Oleh sebab itu, jurnalisme memandu jurnalisnya untuk menghasilkan karya yang enak dibaca. Jenis dan cara menulisnya orang sebut feature.
Kini memang akrab istilah jurnalisme sastrawi atau jurnalisme sastra. Pertama mengemuka dalam jurnalisme di Amerika Serikat dengan Tom Wolfe sebagai tokoh sentralnya. Durasi 1960-1970 banyak karya jurnalisme di Amerika Serikat dibikin dengan gaya ini.
Saya pernah ikutan kursus jurnalisme sastrawi ini. Memang nyaris sama dengan feature. Hanya banyak pendalaman saja. Mesti ada tokoh, ada fragmen, ada setting, ada klimaksnya, dan sebagainya.
Akan tetapi, saya ingin mengetengahkan yang simpel saja. Setakat ini saya lebih menyukai memberikan gambaran soal menulis feature.Â
Intinya bikinlah karya jurnalistik itu sedetail dan perinci. Ubah gaya menulis dengan pakem langsung kepada cara menulis deskriptif.
Saya akan contohkan beberapa tulisan yang bagus sehingga menjadi contoh. Satu karya besar dunia "Hiroshima" judulnya dibuat oleh John Hersey. Ini tulisan Hersey soal korban selamat bom atom di Hiroshima.Â
Hersey langsung ke lokasi kejadian beberapa bulan usai kota itu luluh lantak dihantam atom. Selama tiga bulan Hersey menulis laporan panjang Hiroshima itu.Â
Awalnya ia menulis untuk majalah The New Yorker, sebuah majalah beken di Negeri Paman Sam. Usai menulis, Hersey kasih itu kepada editor majalah The New Yorker.
Saking bagusnya, editor bilang akan menurunkan tulisan Hersey itu ke dalam satu majalah khusus. Artinya, tak ada tulisan lain di edisi itu selain tulisan Hersey.Â
Tapi pilihan ini tak lazim. Masak iya ada majalah terbit tapi isinya satu tulisan doang. Panjang sih, hanya saja tak umum.
Namun, pilihan redaksi akhirnya menurunkan tulisan Hersey ke dalam satu edisi. Kini, "Hiroshima" jadi karya adiluhung, masterpiece dalam bahasa Inggris.