Koran sekelas Republika tumbang. Bernas di Yogyakarta, koran bergengsi di tanah Jawa itu, juga lebih dahulu tutup. Majalah-majalah ternama dahulu juga sudah lama berhenti beroperasi.
Kini yang masih lumayan banyak bertahan adalah media konvensional (koran) dan web di daerah, khususnya lagi yang kepemilikannya pribadi, bukan dari grup media besar nasional.
Dulu koran berjaya dengan pemasukan iklan yang luar biasa. Pemerintah daerah lazimnya bekerja sama dengan koran.
Angkanya cukup fantastis. Sekarang juga masih ada kerja sama, tetapi angkanya menurun jauh.
Saya mengamati, di Bandar Lampung saja, mungkin tahun 2015 mulai banyak bermunculan media daring. Koran medioker lokal masih ada.
Namun, terbit mereka tak saban hari. Bisa terbit dari Senin sampai Jumat saja sudah bagus. Malahan ada yang seperti puasa sunah: Senin dan Kamis.
Media daring kemudian bermunculan. Kebanyakan sekarang dikelola oleh sedikit orang.
Kebanyakan juga mereka yang sudah matang di koran kemudian bikin media daring sendiri. Pekerjanya juga tak begitu banyak.
Kalau didirikan oleh orang lokal, seperti saya misalnya di wartalampung.id, pasti jumlah awaknya minimalis. Kami saja sekarang hanya diawaki tiga orang.
Saya saban hari mengedit dan mengunggah tulisan, dibantu satu reporter, dan satu orang menjaga web dengan baik.
Saya tidak tahu persis jumlah media massa daring sekarang di kota saya berapa. Tapi kalau seratusan rasanya lebih.