SAYA mulai menulis di Kompasiana pada Juni 2010. Kurang lebih 12 tahun yang lampau. Artikel pertama saya tentang Grameen Bank langsung diganjar headline alias artikel utama oleh admin Kompasiana. Nama-nama beken di awal Kompasiana seperti Pepih Nugraha dan Iskandar "Isjet" Zulkarnaen, juga Nurulloh lumayan intens berkomunikasi. Beberapa kali ikutan lomba menulis dan menang dong. Tapi yang tidak menangnya jelas lebih banyak.
Terakhir saya dapat hadiah dari Kompasiana itu tahun 2015 kalau tak salah. Saya juara II menulis soal Taman Mini Indonesia Indah. Hadiahnya laptop Lenovo, alhamdulillah. Usai itu, "keberuntungan" tanpaknya menjauhi saya. Tolong dong keberuntungan, dekati saya lagi.
Dari 12 tahun kebersamaan saya itu, belum jua satu kali pun ikut Kompasianival. Entahlah tahun depan. Saya empat tahun absen menulis. Seingat saya sejak 2018 saya bisa dibilang "tidak menulis" di Kompasiana. Barulah pertengahan Desember ini saya mulai aktif ngeblog lagi. Ya maklum saja "pengangguran berpenghasilan", hahahaha. Sampai dengan sekarang, peringkat pun masih "Taruna". Saya sedang mengejar dua ribuan poin supaya naik kelas jadi "Penjelajah". Masak 12 tahun masih Taruna aja, hehehe.
Saya juga tidak tahu kalau ditanya kenapa sudah selama itu, masih saja di Taruna. Ya setidaknya masuk Penjelajah-lah. Yang jelas, peringkat itu wajar saya terima karena ketidaktifan selama ini. Admin juga sudah punya hitungan yang jelas soal poin dan peringkat di dalam blog bersama ini. Yang pasti juga, ngeblog di Kompasiana ini bikin kangen. Selain bisa jumpa dengan kawan-kawan lama yang bisa dibilang generasi awal di sini, saya juga bisa ketemu dengan penulis lain. Meski tahun masuknya lebih anyar ketimbang saya, peringkat dan jumlah artikel mereka sungguh dahsyat.
Saya tanpa sungkan mem-follow beberapa teman baru ini. Saya mendapat banyak ilmu baru di sini. Interaksi yang dikembangkan juga baik. Buat saya Kompasiana ini punya banyak faktor sehingga penulis seperti saya kembali mau aktif menulis lagi. Saya sampai lupa tadinya kata kunci mau masuk ke dasbor Kompasiana ini. Saking lamanya tidak mengunggah tulisan di sini. Untungnya masih ketemu dan bisa. Doakan dan dukung saya ya bulan ini bisa kejar target jadi "Penjelajah" ya hahahaha.
Saya menduga Kompasiana ini punya 5 pesona 0yang bikin daya tarik. Daya tarik ini yang kemudian bisa bikin penulis yang sudah lama absen seperti saya, balik dan berusaha "merintis" lagi di sini. Meski konteksnya blog, ia bersaing dengan media arus utama yang diperkuat sejumlah reporter, editor, tenaga teknologi informasi, ahli SEO, dan sebagainya. Saya menilai ada 5 faktor yang bikin Kompasiana ini punya daya tarik dan pesona.
Kesatu, isunya bersaing dengan media massa arus utama
Setiap isu yang berkembang di media arus utama, kita juga bisa membacanya di Kompasiana. Â Memang sebagian besar adalah opini yang dibuat Kompasianer. Namun, ini bagus dan memang dibutuhkan. Orang butuh opini sebagai ruang untuk mengeluarkan pikiran dan gagasan ke dalam bentuk tulisan.
Ada pula yang berbasis peristiwa yang sedang menjadi pembahasan banyak orang. Dengan sumber informasi yang melimpah di televisi, media sosial, dan lainnya, Kompasianer bisa memverifikasinya kemudian mendedahkan dalam sebuah tulisan baru yang segar. Kompasiana memang tidak bisa diperbandingkan sama dan sebangun dengan media massa daring yang arus utama yang saban hari produksi berita. Kompasiana punya kekhasan karena menjadi blog bersama.
Meski demikian, setakat ini, Kompasiana bersaing dalam isu dengan media massa arus utama. Apa yang tersaji di situs berita, tak lama sudah ada pembahasannya di Kompasiana. Tak melulu opini, reportase memikat khas reporter warga juga tersaji lengkap.
