Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paspampres dari Bank Sampah

22 Desember 2022   20:57 Diperbarui: 22 Desember 2022   21:07 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri, Lukman Riyadi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pringsewu Nurpajri, dan saya. | Dokumentasi Pribadi

Lukman Riyadi hari itu semringah. Hatinya bungah luar biasa. Persiapan semalam suntuk sudah ia lakukan. Meski tanpa persiapan khusus pun, kerjaan yang didapukkan padanya sejauh ini lakoni dengan baik.

Bank sampah yang ia kelola dan punya nama resmi Tempat Pengolahan Sampah Reuse Reduce Recycle (TPS 3R) Jejama Secancanan di Pringsewu Barat memang saban hari ia urus dengan baik. Namun, hari itu, 5 Juli 2019, lumayan istimewa.

Pasalnya, akan ada tamu yang datang. Seorang perempuan yang akrab disapa Nunik. Perempuan itu bukan orang sembarangan. Jabatannya mentereng. Wakil gubernur Lampung. Nama lengkapnya Chusnunia. Ada Chalim di nama belakangnya yang sanadnya bersambung kepada ayahandanya seorang ulama kharismatis di Lampung Timur KH Abdul Halim atau Mbah Halim.

Tahun 2019 adalah tahun keduanya mengelola bank sampah ini sejak memulakannya pada 17 April 2017. Perkembangannya sejak awal sungguh luar biasa. Lukman pun awalnya tak yakin, bank sampah yang ia dan kawan-kawannya kelola bakal sukses seperti sekarang.

Kedatangan Nunik bagi Lukman Riyadi dan kawan-kawannya merupakan sebuah kehormatan. Soal banyak tamu yang datang ke tempat sampah ini memang bukan sesuatu yang luar biasa. Setiap minggu ada saja yang datang. Selainj pejabat, ada juga mahasiswa dan perusahaan. Urusannya pun macam-macam. Dari sekadar melihat-lihat, studi banding, buat bahan laporan, dan lainnya.

Bupati Pringsewu Sujadi Saddat (baru saja berakhir masa jabatannya) pun rajin kemarin. Abah Sujadi, begitu orang Pringsewu menyapa bupatinya itu, punya kepedulian yang besar untuk urusan persampahan.

Ada gula ada semut, Peribahasa itu barangkali lumayan pas disematkan untuk TPS 3R Jejama Secancanan ini. Apa pasal sehingga banyak orang mau datang? Tempat pengelolaan sampah ini yang dikelola Lukman sebagai manajer ini memang istimewa. Selain mengolah sampah menjadi kompos, memisahkan sampah rongsokan untuk dijual kembali, pegiat di sini kreatif.

Bahkan sejak dibuatkan gedung megah sebagai tempat pengelolaan sampah lewat program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Kementerian PUPR pada 14 Januari 2021, perkembangan bank sampah ini melejit. Armada sampah yang dikelola Lukman saban hari mengambil limbah rumah tangga dari beberapa tempat.

Volumenya makin bertambah kala Lukman dkk sukses meyakinan beberapa sekolah dan kampus untuk memercayakan pengambilan sampahnya kepada mereka. Alhasil, volume sampah yang saban hari diolah di tempat ini makin banyak. Dari yang awalnya kisaran seratusan rumah yang bekerja sama, kini lebih dari tiga ratusan.

Di sini sebagaimana lazimnya tempat pengelolaan sampah, limbah yang datang kemudian dipisahkan. Yang plastik, kardus, dan segala yang berbau rongsok dipisahkan. Ini nanti akan dijual.

Tapi mesti kerja ekstra untuk memisahkan. Pasalnya, dari rumah tangga, sampah mereka belum dipilah. Jadi, antara yang basah dan kering masih bercampur. Lukman dan kelima rekannya itula yang memilah.

Konsep bank sampah juga masih dipakai sampai sekarang. Mereka "merayu" keluarga di sekitar untuk mau menukarkan sampahnya dengan bahan pokok, seperti beras dan minyak goreng. Yang mau dicatat sebagai tabungan pun boleh.

Meski namanya tempat sampah, TPS 3R Jejama Secancanan ini sama sekali tidak berbau. Lukman dkk memang berusaha tidak menimbulkan bau dari sampah yang mereka kelola. Jika sampah organiknya banyak, ia dkk segera mengolahnya menjadi kompos. Pada proses itulah selama dua harian baunya agak lain ketimbang hari biasa. Tapi, jangan khawatir, pengelola di tempat ini berupaya dengan triknya agar baunya tidak menyeruak kemana-mana.

