kebebasan, kemerdekaan kepada siswa dan mahasiswa. Itu sebab ia membikin Kurikulum Merdeka Merdeka Belajar ini.

Bahkan perguruan tinggi pun kini akrab dengan frasa Kampus Merdeka. Salah satu yang juga saya tulis adalah soal pertukaran mahasiswa merdeka. Pembaca bisa menyimaknya di tulisan tautan ini: "PMM dan Akulturasi Budaya: Bertukar Sementara, Bermakna Selamanya".

Saya juga senang karena Mas Menteri menapaktilasi pelajaran pendidikan yang pernah diselenggarakan Ki Hajar Dewantara. Tersebab itu juga, praktisi mengajar, dosen tamu, atau apalah namanya ini punya kelindan yang erat.

Memang idealnya lulusan Prodi Pendidikan Bahasa Prancis ini mengajar bahasa Prancis. Namun, soal mereka mengajar atau tidak, itu bergantung pada kebutuhan di lapangan. Jika memang pemerintah belum membuka lowongan itu, apa hendak dikata.

Dengan adanya mata kuliah peminatan yang bersambung erat dengan Kurikulum Merdeka Merdeka Belajar ini, mahasiswa bisa ambil kesempatan buat ilmu lain. Mereka bisa menambah pengetahuan dan keterampilan dalam ranah baru: jurnalisme.

Semoga apa yang sejauh ini diberikan ada manfaat. Saya meyakini, pola pikir mahasiswa generasi Z ini terbuka dan visioner.

Setidaknya kemampuan bahasa Prancis ini menjadi bekal mereka untuk bekerja di sektor lain di luar keguruan. Misalnya bekerja di kedutaan, jadi diplomat, buka kursus bahasa Prancis, menjadi penulis novel, jadi jurnalis, melanjutkan studi magister demi jadi dosen di tanah Raja Louis, dan lainnya.

Saya hakulyakin mereka bisa. Luar biasa untuk mereka. Extraordinaire! Merci. [Adian Saputra]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun