Kamis, 23 Februari, mertua saya buang-buang air. Sejak sore kondisinya sudah lemas. Lantaran lebih 10 kali buang air, kami segera membawanya ke rumah sakit. Karena mertua pensiunan PNS dan punya Askes, kami membawanya ke Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara (DKT). Sampai di sana, diperiksa. Namun, karena semua ruang penuh, orangtua kami tak bisa dirawat. Kami kemudian mencari rumah sakit lain. Kami ke Advent. Ini rumah sakit swasta di Bandar Lampung. Jelas tidak punya kerja sama dengan PT Askes. Karena mendesak, apa boleh buat. Masuk IGD, diperiksa, tapi ujung-ujungnya juga mentok. Semua ruangan penuh. Kondisi orangtua kami drop. Sempat muntah di sana. Kami kemudian mencari rumah sakit lain. Kami ke Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek. Ini rumah sakit pemerintah. Askes jelas dilayani. Sebelum orangtua kami turun dan diperiksa, saya bertanya dulu, apakah ada ruangan. Rupanya penuh juga. Dalam dua bulan terakhir Kota Bandar Lampung memang sedang wabah demam berdarah dan hepatitis. Semua rumah sakit kewalahan menampung pasien. Lantaran penuh juga, kami mencari rumah sakit lain. Untungnya di Kedaton Medical Center, masih ada ruang. Klinik ini tidak bekerja sama dengan PT Askes. Mertua saya pun dirawat. Waktu sudah menunjukkan pukul satu. Itu sudah masuk Jumat, 24 Februari.
Keadaan orangtua kami membaik. Hasil laboratorium, mertua kami menderita tifus. Ia juga punya riwayat mag yang akut. Karena sudah baikan, kami meminta agar Sabtu, 25 Februari, pagi hari, sudah bisa pulang. Dokter yang merawat, Nur Fatonah namanya, mengiyakan. Kami meminta biaya diperinci. Jumat itu juga kakak ipar saya ke PT Askes di bilangan Rajabasa, Bandar Lampung. Kami hendak menanyakan apakah bisa mengajukan klaim ke PT Askes untuk peserta yang dirawat di rumah sakit atau klinik yang belum bekerja sama dengan PT Askes. Jawaban yang kami dapat: bisa. Memang petugas PT Askes tidak menyebutkan nominal. Tapi, kami diminta melengkapi beberapa syarat: kuitansi pembayaran rumah sakit bermeterai, surat resume medik, hasil laboratorium, perincian dana bermeterai, surat keterangan emergency dari rumah sakit, surat kronologis dari pasien, dan fotokopi kartu Askes. Pikir kakak ipar saya, diganti separuh saja sudah lumayan. Semua keterangan petugas dicatat oleh kakak ipar. Setelah tahu ada kans bisa diganti, semua syarat kami penuhi. Alhamdulillah, Sabtu pagi, 25 Februari, mertua kami diizinkan pulang. Semua berkas dari rumah sakit itu untuk keperluan klaim, sudah beres. Tinggal bikin surat kuasa kepada saya untuk mengurus klaim. Sabtu dan Minggu jelas kantor tutup. Senin, 27 Februari siang, saya ke sana. Semua berkas lengkap. Setelah menunggu panggilan, tibalah saya dipanggil petugas perempuan. Setelah tujuan saya utarakan, dia melihat semua berkas. Tidak ada masalah. Yang mengejutkan ialah karena mertua kami dirawat di klinik yang belum bekerja sama, pihak PT Askes hanya membayar Rp 60 ribu dari total klaim kami sejumlah Rp 865 ribu! Saya kaget. Saya bilang, dalam perkiraan kami, paling tidak ada penggantian sampai separuh. Toh, surat kronologis sampai mertua kami dirawat di rumah sakit non-Askes, sudah ada. Itu kan bisa menjadi alasan mengapa sampai dirawat di rumah sakit yang ber-Askes. Tapi jawabannya begitu. Intinya untuk perawatan sehari dua malam itu cuma Rp 60 ribu!
Sudah begitu, klaim baru bisa dilayani di atas tanggal 5 karena di atas tanggal 25 sudah tutup buku.
Dari kejadian ini, saya ingin memberikan catatan, masukan buat PT Askes.
Pertama, kejelasan biaya klaim.
Kalau memang jumlah yang ditanggung Askes tidak signifikan, mestinya diberi tahu saja sejak awal ketika keluarga pasien bertanya. Bilang saja, "Pak, karena orangtua Bapak dirawat di rumah sakit yang belum bekerja sama, sehari kami cuma bisa menanggung Rp 60 ribu." Kalau ada omongan begitu kan jelas. Bukan tidak bersyukur diganti Rp 60 ribu. Tetapi jika dibandingkan dengan angka klaim, jumlah sebesar itu.... Masya Allah...
Percuma saja buat surat dan tetek bengek lainnya kalau duit klaim yang didapat tidak sepadan. Kalau masih seperempatnya saja, masih lumayan. Tapi kalau Rp 60 ribu, capek deh!
Buat apa ada surat kronologis, surat keterangan emergency, sampai kuitansi bermeterai. Meterainya saja tiga biji sudah Rp 18 ribu. Ampun!
Kedua, kalau sudah tahu tutup buku, loketnya tidak usah dibuka.
Kan percuma, sudah mengantre, jawabannya sederhana sekali. Kalau begitu, taruh petugas di pintu depan. Kalau ada peserta atau keluarga yang mengajukan klaim, bilang sama, "Mohon maaf, Ibu, klaim baru bisa dilayani di atas tanggal 5 sampai tanggal sekian." Jadi, peserta Askes bisa pulang.
Ketiga, penggantian PT Askes tidak proporsional.