Presiden Jokowi meminta masyarakat membelanjakan duitnya agar banyak sektor ikut bergerak. Ia misalnya mengajak masyarakat makan di restoran, menonton konser, berwisata ke pusat-pusat rekreasi, dan lainnya.Â
Intinya, Presiden ingin ada perputaran duit dalam jumlah besar. Itu dipercaya menggerakkan roda perekonomian.Â
Presiden juga waswas jika akumulasi tabungan di bank melonjak sampai Rp8.004 triliun. Narasi ini ditafsirkan dari berita di Koran Tempo edisi Rabu, 1 Maret 2023.
Kita barangkali bisa memahami permintaan Kepala Negara ini. Sebab, dengan banyaknya aktivitas masyarakat di pasar, uang akan berputar. Uang dari konsumen masuk ke pengelola produk dan jasa. Dari situ kemudian menimbulkan efek berantai yang bisa dirasakan manfaatnya.
Misalnya saja jika ada konser. Dari duit yang dibelanjakan penonton, akan tersedot untuk kebutuhan konser sendiri.Â
Selain itu, pernak-pernik dari sebuah konser juga mendatangkan massa dalam jumlah banyak. Walhasil warga membelanjakan uangnya. Mungkin untuk membeli kudapan, minuman, transportasi ke tempat konser, dan belanja lainnya.
Demikian pula jika masyarakat pada akhir pekan ramai-ramai membelanjakan uang di restoran. Uang akan berputar. Perekonomian akan ada pergerakan.Â
Imbasnya, uang yang mengalir akan dinikmati banyak pihak. Kurang lebih demikian analisisnya.
Untuk konteks ini, kita tentu sangat sependapat. Ini juga berarti ekonomi kita hidup. Semua sektor bergerak.Â
Namun, setakat ini, tak semua elemen masyarakat bisa merealisasikan keinginan Presiden. Kita memang bisa dibilang sudah melewati masa pandemi.Â
Boleh jadi Presiden berharap sekaranglah masa masyarakat keluar dan membelanjakan uangnya. Dua tahun masa pandemi, nyaris semua sektor terpukul. Kini saatnya bangkit.
Meski demikian, ada beberapa alasan mengapa publik tidak begitu menggubris ajakan ini.
Pertama, terpengaruh dengan diksi resesi
Presiden Jokowi sendiri dalam beberapa kesempatan bilang ekonomi dunia sedang tidak baik-baik saja. Ancaman resesi kemudian diterima publik dari beragam warta di media massa juga media sosial.Â
Karena ada ketidakpastian inilah publik cenderung menunggu. Ketimbang membelanjakan uang untuk kebutuhan yang nonpokok, publik lebih kerasan menyimpannya. Publik menabung.
Saya menduga, elemen masyarakat yang demikian juga berasal dari kalangan menengah yang wait and see untuk masa depan. Minimal di tahun ini.Â
Tahun 2023 bisa dibilang uji coba kesiapan masyarakat usai pandemi. Oleh karena itu, kecenderungannya menunggu dahulu dalam beberapa bulan ke depan.
Ketidakpastian inilah yang memicu masyarakat menahan uang mereka. Sebagai pengelola media massa daring, saya membacanya demikian.Â
Media massa daring dapat uang salah satunya dari iklan. Ada kerja sama dengan pihak lain untuk urusan advertising juga sumber uang masuk.Â
Klien utama selain pemerintah daerah ialah swasta. Misalnya saja hotel, bank, pusat wisata, partai politik, calon anggota legislatif, dan sebagainya.
Hingga kini memang keinginan membelanjakan uang ke arah situ belum begitu besar. Tadi itu persoalannya.Â
Semua masih menunggu dan melihat ke mana arah ekonomi tahun ini. Karena sama-sama menunggu dan enggan keluar duit, keinginan Presiden tadi belum tercapai menggembirakan.