Kedua, reportase unik dan memikat
Ada beberapa kompasianer yang menetap di luar negeri dan memberikan ulasan yang keren. Ulasan khas jurnalis warga. Tata bahasa bagus, cara penyajian apik, ditambah foto, makin kerenlah itu menjadi konten jurnalistik yang oke punya. Ini barangkali tak ada di web atau situs berita yang punya aturan baku soal jurnalisme. Apalagi di Kompasiana tak ada suntingan oleh admin. Semua karya adalah tanggung jawab penulisnya. Tentu asal tulisan itu relevan, akan ditayangkan.
Kekuatan keunikan khas jurnalis warga ini yang bikin kangen baca Kompasiana. Apalagi  tulisan tentang daerah lain, seolah kita membaca Taman Mini Indonesia Indah dalam pikiran kita. Pola ini saya meyakini akan terus tersaji sebagai sebuah daya tarik dan pesona dari kamu, iya kamu, Kompasiana.
Ketiga, artikel utama dan kompetisi yang sehat
Siapa sih Kompasianer yang tidak senang jika artikelnya dijadikan headline atau artikel utama. Dengan menjadi artikel utama, tulisan akan bertahan selama beberapa jam. Ini memperbesar peluang dibaca banyak orang. Ada sensasi yang beda ketika tulisan kita dijadikan artikel utama.
Adanya artikel utama, membuat setiap penulis di sini berusaha menyajikan artikel yang terbaik. Ini bagus, sangat bagus malahan. Kompetisi menghasilkan artikel yang bagus ini sadar atau tidak makin memperluas jangkauan literasi dan edukasi Kompasiana kepada pembaca. Karena menyajikan yang terbaik, siapa yang diuntungkan? Yang diuntungkan adalah pembaca. Sebab, ia akan membaca begitu banyak artikel yang berkualitas dan bergizi tinggi. Tak sayang berjam-jam memelototi blog ini untuk mencari oasis dari persoalan di sekitar. Saya sungguh beruntung menyantap artikel bermutu yang disajikan penulisnya.
Hidup tak enak kalau sendirian. Maka kita butuh orang. Dalam konteks ini, kita butuh kompetisi. Kompetisi menghasilkan produk yang baik. Paling yang pusing adminnya. Saking banyaknya artikel yang bagus, kadang setelah beberapa hari diunggah baru dijadikan artikel utama. Ini menandakan kompetisi menyajikan konten berkualitas di sini semakin hari semakin kompetitif.
Keempat, lomba menulis
Lomba itu buat saya stimulus saja, merangsang minat narablog untuk ikut dalam kompetisi menulis. Tentu setiap orang punya harapan menang, syukur-syukur juara, atau setidaknya jadi juara harapan. Karena ingin menang, setiap penulis hakulyakin mencari angle yang menarik dan daya pikat agar menang. Stimulus semacam ini baik bagi Kompasiana. Selain menjaga kontinuitas mereka yang aktif, juga menggugah penulis lain untuk masuk menjadi narablog di sini. Alhasil semakin banyak jumlah penulis di Kompasiana.
Soal menang-tidak menang, itu sudah manusiawi. Ada kala menang, ada kala tak menang (bukan kalah ya). Tapi ia selalu menjadi tungguan para penulis untuk ikut lomba. Apalagi namanya lomba pasti ada hadiah. Ada yang berupa uang atau produk. Semua punya daya tarik. Saya sih usul kalau bisa dalam sebulan itu ada empat jenis lomba yang diadakan, hahaha.
Kelima, centang biru dan penghargaan atas kompetensi
Saya sejujurnya baru ngeh juga kalau ada tanda centang biru pada beberapa Kompasianer. Mungkin saking lamanya tidak baca dan menulis di sini, sampai lupa kalau ada penanda atau centang biru itu. Rupanya penanda itu bentuk apresiasi admin kepada setiap penulis yang bisa dibilang tak diragukan lagi kualitasnya. Wabilkhusus pada bidang-bidang tertentu. Ini juga tentu bikin senang. Artinya, ada apresiasi bagi setiap penulis yang berusaha serius tapi santai dalam menyajikan konten.
Tentu dengan semakin banyak penulis yang diapresiasi dengan centang biru, menandakan Kompasiana adalah rumah besar bagi mereka yang multidimensi ilmu. Ini ibarat ensiklopedia besar di Indonesia, barangkali juga dunia. Betapa semua blog yang diisi ramai-ramai malah bikin asyik. Sama seperti tagar yang selalu saya bikin empat tahun terakhir nih #biarrame, hehehe.
Kompasiana, aku balik ya. Izinkan aku rajin lagi menulis di sini. Tolonglah, kalau ada yang kira-kira oke dan bakal viral, tolong dijadikan artikel utama. Enggak mesti tiap hari-lah. Jeda 12 jam juga tak apa-apa, hahahaha. Salam hangat dari Bandar Lampung. #biarrame. [Adian Saputra]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H