2. Ikut naik tanpa membayar. Contoh kalimat. Masih banyak orang yang membonceng bus kota.
3. Ikut serta (makan, bertamasya, membaca koran, dan sebagainya) dengan tidak turut membayar atau mengeluarkan biaya.
4. Ikut-ikutan (menepuk dada, menganggap diri berjasa, mendapat nama, kedudukan, dan sebagainya).
Berboncengan/ber*bon*ceng*an/ v naik satu kendaraan bersama-sama yang satu membonceng yang lain (dengan sepeda, sepeda motor, dan sebagainya).
Memboncengkan/mem*bon*ceng*kan/ v mengikutsertakan naik (kendaraan).
Boncengan/bon*ceng*an/ n tempat untuk membonceng atau menaruh bagasi (barang yang dibawa) pada sepeda, sepeda motor, dan sebagainya.
pembonceng/pem*bon*ceng/ n 1 orang yang membonceng; 2 pihak yang ikut ambil bagian dalam suatu pergolakan (gerakan, peristiwa, dan sebagainya) yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pihak lain yang dianggap menguntungkan pihaknya; 3 orang atau golongan yang memanfaatkan kekuasaan (pengaruh, wibawa, popularitas, dan sebagainya) orang lain untuk mencapai tujuannya;
pemboncengan/pem*bon*ceng*an/ n proses, cara, perbuatan membonceng.
Nah, dari sini kita akhirnya sadar bahwa membonceng itu orang yang ada duduk di belakang. Membonceng ini unik karena kata kerja tapi pasif saja. Tinggal duduk doang dan nebeng, lazimnya juga tidak membayar karena memang nawaitunya menumpang.
Karena itu, nanti-nanti kala menulis lagi, kita sudah benar menempatkan urusan bonceng-membonceng ini dalam kalimat.
Waktu Jepang kalah dan Belanda mau masuk lagi ke Indonesia, tentara Negeri Tulip itu membonceng NICA atau Sekutu. Jadi, yang menumpang itu Belanda-nya. Sekutu atau NICA memboncengkan.