Oleh: Adi Suhenra Sigiro, M.Th
Tarutung, 23 Juni 2022
Sahabat Pembaca yang setia! Pada masa-masa sekarang ini, sebagai anak Tuhan, jika kita mencoba membandingkan pencobaan kita, dengan mereka yang belum percaya kepada Tuhan, Â nampaknya pergumulan maupun pencobaan yang dihadapi sekarang sama saja dan tidak ada bedanya.Â
Artinya kita semua sama-sama menghadapi pergumlan yang berat. Dampak dari virus  Covid-19 ini,  sangat dirasakan oleh mereka yang belum percaya kepada Tuhan, namun ternyata sebagai anak Tuhan kita juga turut merasakannya.  Ada orang yang tidak percaya kepada  Tuhan meninggal karena Covid-19. Tetapi ingat, ada juga anak Tuhan yang meninggal karena Covid-19.Â
Ada orang yang tidak percaya yang kehilangan pekerjaan (di PHK), usahanya menurun, ekonominya jadi sulit. Ingatlah anak Tuhan juga mengalami situasi yang sama. Pada intinya, dengan merebaknya wabah covid-19 ini, maka pergumulan berat sama-sama dihadapi oleh semua umat manusia tanpa melihat latar belakang keyakinan, agama, maupun kepercayaan apapun.Â
Sahabat Pembaca yang setia!  Namun, ditengah-tengah pergumulan yang berat yang sama-sama diperhadapkan bagi semua orang, maka  sebagai anak Tuhan, kita harus memiliki respon yang benar. Artinya, cara kita menghadapi pergumulan dan penderitaan akibat dampak Covid-19 ini harus berbeda dengan dunia ini atau mereka yang tidak percaya kepada Tuhan.
Sahabat Pembaca yang setia! Dalam Yakobus 5:7-11, salah satu tokoh Perjanjian Lama, yang dianjurkan oleh penulis kitab Yakobus, untuk kita teladani dalam menghadapi penderitaan dan pergumulan hidup yang berat adalah Ayub (Yak. 5: 10-11). Dari tokoh Ayub inilah, kita dapat  meneladani bagaimana respon yang benar, sebagai anak Tuhan dalam menghadapi penderitaan dan pergumulan yang berat. Kalau kita buka kitab Ayub, di sana kita dapat menemukan secara lengkap kisah tentang kehidupan Ayub.Â
Dalam Ayub 1:1 Â dituliskan bahwa Ayub itu seorang yang benar dan saleh pada jamanya. Bahkan dikatakan Ayub hidup jujur dan takut akan Allah. Selain Ayub seorang yang benar dan takut akan Allah, ia juga memiliki kekayaan yang melimpah. Dalam Ayub 1:3, kita dapat menemukan berbagai jenis ternak sebagai kekayaan Ayub, yakni: Kambing domba 7000 ekor, Unta 3000 ekor, Lembu 500 pasang, Keledai betina sebanyak 500 ekor.Â
Dan budak dalam jumlah yang sangat besar. Ayub dikatakan yang paling kaya dari semua orang di sebelah timur pada jamannya. Dalam Perjanjian Lama, seseorang dapat dikatakan sangat kaya, kalau memiliki ternak dalam jumlah yang banyak, lahan atau tanah yang cukup luas, dan perhiasaan  dalam jumlah timbangan yang besar. Nah, Ayub memiliki beberapa jenis ternak dalam jumlah yang mencapai ratusan bahkan sampai ribuan.Â
Karena itu, Ayub dikatakan seorang yang sangat kaya. Kalau kita kalkulasikan dengan harga ternak pada masa sekarang ini, maka kita dapat memperoleh perkiraan angka kekayaan Ayub sebagai berikut: 1). 7.000 ekor kambing domba X (@Rp. 3.000.000)= Rp. 21.000.000.000. 2). 3.000 ekor unta X (@30.000.000)= Â Rp. 90.000.000.000. 3). 500 pasang lembu = 1.000 Â ekor lembu. 1.000 X (@15.000.000)= Rp. 15.000.000.000. 4). 500 keledai betina X (@150.000)= Rp. 45.000.000. Maka perkiraan total materi kekayaan Ayub jika dikondisikan dalam harga ternak pada masa sekarang dalam bentuk rupiah tanpa menghitung jumlah pembelian budak adalah sebesar Rp. 126.045.000.000.
