Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

PMM dan Akulturasi Budaya: Bertukar Sementara, Bermakna Selamanya

22 Maret 2023   13:18 Diperbarui: 22 Maret 2023   13:27 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya hadir ketika malam penglepasan 103 mahasiswa dari 59 kampus se-Nusantara akhir Januari lalu di kampus Universitas Teknokrat Indonesia. Kebetulan dengan Teknokrat, media yang saya kelola ada kerja sama pemberitaan. Biasanya, jika tidak saya, seorang teman reporter yang datang untuk melakukan liputan.

Hubungan dengan Teknokrat bukan relasi biasa. Rektor kampus ini, Nasrullah Yusuf, adalah dosen saya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 

Saya mengikuti dua mata kuliah beliau ketika kuliah. Yang pertama manajemen pemasaran, yang kedua kewirausahaan. 

Pak Nasrullah punya dua anak yang semuanya alumni SMAN 2 Bandar Lampung, satu almamater dengan saya. Putri sulungnya, Dewi Sukmasari, bahkan satu angkatan dengan saya. Kami juga sama-sama di OSIS. Saya ketua umum, Dewi anggota bidang. 

Anak kedua Pak Nasrullah, Mahathir Muhammad, adik kelas. Dua tingkat di bawah kami. Saat dia masuk SMA, pas saya ketua umum OSIS-nya. 

Kenal baik sampai dengan sekarang. Kebetulan pula mereka waktu studi S-1 juga di fakultas tempat ayah mereka mengajar.

Suasana penglepasan meriah malam itu, akhir Januari 2023. Program pertukaran mahasiswa merdeka berdurasi Agustus sampai dengan Desember 2022. Saya mengikuti beberapa aktivitas mereka untuk bahan berita di web yang saya kelola: wartalampung.id.

Para mahasiswa unjuk kebolehan. Mereka bikin tampilan di video betapa mereka bangga bisa ikutan program ini. Wabilkhusus di Universitas Teknokrat Indonesia, kampus swasta yang relatif baru tapi sarat prestasi. 

Robotik dan bahasa Inggris jadi keunggulan komparatif kampus ini. Selain tentunya sarat prestasi juga di bidang seni, budaya, dan olahraga.

Sebanyak 103 mahasiswa itu punya kesan mendalam terhadap program ini. Mereka sukacita menjalaninya. Malam penglepasan itu seolah menjadi bukti.

Semua tampil dengan baik. Ada yang menyanyi, bermain koreografi, dan lainnya. Pak Nasrullah sampai melupakan tidak enak badannya untuk menyanyi bersama mereka.

Sepengamatan saya, semua mahasiswa di sini diajarkan soal budaya Lampung. Ada satu sapaan khas ketika memulai acara dan sudah di-perda-kan. Seusai mengucap assalamualaikum, kita "wajib" bilang "tabik pun". Nanti hadirin yang mendengar menjawab "ya pun". 

Ini kalimat permohonan izin untuk memulai sebuah kegiatan. Sopan santun dimulai dari situ. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Waktu sambutan perwakilan mahasiswa program pertukaran ini ia piawai mengucapkan "tabik pun" yang kemudian dijawab hadirin "ya pun".

Mahasiswa juga diajak ke Museum Lampung. Mereka lihat betapa kaya adat istiadat di provinsi yang punya aksara sendiri ini. 

Mereka juga bisa lihat beberapa benda yang disimpan di sini. Ada yang menarik yakni beberapa benda usai letusan akbar Gunung Krakatau pada 26 Agustus 1883.

Yang juga menarik, para mahasiswa ini belajar bikin tapis. Tapis adalah kain khas Lampung dengan dominasi warna keemasan. Tapis tak hanya dikenakan untuk acara adat. Tapis kini menjadi keseharian masyarakat.

Jika ada kondangan, lazim sekarang panitia khususnya ibu-ibu mengenakan kain tapis. Membuat kain tapis butuh waktu juga. 

Lamanya bergantung pada pola yang hendak dipetakan di kain tersebut. Tapis kini juga acap menjadi selempang yang dikenakan tuan rumah kepada tetamu yang datang.

Kini jika ada pejabat dari pusat datang ke Lampung, sejak di bandara sudah dikalungi kain tapis. Ada juga yang diberikan kopiah bermotif tapis.

Para peserta program pertukaran mahasiswa merdeka ini juga belajar membikin tapis. Mereka khidmat saksama memperhatikan bagaimana lumayan rumit membuat tapis.