Soal kompos, Lukman menjualnya. Satu karung kompos dengan massa kurang lebih sepuluh kilogram dijual Rp5.000. Sebagian langsung diambil oleh mereka yang berminat saat kompos jadi. Sebagian lagi Lukman simpan di sini. Jika ada berminat, boleh membeli. Kadang ia pakai juga untuk tanaman yang ia pelihara di sekitar TPS 3R ini.

Meski tempat sampah, Lukman membuat suasananya asri. Soal tata letak atau display TPS 3R ini memang lain ketimbang yang lainnya. Gedung yang dibangun Kementerian PUPR ini luas sekali. Di dalamnya layaknya sebuah hall pertemuan. Mampu menampung rarusan orang. Kursi plastik ditata rapi di dalamnya. Foto-foto kunjungan dibingkai manis dan dipasang di tembok sisi sebelah kanan dari pintu masuk.

Di pojok ruangan, suasananya bahkan menyerupai kafe. Ada sepeda tua, radio tua, koper besar tua, dan lainnya. Lukman memberikan lampu-lampu kecil di pojok ruangan sehingga enak dijadikan tempat mengobrol. Andai Anda ditutup mata kemudian langsung duduk di situ, hakulyakin tak mengira itu ternyata tempat sampah.

"Pernah juga dipakai untuk hajatan pernikahan. Ya unik aja. Yang hadir sampai geleng-geleng, kok bisa mengadakan hajatan di sini, kan tempat sampah, kotor. Tapi ternyata bisa juga tuh dan enggak ada komplain, malah pada seneng dan foto-foto di sini," ujar lulusan pendidikan konseling STKIP Pringsewu yang sekarang berubah menjadi Universitas Muhammadiyah Pringsewu itu.

TPS 3R Jejama Secancanan ini dua lantai. Lantai atas ada kamar tidurnya. Lukman dkk menyulap ruangan atas menjadi homestay yang nyaman dan segar. Ia sering menginap di sini membawa anak dan istrinya. Kecintaan Lukman terhadap tempat ini patut diacungi dua jempol. Meski gila kerja, pengelola di sini tetap punya waktu libur. Ahad dipilh sebagai hari libur. Kalau Sabtu mereka buka setengah hari. Libur mereka paling "terganggu" jika ada tamu yang hendak datang atau meminjam tempat untuk pertemuan semacam rapat bahkan seminar.

Panggung yang didesain di sini pun unik. Karena panggung tentu letaknya agak tinggi. Dan tidak banyak yang tahu, persis di bawah panggung itu tersimpan kompos yang sudah matang dan siap dijual. Keren dan sungguh kreatif bukan?

Kreativitas Lukman ini sudah diakui banyak lembaga. Ia misalnya pernah memperoleh penghargaan Kabupaten Kota Sehat (KKS). Pemerintah Provinsi Lampung juga pernah memberinya penghargaan.

Sertifikat yang diteken Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim itu menyatakan bahwa Lukman Riyadi, S.Pd punya prestasi dalam pengelolaan persampahan sebagai manajer bank sampah Jejama Secancanan.

Bicara dengan Lukman memang tiada habisnya. Banyak ide yang keluar dari kepalanya. Ia memang bukan orang baru dalam pemberdayaan di masyarakat. Sejak lama ia memang menyukai dunia kerelawanan. Pertemuannya dengan Homsi Wastobir, salah seorang tokoh Pringsewu, membuatnya makin lekat dengan dunia pemberdayaan di masyarakat.

Jika sekarang banyak cerita indah, Lukman mengatakan, itu hasil yang dinikmati sekarang. Namun, pada awalnya mengelola bank sampah ini banyak kendala yang dihadapi.

Homsi Wasrobir pada 2017 aktif sebagai ketua di Lembaga Kesejahteraan Masyarakat atau LKM di Pringsewu Barat. Saat itu Dinas Lingkungan Hidup memulai program bank sampah. Homsi kemudian mengajak Lukman yang dinilainya punya daya juang yang tinggi. Yang juga penting, Lukman bukan tipikal orang yang langsung berpikir soal uang. Apalagi ini relatif baru bagi mereka.