Sahabat Pembaca yang setia! Setelah kita menghitung dengan harga kondisi yang sekarang, lalu coba kita simak mulai Ayub 1: 13-17, di mana Tuhan mengijinkan Iblis untuk mencobai iman Ayub, semua jenis ternak yang disebutkan sebagai kekayaan Ayub hilang dalam sekejap mata. Â Ada karena dirampas, adapula karena disambar petir.Â
Dengan hilangnya semua ternak tersebut, maka semua kekayaan Ayub yang berjumlah kurang lebih Rp. 126.045.000.000 telah tiada dan raib. Dengan hilangnya semua kekayaannya, maka Ayub sekarang menjadi bangkrut. Sekarang hartanya menjadi Nol rupiah. Saya tidak bisa membayangkan kalau kita ada diposisi Ayub.Â
Ayub telah berjuang dan bekerja keras dan mungkin membutuhkan waktu tahunan bahkan sampai puluhan tahun untuk memperoleh semua kekayaanya. Namun keaadaan dan situasi yang buruk karena pencobaan iblis, Ayub kehilangan semuanya. Ayub sekarang menjadi sangat jatuh miskin. Â Pergumulan berikutnya yang dihadapi Ayub lebih berat lagi. Dalam Ayub 1:2 dikisahkan Ayub memiliki 10 anak, di mana 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan.Â
Namun, dalam Ayub 1: 18-19, dijelaskan kesepuluh anak yang dikasihinya yang selalu didokannya meninggal dengan cara yang tragis. Kita juga tentu bisa membayangkan, jika ada  dalam satu keluarga kehilangan salah satu anggota keluarganya karena meninggal, entah itu anaknya, istinya, suaminya, mertuanya, dll, mereka pasti larut dalam duka karena ditinggal oleh anggota keluarga yang dikasihinya.Â
Nah, Apalagi Ayub, bukan hanya kehilangan satu atau dua orang anaknya. Justru kesepuluh anaknya pun meninggal bahkan dengan cara yang tragis, di mana tempat mereka dilanda angin kemudian roboh dan anak-anaknya semuanya mati tertimpa rentuhan bangunannya (Ayb. 2:18-19).Â
Tentu, kalau seseorang hanya kehilangan harta, bisa saja kita mengatakan harta mah bisanya dicari. Namun, Ayub bukan hanya kehilangan harta kekayaan, Ayub juga ditinggalkan oleh semua anak-anak yang dikasihi dan selalu didokannya. Dengan kehilangan seluruh anak-anaknya, maka Ayub pasti mengalami tekanan sangat berat dan sulit untuk dihadapi. Â Belum selesai perderitaan tersebut, Tuhan juga masih mengijinkan iblis untuk mencabai Ayub, di mana dalam tubuh Ayub kena bara busuk yang sampai membuat sahabat-sahabat Ayub hampir tidak mengenalinya lagi (Ayb. 2:12).
Sahabat Pembaca yang setia! Ditengah-tengah berbagai jenis pencobaan dan pergumulan yang sangat berat bagi Ayub,  Ayub tetap memiliki respon yang benar. Berbeda dengan istrinya. Dalam menghadapi pergumulan yang berat istirnya mulai menyalahkan Tuhan, meragukan kuasa dan pemeliharaan Tuhan. Bukan hanya Tuhan yang disalahkan,  Ayub sendiri pun disuruh  untuk bunuh diri (Ayb. 2: 9). Tentu respon yang diberikan istri Ayub adalah respon yang keliru dan tidak patut diteladani.Â
Karena sikap istri Ayub bukan malah menguatkan dan memberi dukungan, sebaliknya membuat Ayub lebih tertekan lagi. Karena itu, dalam mersponi dampak pandemi Covid-19, di mana penghasilan berkurang, bisnis jadi jadi drop, keuangan menipis maka sesama anggota keluarga jangan mudah bersungut-sungut, menyalahkan Tuhan, menyalahkan orang disekitar anda. Jangan gampang ribut dan bertengkar.Â
Jangan mudah menyalahkan pemerintah, menyalahkan gereja. Sikap menyalahkan Tuhan, menyalahkan orang disekitar kita tidak akan mengubah keadaan menjadi lebih baik. Sebaliknya hanya akan memperkeruh suasana.  Sahabat Pembaca yang setia! Jika kita belajar kepada Ayub, Ayub sendiri meresponi semua penderitaan  yang sangat berat yang dihadapinya adalah dengan hal berikut:
Pertama, Ayub tetap menyembah Tuhan (Ayb. 1:20). Sahabat Pembaca yang setia! Memang dengan semua kondisi penderitaan yang dialami oleh Ayub, Ayub tetap menangis seperti manusia biasanya, Ayub tetap meratap. Mamun demikian, dari mulut Ayub tidak keluar sepatah kata pun kalimat yang menyalahkan Tuhan.  Justru Ayub tetap menyembah Tuhan. Iman dan kepercayaan Ayub kepada Tuhan tidak berubah seperti  istrinya meskipun keaadannya sangat menderita dan sangat susah.Â
Karena itu, saya sangat yakin bahwa pergulaman kita karena dampak dari Covid-19, masih jauh jika dibandingkan pengalaman penderitaan Ayub. Sesuai dengan yang tertulis dalam 1 Kor. 10:13, Tuhan hanya menginjinkan kita mengalami pencobaan sesuai dengan kemampuan kita. Untuk itu, mari tetap membengun persekutuan dengan Tuhan Yesus, mari tetap beribadah dan menyembah Tuhan sama seperti yang dilakukan oleh Ayub ketika mengalami penderitaan yang sangat berat. Ingat, penderitaan berat boleh terjadi, namun Allah pasti tetap menyertai, hadir dan menolong kita.