Achmad Yudi Wahyudin, Wakil Rektor IV Universitas Teknokrat Indonesia, yang didapuk bertanggung jawab soal ini, bilang ia senang mahasiswa dari luar ini belajar budaya Lampung. Mereka bisa mengenal bahkan mendalami budaya Lampung dengan baik. Tak sekadar ucapan salam, tapi juga budaya dalam fisik yang nyata seperti kain tapis ini.

Saya terkesan juga waktu malam penglepasan itu. Di tengah acara, ada satu penampilan yang buat saya tertegun. 

Barangkali tak hanya saja. Mungkin dosen dan rektor sekalipun tertegun. 

Para peserta program ini mementaskan kepahlawanan Radin Inten II dalam drama yang mereka mainkan kurang lebih dua puluh menit.

Ya benar, mereka yang asalnya dari luar Lampung, mementaskan kepahlawanan Radin Inten II, pahlawan nasional asal Lampung. 

Tata musik yang apik, suara yang sudah direkam sebelumnya, dan riasan para pemain, patut diacungi jempol. Mereka totalitas dalam memainkan fragmen demi fragmen perihal pahlawan nasional ini.

Setakat ini Lampung baru punya 1 pahlawan nasional, Radin Inten II. Namanya kini jadi nama bandara, kampus UIN, dan jalan raya di pusat Kota Bandar Lampung.

Saya kagum kepada mahasiswa ini yang punya ide mementaskan pahlawan daerah tempat mereka studi selama beberapa bulan ini. Saya sendiri sampai sekarang belum sekalipun memainkan pentas Radin Inten II. 

Mungkin juga banyak yang hadir malam itu yang sama sekali belum pernah memainkan peran pahlawan nasional asal Lampung itu.

Jangankan memainkan, mungkin baru kali itu juga kami melihat pementasan kepahlawanan Radin Inten II. Sungguh, saya tidak mengada-ada. 

Mungkin saya yang kurang menonton sendratari semacam itu. Namun, seingat saya, memang baru kali ini menonton drama soal Radin Inten II.

Pentas seni penglepasan  PMM. Dokumentasi Universitas Teknokrat Indonesia
Pentas seni penglepasan  PMM. Dokumentasi Universitas Teknokrat Indonesia
Achmad Yudi Wahyudin juga senang para mahasiswa se-Indonesia ini kepikiran mementaskan kepahlawanan Radin Inten II.

Soal nilai akademik mereka selama belajar di Teknokrat, Yudi angkat dua jempol. Tak ada masalah soal itu. 

Kuliah mereka lancar. Tugas dikerjakan dengan baik. Hasil ujian pun bagus. Sempurna.

Balik ke soal tadi. Saya menilai, PMM, singkatan akrab buat program ini, cocok untuk akulturasi budaya. Dengan menginjakkan kaki di tanah orang, berinteraksi dengan warga setempat dan mahasiswa serta dosen, juga berinteraksi di sini, banyak keuntungan yang didapat.

Tentu saja para peserta PMM ini mendapat pengalaman yang luar biasa. Mereka mendapat teman baru, dosen baru, keluarga baru. 

Mereka juga jadi memahami adat istiadat setempat, belajar langsung budaya setempat, sampai dengan mengapresiasi kultur setempat.

Cara mereka serius mempersiapkan drama Radin Inten II ini contohnya. Akulturasi budaya memang baik diinjeksi sedari dini. Khusus kepada mahasiswa, ini jadi bekalan yang baik. Terlebih akal budi mereka sudah terasah dan lebih siap menerima kebhinnekaan dalam ranah Nusantara.

Saya mengutip kompas.com, akulturasi budaya adalah perpaduan dua kebudayaan atau lebih yang saling memengaruhi, tanpa meninggalkan sifat asli adalah pengertian dari akulturasi.

Akulturasi budaya merupakan proses sosial yang melibatkan beberapa budaya di masyarakat. Proses akulturasi budaya di Indonesia telah berlangsung sejak dahulu.

Hingga kini hasil akulturasi budaya tersebut masih bisa dilihat dan dinikmati.

Wina Puspita Sari dan Menati Fajar Rizki dalam buku Komunikasi Lintas Budaya (2021), menjelaskan akulturasi budaya adalah bersatunya berbagai unsur kebudayaan yang berbeda dan membentuk kebudayaan baru, tanpa menghilangkan ciri khas budaya aslinya.