Kata Lukman, selama dua bulan awal mengelola bank sampah ini belum ada gambaran arah yang akan dituju. Semuanya masih gelap meski ada pembekalan dari dinas setempat. Masyarakat juga belum percaya dengan efektivitas bank sampah ini. Alhasil, dua bulan itu Lukman dkk yang berjumlah 25 orang masih meraba-raba. Namun, mereka jalan terus.

Saking semangatnya, Lukman kadang menyewa tempat untuk mengadakan kegiatan sosialisasi soal bank sampah. Kadang duit dari kantong sendiri ikut keluar. Lukman dibantu Homsi dan rekan yang lain pantang mundur. Beberapa pengelola bank sampah periode awal itu ada juga yang mundur hingga susut sampai dengan lima orang.

Lukman kemudian melakukan akselerasi. Lukman jemput bola. Ia menghubungi pondok pesantren agar mau sampahnya dikelola bank sampah. Ia juga bekerja sama dengan pengepul untuk barang rongsokan. Untuk menambal kas supaya tidak bocor, Lukman dkk membikin pot bunga.

"Segala daya upaya kami lakukan supaya bank sampah ini berhasil. Alhamdulillah tahun 2018 booming," ujar Lukman.

Armada untuk mengangkut sampah pun bertambah. Ada empat yang siaga saban hari melayani warga. Pengelolaan buku tabungan bank sampah warga pun makin rapi terkelola. Dinas Lingkungan Hidup Pringsewu pun memberikan tambahan motor beroda tiga berkelir merah untuk digunakan di Jejama Secancanan.

Tahun 2018-2019, pengelola bank sampah ini mulai intensif merajut komunikasi dengan Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Kementerian PUPR. Adalah Muhammad Ridwan yang menjalin komunikasi itu. Lulusan Universitas Pendidikan Indonesia itu didapuk sebagai Koordinator Program Kotaku Kabupaten Pringsewu. Ridwan melihat apa yang dikerjakan beberapa pengelola bank sampah di kabupaten ini layak untuk mendapatkan bantuan lewat program Kotaku. Tak hanya yang dikelola Lukman dkk di Pringsewu Barat.

Ada juga beberapa lainnya. Termasuk bank sampah di Pringsewu Utara dan Selatan yang nantinya menjadi embrio terbentuknya Tempat Pengolahan Sampah Reuse Reduce Recycle (TPS 3R). Dari sana komunikasi terjalin. Lokasi pun mulai dilirik sebagai tempat pengelolaan sampah yang lebih representatif. Survei dilakukan. Penilaian dari A sampai Z dikerjakan dengan cermat. Yang jelas, tanah yang akan digunakan mesti aset pemerintah daerah. Setelah semua beres dan tak ada masalah, Kementerian bisa bekerja. Ringkas cerita, upaya membangun TPS 3R di tiga bank sampah kelar pada 14 Juli 2021. Ditambah dua Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Podomoro dan Sidoharjo.

Lukman jelas bersyukur. Tempat yang dahulu ia idam-idamkan sudah terwujud. Gedungnya megah dan luas. Di antara yang lain, TPS 3R Jejama Secancanan yang dimanajeri Lukman ini terbilang paling luas. Ruangan dalamnya laksana gedung pertemuan yang muat menampung ratusan orang.

Lantaran syukur tadi, Lukman kemudian makin melesat. Ia ajak kawan-kawannya untuk memaksimalkan pengelolaan sampah di sini. Beberapa kampus ia datangi untuk memercayakan pengelolaan sampahnya kepada TPS 3R Jejama Secancanan. Responsnya pun bagus. Nama TPS 3R Jejama Secancanan Pringsewu Barat makin berkibar. Bupati Abah Sujadi juga bungah dengan pencapaian prestasi yang ditorehkan Lukman dkk.

Lukman kemudian bermanuver. Ia ingin pengelolaan sampah di sini harus makin optimal. Dengan demikian, uang yang masuk pun bertambah banyak. Memang lima pengelola di sini mendapatkan honorarium dari Dinas Lingkungan Hidup Pringsewu. Namun, nominalnya belum dinilai mencukupi. Mereka harus atraktif untuk bisa langgeng. Program mesti digenjot supaya cuan yang masuk makin banyak. Maka Lukman makin mengintensifkan kerja pengelolaan sampah di sini.

