Dengan hilangnya semua ternak tersebut, maka semua kekayaan Ayub yang berjumlah kurang lebih Rp. 126.045.000.000 telah tiada dan raib. Dengan hilangnya semua kekayaannya, maka Ayub sekarang menjadi bangkrut. Sekarang hartanya menjadi Nol rupiah. Saya tidak bisa membayangkan kalau kita ada diposisi Ayub.Â
Ayub telah berjuang dan bekerja keras dan mungkin membutuhkan waktu tahunan bahkan sampai puluhan tahun untuk memperoleh semua kekayaanya. Namun keaadaan dan situasi yang buruk karena pencobaan iblis, Ayub kehilangan semuanya. Ayub sekarang menjadi sangat jatuh miskin. Â Pergumulan berikutnya yang dihadapi Ayub lebih berat lagi. Dalam Ayub 1:2 dikisahkan Ayub memiliki 10 anak, di mana 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan.Â
Namun, dalam Ayub 1: 18-19, dijelaskan kesepuluh anak yang dikasihinya yang selalu didokannya meninggal dengan cara yang tragis. Kita juga tentu bisa membayangkan, jika ada  dalam satu keluarga kehilangan salah satu anggota keluarganya karena meninggal, entah itu anaknya, istinya, suaminya, mertuanya, dll, mereka pasti larut dalam duka karena ditinggal oleh anggota keluarga yang dikasihinya.Â
Nah, Apalagi Ayub, bukan hanya kehilangan satu atau dua orang anaknya. Justru kesepuluh anaknya pun meninggal bahkan dengan cara yang tragis, di mana tempat mereka dilanda angin kemudian roboh dan anak-anaknya semuanya mati tertimpa rentuhan bangunannya (Ayb. 2:18-19).Â
Tentu, kalau seseorang hanya kehilangan harta, bisa saja kita mengatakan harta mah bisanya dicari. Namun, Ayub bukan hanya kehilangan harta kekayaan, Ayub juga ditinggalkan oleh semua anak-anak yang dikasihi dan selalu didokannya. Dengan kehilangan seluruh anak-anaknya, maka Ayub pasti mengalami tekanan sangat berat dan sulit untuk dihadapi. Â Belum selesai perderitaan tersebut, Tuhan juga masih mengijinkan iblis untuk mencabai Ayub, di mana dalam tubuh Ayub kena bara busuk yang sampai membuat sahabat-sahabat Ayub hampir tidak mengenalinya lagi (Ayb. 2:12).
Sahabat Pembaca yang setia! Ditengah-tengah berbagai jenis pencobaan dan pergumulan yang sangat berat bagi Ayub,  Ayub tetap memiliki respon yang benar. Berbeda dengan istrinya. Dalam menghadapi pergumulan yang berat istirnya mulai menyalahkan Tuhan, meragukan kuasa dan pemeliharaan Tuhan. Bukan hanya Tuhan yang disalahkan,  Ayub sendiri pun disuruh  untuk bunuh diri (Ayb. 2: 9). Tentu respon yang diberikan istri Ayub adalah respon yang keliru dan tidak patut diteladani.Â
Karena sikap istri Ayub bukan malah menguatkan dan memberi dukungan, sebaliknya membuat Ayub lebih tertekan lagi. Karena itu, dalam mersponi dampak pandemi Covid-19, di mana penghasilan berkurang, bisnis jadi jadi drop, keuangan menipis maka sesama anggota keluarga jangan mudah bersungut-sungut, menyalahkan Tuhan, menyalahkan orang disekitar anda. Jangan gampang ribut dan bertengkar.Â
Jangan mudah menyalahkan pemerintah, menyalahkan gereja. Sikap menyalahkan Tuhan, menyalahkan orang disekitar kita tidak akan mengubah keadaan menjadi lebih baik. Sebaliknya hanya akan memperkeruh suasana.  Sahabat Pembaca yang setia! Jika kita belajar kepada Ayub, Ayub sendiri meresponi semua penderitaan  yang sangat berat yang dihadapinya adalah dengan hal berikut:
Pertama, Ayub tetap menyembah Tuhan (Ayb. 1:20). Sahabat Pembaca yang setia! Memang dengan semua kondisi penderitaan yang dialami oleh Ayub, Ayub tetap menangis seperti manusia biasanya, Ayub tetap meratap. Mamun demikian, dari mulut Ayub tidak keluar sepatah kata pun kalimat yang menyalahkan Tuhan.  Justru Ayub tetap menyembah Tuhan. Iman dan kepercayaan Ayub kepada Tuhan tidak berubah seperti  istrinya meskipun keaadannya sangat menderita dan sangat susah.Â
Karena itu, saya sangat yakin bahwa pergulaman kita karena dampak dari Covid-19, masih jauh jika dibandingkan pengalaman penderitaan Ayub. Sesuai dengan yang tertulis dalam 1 Kor. 10:13, Tuhan hanya menginjinkan kita mengalami pencobaan sesuai dengan kemampuan kita. Untuk itu, mari tetap membengun persekutuan dengan Tuhan Yesus, mari tetap beribadah dan menyembah Tuhan sama seperti yang dilakukan oleh Ayub ketika mengalami penderitaan yang sangat berat. Ingat, penderitaan berat boleh terjadi, namun Allah pasti tetap menyertai, hadir dan menolong kita.
Kedua, Ayub menyadari apa yang dimilikinya adalah pemberian Allah (Ayb. 1: 21). Ayub menyadari bahwa segala kekayaan bahkan keturunan yang pernah dimikinya adalah kasih karunia dari Allah. Sehingga, Ayub tidak menuntut dan menyalahkan Tuhan atas kehilangan semua milikinya. Melainkan Ayub tetap memuji Tuhan. Sebenarnya, Ayub telah bekerja keras, berjuang bahkan telah  menghabiskan waktu yang cukup lama dan bisa  sampai puluhan tahun untuk memperoleh semua kekayaannya.Â