Kedua, harga kebutuhan pokok yang naik
Dalam beberapa waktu ini harga beberapa kebutuhan pokok naik. Sering ikut reses anggota DPD RI, banyak masyarakat mengeluh. Harga bahan pokok naik menjelang Ramadan.Â
Beras saja menyentuh angka Rp12 ribu per kilogram. Kenaikan ini dipercaya mengimbas ke yang lain, misalnya, minyak goreng, telur, susu, tepung, dan lainnya.
Ketiga, momentum jelang Ramadan
Menjelang Ramadan di mana-mana orang bersiap-siap menyambutnya. Presiden tak usah khawatir dengan elemen konsumsi rumah tangga.Â
Sejauh ini, elemen konsumsi rumah tangga memang penyumbang terbesar untuk struktur perekonomian bangsa ini. Di tengah situasi pandemi lalu, konsumsi rumah tangga juga menyumbang signifikan.
Bagaimanapun kondisinya, konsumsi rumah tangga itu sebuah keniscayaan. Meskipun dalam kondisi sulit, konsumsi rumah tangga ini sangat menentukan.
Jadi, jeda setengah bulan ini, masyarakat memang masih menabung untuk persiapan Ramadan dan Lebaran. Jadi, tak usah begitu khawatir dari sisi konsumsi rumah tangga.
Keempat, suruh orang kaya spending money
Yang mesti dilakukan Presiden dan semua kementerian adalah mendorong orang-orang kaya untuk spending money sebagaimana yang diinginkan. Untuk skema orang kaya, tentu pembelanjaannya tidak seperti orang yang kelasnya rata-rata air.
Spending money-nya orang kaya tentu wisata ke pusat-pusat wisata terkenal di Indonesia. Jika perlu kementerian yang dipimpin Sandiaga Uno kasih harga premium untuk mereka.Â
Misalnya, paket wisata ke Labuan Bajo dibikin sekian hari dengan harga premium. Dengan begitu, semua elemen yang menyangkut pariwisata tadi bisa hidup. Plus dengan ekonomi kreatif di dalamnya.
Jangan suruh masyarakat kelas menengah ke bawah spending money. Itu tetap mereka lakukan. Konsumsi rumah tangga sudah jelas.Â
Cicilan KPR pun barangkali mayoritas iya dilakukan. Kebutuhan digital masyarakat juga masih terpelihara.
Pekerjaan rumah pemerintah tentu saja mendorong orang-orang kaya beli kendaraan baru, rajin menonton konser, makan tiap pekan di restoran, dan rekreasi ke objek pariwisata kelas wahid di Indonesia.
Kelima, spending money dengan filantropi
Saya punya gagasan agar orang-orang berpunya meningkatkan spending money-nya dengan peningkatan filantropi. Misalnya jelang Ramadan dan Lebaran nanti, zakat mal diperhatikan. Dikeluarkan 2,5 persen dari total harta yang sudah mencapai ambang batasnya yakni senilai 85 gram emas.
Saya hakulyakin, dunia filantropi kita akan mendapat banyak asupan dari gerakan filantropi ini. Khususnya untuk lembaga amil zakat dan kemanusiaan yang terverifikasi Baznas.Â
Spending money dalam konteks filantropi juga akan menggerakkan perekonomian. Dengan memperbanyak bantuan modal kepada duafa, berarti ada lonjakan uang yang beredar.
Duafa bisa membeli bahan baku untuk mereka berusaha. Dengan demikian, ada pendapatan yang mereka terima untuk kemudian dibelanjakan demi menaikkan komposisi konsumsi rumah tangga nasional.
Semoga lima argumentasi soal ajakan spending money Presiden Jokowi bisa terealisasi. Semua demi hajat hidup orang banyak dan orang kebanyakan.Â
Terima kasih sudah membaca dengan saksama dan dalam durasi yang sedang-sedang saja. [Adian Saputra]
Foto pinjam dari sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H