Kedua, Ayub menyadari apa yang dimilikinya adalah pemberian Allah (Ayb. 1: 21). Ayub menyadari bahwa segala kekayaan bahkan keturunan yang pernah dimikinya adalah kasih karunia dari Allah. Sehingga, Ayub tidak menuntut dan menyalahkan Tuhan atas kehilangan semua milikinya. Melainkan Ayub tetap memuji Tuhan. Sebenarnya, Ayub telah bekerja keras, berjuang bahkan telah  menghabiskan waktu yang cukup lama dan bisa  sampai puluhan tahun untuk memperoleh semua kekayaannya.Â
Namun, ia tidak menjadikan usahnya dan kerja kerasnya menjadi alasan untuk menyalahkan Tuhan dan bersungut-sungut. Â Ayub menyadari semua yang dimikinya adalah pemberian Tuhan sehingga ketika Tuhan pun mengijinkan si Iblis untuk mengambilnya, Ayub tetap peecaya, menyembah dan memuji Tuhan. Demikian pula kita harus menyadari bahwa segala apa yang kita meliliki adalah pemberian dan anugerah dari Tuhan.Â
Kalaupun sekarang Tuhan mengijinkan berbagi goncangan terjadi karena dampak Covid-19 ini, di mana mungkin ada yang kehilangan pekerjaan, usaha menurun, bisnis lagi drop, tetaplah mengucap syukur, memuji dan  membesarkan nama Tuhan. Karena kalaupun kita bisa bertahan hidup sampai sekarang ini ditengah-tengah situasi yang sulit ini, itu pun karena anugerah dan pemberian dari Tuhan. Tuhan masih mengasihi dan memberi rahmat-Nya bagi kita. Â
Jadi, mengingat betapa beratnya penderitaan yang dialami oleh Ayub, maka tidak salah kalau penulis kitab Yakobus menjadikan tokoh Ayub sebagai teladan dalam penderitaan, supaya sebagai anak Tuhan kita belajar dari Ayub sehingga memiliki respon yang benar saat menghadapi penderitaan. Â Jadi, kesimpulan saya: respon anak Tuhan dalam menghadapi penderitaan atau pencobaan yang berat adalah jangan menyalahkan Tuhan, jangan menyalahkan orang di sekitar kita, sebaliknya tetaplah berdoa, memuji Tuhan, menyembah Tuhan dan setia beribadah kepada-Nya. Sadarilah bahwa segala sesuatu yang ada dalam hidup kita adalah pemberian dan anugerah Tuhan.Â
Jadi kalau kita ada sampai sekarang ini, itu semua karena kebaikan dan kebesaran Tuhan Yesus dalam hidup kita. Ingat ada sebuah lagu pujian berkata: "Ku ada sebagai mana ku ada, berdiri menghadap tahtamu Bapa, semua karena anugerah-Mu melimpah bagi ku. Besar anugerah-Mu, melimpah kasih-Mu..." Ingat, sebagai anak Tuhan, jika kita memiliki respon yang benar seperti Ayub, maka tepat pada waktunya, Tuhan akan memulihkan semua keaadan kita bahkan berkat yang kita terima akan lebih baik, lebih besar dari apa yang pernah kita terima sebelumnya dari Tuhan. Pelayanan kita akan dipulihkan, usaha, bisinis, perekonomian dan pekerjaan kita akan dipulihkan secara luar biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H