Masa media daring bermunculan, juga banyak organisasi wartawan. Ada yang namanya Ikatan Wartawan Online atau (IWO), juga beberapa serikat atau aliansi media massa daring. Misalnya Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Aliansi Media Siber Indonesia (AMSI) dan lainnya.
Jadi, kini, tidak semua wartawan itu bernaung di bawah PWI. Tapi memang, kadang publik menyamaratakan semua.Â
Hampir tiap kali Hari Pers Nasional, pesan di ponsel saya masuk beberapa ucapan. Mereka kira saya juga anggota PWI dan merayakan Hari Pers Nasional.
Kalau merujuk pada sejarah Hari Pers Nasional, memang hanya mereka yang tergabung dalam PWI saja yang merayakan. Mereka yang mungkin lahir belakangan dan hidup alam reformasi, bisa memilih organisasi yang mau diikuti.
Masuk organisasi profesi pers ini tidak dipaksa. Tidak masuk juga tidak apa-apa.Â
Beberapa jurnalis dari media-media besar ada kecenderungan tidak bernaung di bawah organisasi profesi pers manapun. Saya pernah ketemu pemimpin redaksi koran besar nasional berbasis ekonomi.Â
Dia bilang, kalau di media massanya sudah diurusi semua, tak perlu lagi bergabung dengan organisasi profesi pers. Itu kata dia.
Mereka sudah menganggap bekerja di media massa yang bonafide itu sudah cukup. Kalau ada apa-apa dengan kerjaan, kantorlah yang maju.
Berorganisasi juga bukan pilihan wajib bagi jurnalis sekarang. Mau ikut organisasi profesi pers, silakan, tidak juga tak apa-apa.Â
Mau masuk PWI, silakan, mau masuk AJI, IJTI ataupun lainnya tak masalah. Apalagi kecenderungan jurnalis milenial tidak begitu memedulikan.
Paling satu yang bikin pening untuk syarat bisa ikut uji kompetensi wartawan-nya PWI atau uji kompetensi jurnalis (UKJ)-nya AJI. Bisa dapat sertifikat kompeten ini baik level muda, madya, dan utama mesti diteken oleh Dewan Pers.Â