Adapun Koentjaraningrat mendefinisikan akulturasi budaya sebagai suatu proses, yakni ketika sekelompok orang dengan budaya tertentu menghadapi elemen budaya asing. Elemen tersebut akan diterima dan diproses menjadi budaya mereka tanpa menghilangkan budaya itu sendiri. Artikel lengkap di Kompas.com bisa dibaca di sini.

Jadi, ikhtiar PMM ini dalam ranah budaya cukup tepat. Apalagi menyaksikan sendiri bukti dari program ini pada malam penglepasan tempo hari.

Ada cerita lucu malam itu. Sebelum banyak tampilan dari peserta PMM ini, Rektor Nasrullah Yusuf kasih sambutan. 

Ia bercerita hal yang membuatnya tertawa. Ia bilang pernah memarahi mahasiswa karena rambutnya gondrong. 

Pagi-pagi ia lihat ada mahasiswa gondrong. Padahal di Teknokrat, mahasiswa dilarang gondrong dan harus rapi di kampus. Termasuk mengenakan kemeja dan bersepatu.

Pak Nasrullah sempat memarahi mahasiswa itu dan memintanya keluar dari area kampus. Si mahasiswa bengong saja. Ia juga tak tahu kesalahannya apa. 

Usut punya usut persoalan itu selesai dengan gelak tawa. Pak Nasrullah tak tahu kalau itu mahasiswa peserta PMM. Sementara itu, si mahasiswa juga belum akrab dengan rektor kampus tempatnya menjalani pertukaran.

Saat sambutan di depan, Pak Nasrullah kemudian memanggil mahasiswa yang sempat kena semprot di awal program ini. Sebagai permintaan maaf, Pak Nasrullah memberikan mahasiswa itu sebuah buku.

Merujuk ke kampusmerdeka.kemdikbud.go.id, ada 3 tujuan program ini, yakni mengeksplor dan mempelajari keberagaman budaya Nusantara; berteman dengan mahasiswa dari berbagai daerah; kesempatan belajar di kampus lain di Indonesia.

Peserta PMM. Dokumentasi Universitas Teknokrat Indonesia
Peserta PMM. Dokumentasi Universitas Teknokrat Indonesia
Kasatmata sejauh ini, perihal mempelajari keberagaman budaya Nusantara memang menemukan momentum yang pas. Dengan mukim di daerah tertentu, peserta PMM bisa merasakan betul betapa kaya khazanah budaya Indonesia. Dari sisi ucapan, uluk salam, kebendaan, dan lainnya terasa benar adanya kebhinnekaan.

Kita juga ingin agar kemajemukan khazanah budaya Nusantara itu memang benar-benar dipahami dengan baik. Tidak semua mesti seragam. Sebab, Indonesia memang dibentuk dari beraneka ragam suku bangsa, agama, budaya, dan lainnya.

Semua tinggal dipersatukan dalam wadah besar bernama Indonesia. Dari situlah semua bisa bersinergi untuk mewujudkan mimpi besar Indonesia.

Dalam konteks mahasiswa, saya menduga agak lebih mudah proses pembelajaran budaya ini. Sebab, sebagai insan akademik, mereka tentu didorong untuk menggunakan logika dengan baik. 

Sehingga sampai pada sebuah kesimpulan bahwa PMM ini hanya pemantik agar mereka menjadi sumber daya manusia Indonesia yang bisa diandalkan.

Saya menilai akan lebih baik jika ada kelanjutan dari program ini. Dalam arti, PMM memantik kesadaran mahasiswa bahwa mereka punya tanggung jawab moral di lingkungan. 

Kita tentu ingin alumni dari PMM ini kemudian menjadi motor utama di kampus dan lingkungan tempat tinggal. Mereka mengajak generasi muda lain untuk peduli terhadap lingkungan sekitar. 

Apa yang bisa mereka lakukan untuk kebaikan, bisa disinergikan. Tiap orang pasti punya talenta masing-masing. Tinggal memadupadankan dan menyinergikan itu sehingga menjadi sesuatu yang punya makna.

Malam penglepasan itu berakhir jelang tengah malam. Semua tampak tidak mau meninggalkan gelanggang mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia. 

Beberapa kemudian meminta foto dengan rektor dan dosen setempat yang sudah membimbing dalam satu semester yang lalu. Grup band di panggung juga tampak tak mau segera berakhir. 

Namun, semua sadar, ada pertemuan, ada perpisahan. Akan tetapi, semua juga sepakat seperti moto acara ini. Bertukar Sementara, Bermakna Selamanya. [Adian Saputra]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun