Daya tarik perkataan seorang bapak bangsa memang terasa sekali. Uniknya Gus Dur, masih menyempatkan celoteh ringan yang bikin orang tergelak-gelak.
Saya kira, kemampuan menulisnya ini juga dibangun oleh relasinya yang luas hingga ke luar negeri. Pergaulan luas itu yang kemudian sering memunculkan candaan khas Gus Dur yang sekarang bisa kita simak penggalan-penggalannya di beragam akun Youtube.
Partai besutan Gus Dur, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), kini masih eksis. Dahulu, jelang pemilu 1999, 48 partai yang ikut pemilu dan ada beberapa partai lain berbasis NU.Â
Ada Partai Nahdlatul Ummah (PNU), Partai Kebangkitan Umat (PKU), dan lainnya. Namun, PKB besutan Gus Dur dengan ketua pertama Matori Abdul Djalil yang eksis sampai dengan sekarang.
Pertanyaan kita adalah, mengapa sampai dengan sekarang tak muncul orang sekualitas Gus Dur dari rahim Nahdlatul Ulama? Benar banyak tokoh juga yang ada di NU ini.Â
Ada Hasyim Muzadi, mantan ketua PBNU yang sempat menjadi cawapres berpasangan dengan Megawati. Ada juga Sholahudin Wahid alias Gus Sholah.
Di deretan yang kekinian ada Yahya Staquf, ketua PBNU sekarang, yang kala Gus Dur presiden, Yahya ini menjadi juru bicara. Muhaimin Iskandar juga bisa disorongkan karena berasal dari NU dan kini pimpin PKB.
Namun, belum ada yang sekualitas Gus Dur baik dalam kemampuan literasi yang luar biasa, kemampuan bicara yang santai tapi mengena, dan candaan-candaan bikin ketawa tapi sarat kecerdasan.
Kalau NU ini menjaga peradaban untuk kebangkitan baru di Indonesia, menurut saya, mesti lekas-lekas melahirkan lagi orang sekualitas Abdurahman Wahid.Â
Memang benar, pemimpin semacam itu kadang tidak dilahirkan dari sekolah formal. Tapi, apa yang dilakukan Gus Dur waktu itu bisa dijadikan rujukan.
Misalnya, membudayakan menulis bagi semua santri dan pengurus NU di semua tingkatan. Kemudian meningkatkan kualitas bicara di depan publik dengan menyesuaikan audiensnya. Lalu memberikan advis bagi masalah kebangsaan dengan ide segar brilian.