Bahkan, sejak 2010, nasabah tak cuma dibantu soal kepemilikan rumah, tapi juga usaha pengembangan usaha berbentuk rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan). Saskowar dengan bangga menceritakan, ada seorang dokter gigi yang masih muda, mau meluaskan usahanya dengan membangun ruko untuk tempat praktek. Namun, saat ia ke sebuah bank syariah, jangka waktu cicilan maksimal sepuluh tahun, padahal sang dokter cuma sanggup mencicil selama lima belas tahun. Begitu mendengar di Muamalat bisa sampai lima belas tahun, sang dokter kesengsem. "Akhirnya dia menjadi nasabah kami dan kami membangunkan ruko untuk usahanya. Kini usahanya berkembang. Jumlah pasien dia semakin banyak dan di rukonya sekarang ditambah apotek," ujarnya.
Yang unik, kata Saskowar, sebagian besar nasabah Muamalat adalah karyawan swasta dan bukan pegawai negeri. Padahal, ujar dia, para abdi negara juga banyak yang mengajukan aplikasi. Cuma, rata-rata mereka tak disetujui aplikasinya karena tidak masuk kualifikasi kelayakan nasabah.
"Ya, umumnya teman-teman yang PNS itu sudah tak bergaji lagi karena SK mereka sudah digadai di bank. Bahkan ada PNS yang cuma bergaji sisa tiga puluh ribu rupiah. Tak mungkin kami menyetujui aplikasi mereka. Istilahnya tidak prime," katanya.
*
Kisah sukses Bank Muamalat dalam merangkul nasabah yang ingin memiliki rumah via Baiti Jannati tak cuma di Bandar Lampung. Di Bekasi, khususnya Bekasi Timur, Banten, peminat produk ini juga melonjak. Account Manager Bank Muamalat Cabang Bekasi Timur, Chandra Natadipurba, mengatakan, setiap hari rata-rata ada enam orang yang datang mengajukan aplikasi pengambilan rumah. Dari enam itu, umumnya tiga yang disetujui permohonannya.
Chandra, alumnus terbaik tahun 2008 dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, itu mengatakan bank sangat ketat dalam menilai kapasitas nasabah dalam mencicil rumah setiap bulannya. Tidak disetujuinya aplikasi calon nasabah karena penilaian bank atas penghasilan orang tersebut.
"Bagi kami, asal 35 persen tax home pay calon nasabah itu tercapai, aplikasi memungkinkan diterima. Namun, jika kurang dari situ, sangat berisiko jika disetujui," kata Chandra.
Ia menambahkan, pihaknya tidak ingin nasabah yang seharusnya tidak mendapat kredit, malah mendapat kredit itu. Jika itu terjadi, dalam kondisi ekonomi morat-marit ditambah jumlah nasabah yang serupa itu sangat besar, akan menimbulkan kekacauan ekonomi.
"Contoh krisis di Amerika Serikat menjadi pelajaran buat kami. Mereka yang masuk subprime malah diberikan kredit. Saat krisis menghebat, orang-orang itu tidak bisa membayar tagihan. Karena skalanya luas, efeknya besar ke perekonomian negara," ujar Chandra. Maka itu, ujar Chandra, mereka yang mendapat kredit adalah individu yang masuk kategori prime.
Chandra menuturkan, Bank Muamalat mencoba mengambil basis di Bekasi Timur karena proyeksi pembangunan properti di Banten memang mengarah ke sana. Sebagai kota satelit dari Ibu Kota Jakarta, Bekasi sangat memungkinkan untuk dijadikan basis perumahan baru di Banten. Karena itulah, kata Chandra, peminat produk Baiti Jannati ini selalu bertambah setiap tahun. Apalagi, dengan kemudahan yang ditawarkan Bank Muamalat. "Asal sertifikat dan IMB-nya sudah ada, bisa dibilang separuh jalan untuk memiliki rumah idaman sudah di tangan," ujarnya.
Meskipun perkembangan Bank Muamalat dan bank syariah lainnya cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir, tetap saja pangsa pasar mereka masih kalah jauh dibandingkan bank konvensional. Sekretaris Masyarakat Ekonomi Syariah Lampung, Muhammad Farid, mengatakan, kesadaran masyarakat mnggunakan bank syariah masih lemah. Masyarakat, kata Farid, masih banyak yang beranggapan bank syariah sama saja dengan bank konvensional. Itu membuat market share bank syariah masih kecil. "Pangsa pasar bank syariah sampai dengan tahun ini cuma 2,8 persen. Padahal target mereka sampai dengan 2010 ialah 5 persen. Masih separuhnya yang belum diperoleh," ujar Farid.