Abdurahman Wahid memang menjadi fenomena di Indonesia. Apalagi kala cucu pendiri NU Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari itu menjadi presiden RI.Â
Satu peninggalan Gus Dur, sapaan akrab Abdurahman Wahid, saat menjadi presien, adalah membuka sekat-sekat kebangsaan dengan memberikan peluang kepada kalangan Tionghoa untuk merayakan Imlek dengan bebas dengan segala varian budayanya.
Gus Dur juga membuka jalan bagi banyak elemen masyarakat untuk semakin egaliter. Pada pokoknya, Gus Dur dipandang sebagai pahlawan bagi keberagaman.
Jauh sebelum itu, Gus Dur dikenal sebagai kolumnis. Saya ingat sempat membaca beberapa tulisan Gus Dur di tabloid Bola.Â
Ulama kenamaan NU ini memang piawai dalam mengutak-atik narasi dalam tema sepak bola. Hebatnya lagi, prediksi Gus Dur ini sering betulnya. Saya menyaksikan sendiri.
Waktu Piala Dunia tahun 1998 digelar di Prancis, TVRI melakukan wawancara dengan Gus Dur. Pertandingan pertama mempertemukan juara bertahan Brasil dengan tim Skotlandia. Usai bincang sana dan sini, presenter tanya kepada Gus Dur.
"Gus, Brasil lawan Skotlandia kira-kira siapa yang menang dan berapa skornya."
Gus Dur dengan enteng menjawab, "Brasil yang menang, skornya 2-1 untuk Brasil."
Presenter acara tanya lagi ke Gus Dur. Kenapa Gus Dur pegang Brasil menang, bukannya Skotlandia.
Gus Dur jawab sambil terkekeh. "Skotlandia sering kalah."
Usai itu, saya menonton pertandingan pembuka Piala Dunia 1998 di Prancis di TVRI. Saya memang suka dengan Brasil. Faktor utama karena saya fans berat kiper Timnas Brasil Claudio Taffarel.Â
Saya ngefans sama Taffarel sejak lama. Apalagi kala ia main di klub Parma, Italia, usai Piala Dunia 1990 di Italia.
Prediksi Gus Dur benar. Brasil menang atas Skotlandia.Â
Skornya juga sesuai dengan prediksi Gus Dur, 2-1 untuk kemenangan Brasil. Hebat memang Gus Dur ini.
Gus Dur menjadi bapak bangsa karena ia ditunjang oleh kepiawaian dalam menulis. Tak banyak tokoh sekarang yang bisa menulis dengan baik.Â
Menulis dalam artian, ia sendiri yang mengetik di laptop atau komputer dengan pikiran dan gagasan yang muncul dari otaknya sendiri. Bukan sekadar punya ide dasar tapi yang menuliskan malahan orang lain.
Gus Dur kemudian menjadi manusia yang punya ide orisinal. Tabiatnya yang kadang mengagetkan memang khas dia seperti itu.Â
Justru itulah titik penting buat Abdurahman Wahid dalam menjejakkan pikirannya untuk bangsa ini. Karena piawai menulis, Gus Dur juga piawai bertutur kata.Â
Meski pascasakit fisiknya tak seperti dulu, Gus Dur masih punya daya pikat yang luar biasa.
Bayangkan saja, dalam kondisi fisik seperti itu, ia masih terpilih menjadi presiden RI usai pemilu 1999. Gus Dur kala itu dipilih oleh anggota DPR hasil pemilu 1999.Â
Pemilihan presiden waktu itu tak seperti sekarang yang dipilih langsung oleh rakyat.
Saya waktu itu jarang dengar pidato Gus Dur. Tapi pidatonya usai dilantik menjadi presiden RI memang luar biasa.Â
Daya tarik perkataan seorang bapak bangsa memang terasa sekali. Uniknya Gus Dur, masih menyempatkan celoteh ringan yang bikin orang tergelak-gelak.
Saya kira, kemampuan menulisnya ini juga dibangun oleh relasinya yang luas hingga ke luar negeri. Pergaulan luas itu yang kemudian sering memunculkan candaan khas Gus Dur yang sekarang bisa kita simak penggalan-penggalannya di beragam akun Youtube.
Partai besutan Gus Dur, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), kini masih eksis. Dahulu, jelang pemilu 1999, 48 partai yang ikut pemilu dan ada beberapa partai lain berbasis NU.Â
Ada Partai Nahdlatul Ummah (PNU), Partai Kebangkitan Umat (PKU), dan lainnya. Namun, PKB besutan Gus Dur dengan ketua pertama Matori Abdul Djalil yang eksis sampai dengan sekarang.
Pertanyaan kita adalah, mengapa sampai dengan sekarang tak muncul orang sekualitas Gus Dur dari rahim Nahdlatul Ulama? Benar banyak tokoh juga yang ada di NU ini.Â
Ada Hasyim Muzadi, mantan ketua PBNU yang sempat menjadi cawapres berpasangan dengan Megawati. Ada juga Sholahudin Wahid alias Gus Sholah.
Di deretan yang kekinian ada Yahya Staquf, ketua PBNU sekarang, yang kala Gus Dur presiden, Yahya ini menjadi juru bicara. Muhaimin Iskandar juga bisa disorongkan karena berasal dari NU dan kini pimpin PKB.
Namun, belum ada yang sekualitas Gus Dur baik dalam kemampuan literasi yang luar biasa, kemampuan bicara yang santai tapi mengena, dan candaan-candaan bikin ketawa tapi sarat kecerdasan.
Kalau NU ini menjaga peradaban untuk kebangkitan baru di Indonesia, menurut saya, mesti lekas-lekas melahirkan lagi orang sekualitas Abdurahman Wahid.Â
Memang benar, pemimpin semacam itu kadang tidak dilahirkan dari sekolah formal. Tapi, apa yang dilakukan Gus Dur waktu itu bisa dijadikan rujukan.
Misalnya, membudayakan menulis bagi semua santri dan pengurus NU di semua tingkatan. Kemudian meningkatkan kualitas bicara di depan publik dengan menyesuaikan audiensnya. Lalu memberikan advis bagi masalah kebangsaan dengan ide segar brilian.
Tokoh NU jangan malah mereduksi kepiawaian yang sudah ditunjukkan Gus Dur selama ini. Gus Dur sangat mengusung soal pluralisme dan demokrasi. Gus Dur turun dengan legawa ketika sidang istimewa MPR memakzulkannya.
Kini, kalau tokoh NU atau PKB malah sering berujar kontraproduktif dengan apa yang dahulu dilakukan Gus Dur, sangat disayangkan.
Gus Dur cukup kurang dari dua tahun menjadi presiden (20 Oktober 1999-23 Juli 2001) dan meninggalkan catatan cemerlang, kini kepala desa mau sembilan tahun menjabat selama satu periode?Â
Dulu Gus Dur santai dan bilang "gitu aja kok repot", malah kini ada usulan memanjangkan masa jabatan presiden dan DPR sampai tiga tahun ke muka. Juga muncul ide ada presiden yang sudah dua kali menjabat bisa kembali berlaga di pilpres.
Seolah-olah, yang dahulu diperjuangkan reformasi dan juga Gus Dur, kini tereduksi oleh keserakahan untuk berkuasa.Â
Saya menilai, NU punya tugas penting untuk kembali memunculkan orang sekaliber KH Abdurahman Wahid. NU pasti bisa mewujudkannya dengan segala pengalaman sarat sejarah selama ini dan infrastruktur yang dimiliki.Â
Wallahul muwafiq ila aqwamitthoriq. [Adian Saputra]
Gambar pinjam dari sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H