Karena punya masjid sendiri, pengurus gampang bikin program. Apalagi ada banyak siswa yang aktif di OSIS dan Rohani Islam yang bisa digerakkan.
Kebetulan juga ada perkumpulan anak kos yang rajin bikin pengajian. Namanya kalau tak salah Anakonda.
Ini akronim dari anak kos SMAN 2 Bandar Lampung. Ah, jadi kangen masa-masa itu.
Tiga puluh hari penuh kultum jelang tarawih diisi anak-anak seusia saya kala itu. Ya kurang lebih 17-an tahunlah. Bahkan ada yang masih 16.
Tapi waktu itu ya bisa semua. Meski ada yang polanya membaca, tak masalah.
Jemaah juga maklum saja. Soalnya itu bisa jadi ajang belajar. Jangan tanya soal honor ya. Hahaha.
Usai lulus SMA, saya mengadopsi itu ketika menjadi pengurus remaja Islam masjid dekat rumah. Seingat saya tahun 2000-an awal itu saya usul supaya slot penceramah kultum separuh diberikan kepada pengurus Risma.
Awalnya pengurus masjid belum yakin kami bisa. Saya bilang tak usah semua.
Cukup 10 sampai 15 kesempatan saja. Alhamdulillah berjalan. Saya juga tidak tahu waktu itu bisa semua yang dikasih jatah mengisi kultum.
Adanya kultum ini bagi saya sarana efektif untuk generasi muda belajar jadi mubalig, belajar public speaking sederhana, jadi ustaz.
Pengalaman ini pasti akan membekas. Dari sini juga muncul kepercayaan diri bahwa sedari muda juga bisa.