"Kami meminta calon pembeli rumah meyakinkan pemiliknya bahwa semua aktanya lengkap. Misal, sertifikat tanah, sertifikat izin mendirikan bangunan (IMB), surat keterangan dari tetangga soal persetujuan saat rumah dibangun, dan sebagainya. Intinya sertifikatnya lengkap karena itu yang akan menjadi agunan. Jaminan calon nasabah yang akan membeli rumah, ya rumah itu sendiri," lanjut Saskowar.
Suhada menyanggupi. Ia hubungi si empunya rumah. Syukurnya sertifikat lengkap. "Waktu itu cuma IMB aja yang dia enggak punya. Karena yang punya rumah enggak mau urus, akhirnya saya yang urus IMB ke Badan Penanaman Modal dan Perizinan Bandar Lampung. Lantaran jadinya surat IMB itu lama, saya minta surat keterangan bahwa IMB sedang diproses. Untung diterima Muamalat," kata Suhada.
Setelah semua beres, Suhada membawa kelengkapan yang dibutuhkan ke Bank Muamalat. Berkas pun dipelajari.
"Tinggal kami yang survei ke rumah yang mau dibeli. Ada tim independen untuk menilai apakah harga yang ditawarkan si pemilik rumah wajar atau tidak. Bisa jadi, penaksiran tim lebih tinggi, juga bisa lebih rendah. Tinggal calon pembeli saja yang pintar-pintar negosiasi soal harga," kata Saskowar lagi.
Tim independen pun datang. Mereka menyurvei harga yang wajar untuk rumah yang akan dibeli Suhada. Tim juga berkeliling ke sekitar rumah itu untuk mencari rata-rata harga rumah di sekitar. Ini dilakukan agar kesahihan harga rumah yang ditawarkan masuk akal. Dan perkiraan itu hampir sama dengan harga yang ditawarkan pemilik rumah. Meski demikian, ada selisih sekitar sepuluh juta lebih murah. Karena Suhada sudah kadung sepakat dengan harga, nominal hasil penilaian tim independen pun tak dipakai.
"Enggak enak, saya sudah kepalang sepakat dengan harga yang ditawarkan. Tapi tak apa, karena saya rasa harga rumah sebesar itu ya wajar sekitar seratus juta," kata Suhada menanggapi hasil penilaian harga rumah oleh tim independen.
Semua kelengkapan kini hampir rampung, cuma IMB saja yang belum selesai. "Karena mesti buru-buru, saya minta saja surat keterangan sedang mengurus IMB. Alhamdulillah pihak bank tidak mempermasalahkan itu," lanjut Suhada.
Saskowar mengatakan, IMB diperlukan jika suatu waktu negara melakukan penggusuran atas rumah, pemilik memiliki posisi tawar dalam hukum yang kuat. "Bukankah pemerintah yang akan menggusur rumah itu adalah pihak yang juga mengeluarkan izin mendirikan bangunan. Nah, itulah mengapa kami minta betul nasabah mengurus IMB. Ini untuk mereka juga. Rumah yang digusur atau diminta sebagian tanahnya oleh pemerintah, akan lebih besar ganti rugi kepada pemilik yang punya IMB ketimbang yang tidak punya," ujar Saskowar.
Hampir satu bulan Suhada mengurus semua berkas sampai rumah itu ia tempati. Di ujung-ujung transaksi ada pula kejadian yang sempat membuat jantung Suhada bergedup. Si pemilik rumah kepingin bank membayar tunai uang itu, tanpa perlu ia membuka rekening di Bank Muamalat. Sebab, si pemilik rumah khawatir setelah ia meneken perjanjian yang menyatakan sertifikat kepemilikan rumah berpindah tangan, uang tak didapat, malah tertipu.
Namun, setelah dijelaskan, si empunya rumah mahfum dan transaksi pun berlangsung lancar. Sertifikat atas nama pemilik baru, Muhammad Suhada, juga sudah jadi dan dipegang bank sebagai jaminan.
Mengenai produk Baiti Jannati, Saskowar mengatakan, sejak 2007, persentase nasabah produk ini meningkat hingga 150 persen. Yang membuat Saskowar dan punggawa Bank Muamalat sumringah ialah jumlah nasabah yang menggunakan produk ini selalu meningkat dan relatif tak ada masalah.