Rumah saya sekarang sejatinya belum lunas. Waktu beli awal dan merenovasi, saya patungan sama ibu mertua. Kebetulan mama mertua ikut saya ketimbang dua anak kandung laki-lakinya yang lain.Â
Tapi sejak setahun belakangan, saya cicil untuk membeli penuh rumah itu. Alhamdulillah akta tanah dan rumah sudah diamankan. Tinggal mencicil kepadanya lagi.
Belum juga rampung, setahun lalu kami ambil rumah lagi tapi agak jauh. Rumah subsidi, soalnya mau beli yang komersial, duitnya tak cukup. Kami ambil itu sebagai aset.Â
Adik kelas yang kebetulan yang jadi kepala cabang BUMN perumahan yang menawari. Dia bilang tahun-tahun mendatang tidak tahu apakah ada slot buat rumah subsidi dengan harga awal terjangkau atau tidak. Walhasil kami ambil.Â
Tentu pakai nama istri karena kerjanya lebih tertib orang kantoran ketimbang saya yang sekarang "pengangguran berpenghasilan".
Kalau dobel gardan, masih ada kans untuk menambah aset itu. Ini buat ukuran kami ya. Ukuran orang yang penghasilannya rata-rata air.Â
Bukan tipikal juragan besar atau karyawan profesional atau gaji setara pejabat Ditjen Pajak yang anaknya bermasalah itu. Ups.
Keempat, bisa kasih bulanan ke orangtua
Saban bulan saya dan adik-adik sekarang patungan juga membahagiakan ibu dan Papi. Tidak bakal kebayar sih apa yang sudah mereka lakukan kepada kami saat kami kecil dan mentas pendidikan sampai berkeluarga. Namun, setidaknya, kami ada sedikit perhatian.Â
Kebetulan dua adik saya secara pendapatan lebih baik ketimbang kakaknya ini. Nasib, nasib...
Dengan dobel gardan ya memungkinkan bisa kasih sedikit uang atau makanan enak kepada orangtua. Entah kalau sendirian cari penghasilan kayak saya. Alhamdulillah disyukuri saja.