"Alhamdulillah per dua minggu sekali kami bisa menghasillkan uang Rp2 juta. Kami bisa berbagi dengan yang lain. Ada kelebihan kami tabung sebagai kas. Dari hasil penjualan kompos juga lumayan. Retribusi yang dibayar warga yang sampahnya kami ambil juga makin banyak."

Lukman mencatat, yang paling penting dari semua itu adalah kesadaran masyarakat agar sampahnya mau dikelola manajemen di sini. Selain mendatangkan pemasukan, ini juga mengedukasi masyarakat untuk menempatkan sampah pada posisi yang benar.

Bagi sebagian orang, sampah adalah limbah. Namun, bagi Lukman dan semua pengelola tempat pengelolaan sampah itu, limbah adalah uang dan keberkahan. Sebab, sejatinya yang mereka kelola itu sampah. Darimana lagi mereka akan mendapatkan penghasilan kalau bukan dari berbasis sampah. Apalagi bank sampah mereka kini sudah keren. Kalau dahulu dengan segala keterbatasan saja bisa, apatah lagi sekarang.

"Kami bersyukur bener ada tempat ini sekarang. Alhamdulillah sekali. Maka saya ajak kawan-kawan untuk makin semangat."

Pikiran Lukman juga makin mengawang untuk pengembangan. Ia ingin masyarakat sekitar mendapatkan keuntungan dari adanya bank sampah ini. Kerjaan begini juga bukan hal baru bagi Lukman.

Tahun 2018 dengan segala keterbatasan Lukman dibantu Homsi sudah memulainya. Sepanjang utama Jalan KH Gholib, Lukman membuat lampu jalan dengan sarana barang bekas. Ia merawatnya dengan baik. Termasuk menanam beberapa jenis bunga di sepanjang jalan itu. Alhamdulillah berjalan dengan baik. Setelah beberapa tahun memang ada yang sudah perlu diperbaiki. Lukman komitmen untuk itu.

Ingin memberikan kemanfaatan kepada warga pula yang kemudian membuat Lukman dkk di sini menginisiasi pasar malam. Pasar yang dibuka setiap Sabtu malam Ahad ini diadakan di dekat bank sampah. Lukman memilih sebuah jalan dekat rumahnya yang juga dekat dengan kompleks pesantren. Tujuannya agar malam Minggu warga setempat khususnya ibu-ibu bisa berjualan.

Awalnya pengelola pondok khawatir adanya kegiatan itu. Maklum, para santri yang terbiasa dengan suasana islami dikhawatirkan tidak konsentrasi dengan pelajaran kala malam Ahad itu. Namun, Lukman memberikan keyakinan. Justru ini adalah bentuk kontribusi TPS 3R Jejama Secancanan dan pondok pesantren untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Urun rembuk menghasilkan persetujuan. Pokmas dan Pokdarwis juga dilibatkan aktif. Pasar malam akan digelar. Nama yang dipilih Paspampres. Ini akronim untuk Pasar Malam Pesantren. Lukman dkk menyulap gang kecil itu menjadi tempat usaha yang keren. Hiasan-hiasan menarik digunakan. Sepeda antik yang tergantung di dalam TPS 3R Jejama Secancanan ia angkut. Siluet sepeda dipasangi lampu sehingga makin menarik. Lampu beraneka warna dipasang. Suasananya benar-benar pasar malam.

Para ibu berjualan makanan dan mnuman. Ada juga yang lebih memilih bersedekah wedang uwuh, minuman herbal. Ekonomi saban Sabtu malam Ahad berputar. Anak-anak muda yang dikoordinasikan Lukman menjadi aktor utama. Jadilah Lukman Paspampres dari bank sampah.

Lukman tidak berhenti sampai di sini. Ia mau terus berkreasi dan berinovasi. Satu tekad yang masih ia pelihara sampai dengan sekarang adalah bertemu dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Namun, kata Lukman, ia mesti lebih kreatif dan inovatif lagi dalam pengelolaan bank sampah ini. Baginya, tak masalah, apakah Presiden Jokowi yang mengunjungi tempatnya ini atau ia yang ke Istana Kepresidenan untuk bertemu orang nomor satu di Indonesia itu. Masak "Pampampres" belum pernah ketemu presidennya. Luar biasa. [Adian Saputra]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun