Ada beberapa kompasianer yang menetap di luar negeri dan memberikan ulasan yang keren. Ulasan khas jurnalis warga. Tata bahasa bagus, cara penyajian apik, ditambah foto, makin kerenlah itu menjadi konten jurnalistik yang oke punya. Ini barangkali tak ada di web atau situs berita yang punya aturan baku soal jurnalisme. Apalagi di Kompasiana tak ada suntingan oleh admin. Semua karya adalah tanggung jawab penulisnya. Tentu asal tulisan itu relevan, akan ditayangkan.
Kekuatan keunikan khas jurnalis warga ini yang bikin kangen baca Kompasiana. Apalagi  tulisan tentang daerah lain, seolah kita membaca Taman Mini Indonesia Indah dalam pikiran kita. Pola ini saya meyakini akan terus tersaji sebagai sebuah daya tarik dan pesona dari kamu, iya kamu, Kompasiana.
Ketiga, artikel utama dan kompetisi yang sehat
Siapa sih Kompasianer yang tidak senang jika artikelnya dijadikan headline atau artikel utama. Dengan menjadi artikel utama, tulisan akan bertahan selama beberapa jam. Ini memperbesar peluang dibaca banyak orang. Ada sensasi yang beda ketika tulisan kita dijadikan artikel utama.
Adanya artikel utama, membuat setiap penulis di sini berusaha menyajikan artikel yang terbaik. Ini bagus, sangat bagus malahan. Kompetisi menghasilkan artikel yang bagus ini sadar atau tidak makin memperluas jangkauan literasi dan edukasi Kompasiana kepada pembaca. Karena menyajikan yang terbaik, siapa yang diuntungkan? Yang diuntungkan adalah pembaca. Sebab, ia akan membaca begitu banyak artikel yang berkualitas dan bergizi tinggi. Tak sayang berjam-jam memelototi blog ini untuk mencari oasis dari persoalan di sekitar. Saya sungguh beruntung menyantap artikel bermutu yang disajikan penulisnya.
Hidup tak enak kalau sendirian. Maka kita butuh orang. Dalam konteks ini, kita butuh kompetisi. Kompetisi menghasilkan produk yang baik. Paling yang pusing adminnya. Saking banyaknya artikel yang bagus, kadang setelah beberapa hari diunggah baru dijadikan artikel utama. Ini menandakan kompetisi menyajikan konten berkualitas di sini semakin hari semakin kompetitif.
Keempat, lomba menulis
Lomba itu buat saya stimulus saja, merangsang minat narablog untuk ikut dalam kompetisi menulis. Tentu setiap orang punya harapan menang, syukur-syukur juara, atau setidaknya jadi juara harapan. Karena ingin menang, setiap penulis hakulyakin mencari angle yang menarik dan daya pikat agar menang. Stimulus semacam ini baik bagi Kompasiana. Selain menjaga kontinuitas mereka yang aktif, juga menggugah penulis lain untuk masuk menjadi narablog di sini. Alhasil semakin banyak jumlah penulis di Kompasiana.
Soal menang-tidak menang, itu sudah manusiawi. Ada kala menang, ada kala tak menang (bukan kalah ya). Tapi ia selalu menjadi tungguan para penulis untuk ikut lomba. Apalagi namanya lomba pasti ada hadiah. Ada yang berupa uang atau produk. Semua punya daya tarik. Saya sih usul kalau bisa dalam sebulan itu ada empat jenis lomba yang diadakan, hahaha.
Kelima, centang biru dan penghargaan atas kompetensi
Saya sejujurnya baru ngeh juga kalau ada tanda centang biru pada beberapa Kompasianer. Mungkin saking lamanya tidak baca dan menulis di sini, sampai lupa kalau ada penanda atau centang biru itu. Rupanya penanda itu bentuk apresiasi admin kepada setiap penulis yang bisa dibilang tak diragukan lagi kualitasnya. Wabilkhusus pada bidang-bidang tertentu. Ini juga tentu bikin senang. Artinya, ada apresiasi bagi setiap penulis yang berusaha serius tapi santai dalam menyajikan konten.