Jangan dibandingkan kami anak-anak kota dengan anak pondok pesantren ya. Tentu jauh sekali.
Kami ini belajar otodidak. Ada yang contek habis gaya Kiai Sejuta Umat Zainudin Mz. Ada juga yang dimirip-miripkan Aa Gym, ada pula lainnya.
Pokoknya, coba dulu. Soal hasil belakangan. Yang penting ada kesempatan tampil. Bagus tidaknya nanti kami evaluasi bareng-bareng.
Saya menilai sekarang juga bagus kalau tradisi itu masih dijaga. Beri kesempatan kepada anak muda untuk menjadi pengisi kultum.
Mungkin yang paling pas usia SMA atau anak kuliahan. Tapi kalau ada yang SMP, juga bagus.
Tidak mesti juga yang laki-laki. Jika ada yang punya talenta mubaligah atau ustazah, itu malah makin keren.
Manfaat tradisi kultum anak muda ini bagus.
Pertama, kaderisasi
Setidaknya ini ikhtiar mengader remaja kita siap tampil. Sekarang mungkin jadi pengisi kultum.
Besok-besok kalau sudah lihai, bisa menjadi khatib Jumat. Atau setidaknya bisa menjadi pembawa acara kalau Jumat sebelum khatib naik mimbar.
Kaderisasi ini penting di masjid, baik di lingkungan rumah maupun di sekolah. Dengan adanya regenerasi, kita takkan kehilangan generasi.