Lukman kemudian bermanuver. Ia ingin pengelolaan sampah di sini harus makin optimal. Dengan demikian, uang yang masuk pun bertambah banyak. Memang lima pengelola di sini mendapatkan honorarium dari Dinas Lingkungan Hidup Pringsewu. Namun, nominalnya belum dinilai mencukupi. Mereka harus atraktif untuk bisa langgeng. Program mesti digenjot supaya cuan yang masuk makin banyak. Maka Lukman makin mengintensifkan kerja pengelolaan sampah di sini.
"Alhamdulillah per dua minggu sekali kami bisa menghasillkan uang Rp2 juta. Kami bisa berbagi dengan yang lain. Ada kelebihan kami tabung sebagai kas. Dari hasil penjualan kompos juga lumayan. Retribusi yang dibayar warga yang sampahnya kami ambil juga makin banyak."
Lukman mencatat, yang paling penting dari semua itu adalah kesadaran masyarakat agar sampahnya mau dikelola manajemen di sini. Selain mendatangkan pemasukan, ini juga mengedukasi masyarakat untuk menempatkan sampah pada posisi yang benar.
Bagi sebagian orang, sampah adalah limbah. Namun, bagi Lukman dan semua pengelola tempat pengelolaan sampah itu, limbah adalah uang dan keberkahan. Sebab, sejatinya yang mereka kelola itu sampah. Darimana lagi mereka akan mendapatkan penghasilan kalau bukan dari berbasis sampah. Apalagi bank sampah mereka kini sudah keren. Kalau dahulu dengan segala keterbatasan saja bisa, apatah lagi sekarang.
"Kami bersyukur bener ada tempat ini sekarang. Alhamdulillah sekali. Maka saya ajak kawan-kawan untuk makin semangat."
Pikiran Lukman juga makin mengawang untuk pengembangan. Ia ingin masyarakat sekitar mendapatkan keuntungan dari adanya bank sampah ini. Kerjaan begini juga bukan hal baru bagi Lukman.
Tahun 2018 dengan segala keterbatasan Lukman dibantu Homsi sudah memulainya. Sepanjang utama Jalan KH Gholib, Lukman membuat lampu jalan dengan sarana barang bekas. Ia merawatnya dengan baik. Termasuk menanam beberapa jenis bunga di sepanjang jalan itu. Alhamdulillah berjalan dengan baik. Setelah beberapa tahun memang ada yang sudah perlu diperbaiki. Lukman komitmen untuk itu.
Ingin memberikan kemanfaatan kepada warga pula yang kemudian membuat Lukman dkk di sini menginisiasi pasar malam. Pasar yang dibuka setiap Sabtu malam Ahad ini diadakan di dekat bank sampah. Lukman memilih sebuah jalan dekat rumahnya yang juga dekat dengan kompleks pesantren. Tujuannya agar malam Minggu warga setempat khususnya ibu-ibu bisa berjualan.
Awalnya pengelola pondok khawatir adanya kegiatan itu. Maklum, para santri yang terbiasa dengan suasana islami dikhawatirkan tidak konsentrasi dengan pelajaran kala malam Ahad itu. Namun, Lukman memberikan keyakinan. Justru ini adalah bentuk kontribusi TPS 3R Jejama Secancanan dan pondok pesantren untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Urun rembuk menghasilkan persetujuan. Pokmas dan Pokdarwis juga dilibatkan aktif. Pasar malam akan digelar. Nama yang dipilih Paspampres. Ini akronim untuk Pasar Malam Pesantren. Lukman dkk menyulap gang kecil itu menjadi tempat usaha yang keren. Hiasan-hiasan menarik digunakan. Sepeda antik yang tergantung di dalam TPS 3R Jejama Secancanan ia angkut. Siluet sepeda dipasangi lampu sehingga makin menarik. Lampu beraneka warna dipasang. Suasananya benar-benar pasar malam.
Para ibu berjualan makanan dan mnuman. Ada juga yang lebih memilih bersedekah wedang uwuh, minuman herbal. Ekonomi saban Sabtu malam Ahad berputar. Anak-anak muda yang dikoordinasikan Lukman menjadi aktor utama. Jadilah Lukman Paspampres dari bank sampah.