Mohon tunggu...
Muadi
Muadi Mohon Tunggu... Atlet - Mahasiswa

I'm Possible

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Efisiensi SIM sebagai Parameter Keahlian dalam Berkendara

21 Mei 2019   11:40 Diperbarui: 22 Mei 2019   09:34 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Negara Indonesia adalah negara hukum" begitulah bunyi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 1 Ayat (3). Pada ayat ini penegasan konstitusi ini bermakna, bahwa segala kehidupan dalam bermasyarakatan, kenegaraan dan pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum. 

Dalam keadaan apapun seluruh warga negara Indonesia harus mematuhi hukum dan legitimasi yang berlaku. Sebagaimana dari sekian banyak contoh yang dapat disebutkan, kewajiban memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) bagi pengendara kendaraan bermotor merupakan bagian dari implementasi hukum dalam lingkup yang kecil. Namun pada kenyataannya justru sering dihiraukan bagi pemilik kendaraan bermotor. 

Di Indonesia sendiri jumlah kendaraaan bermotor yang dimiliki oleh masyarakat mencapai angka yang cukup besar yaitu 60 juta kendaaraan bermotor, namun sangat disayangkan kesadaran bagi pengendara untuk memiliki SIM masih rendah terbukti hanya 40% saja yang terdata sebagai pengendara yang memiliki SIM.

Pada hakikatnya berkendara tidak hanya sebatas kemampuan unrtuk mengendalikan kendaraaan yang digunakan, akan tetapi juga kecakapan dalam mematuhi rambu dan membaca situasi pengemudi lain atau kondisi jalanan yang dilaluinya sehingga mampu meminimalisir terjadinya kecelakaan lalu lintas, sebagaimana yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (1).

Penyebab minimnya pengemudi yang memiliki SIM tentu disebabkan oleh beberapa faktor yang ada, dari faktor yang muncul karena pengemudi itu sendiri (internal) maupun yang bukan dari pengemudi (eksternal). Berikut adalah penjelasan faktor-faktor tersebut.

Minimnya kesadaran terhadap hukum

Indonesia merupakan negara yang secara ekonomi masih dikategorikan sebagai negara berkembang. Dengan kondisi yang seperti ini dampak yang terjadi sangat nampak, bermula dari rendahnya kualitas pendidikan sehingga berhujung pada rendahnya kesadaran dan pengetahuan penduduk Indonesia terhadap hukum. 

Pada peristiwa ini sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa SIM bukanlah suatu parameter atau acuan kemahiran seseorang daalam berkendara di jalan raya. Asumsi lain yang terbangun adalah yang terpenting pengendara mampu menguasai medan jalan raya, mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan lain sebagainya.

Dengan mindset seperti ini tentu kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya memiliki saat berkendara tidak akan meningkat, justru akan statis seperti itu saja. 

Oleh karena itu harus ada kesadaran pula dari pihak penegak hukum yang dalam hal ini adalah pihak Kepolisian harus mampu memberikan solusi yang benar-benar tepat sasaran, semisal dengan memberikan sosialiasi di daerah pelosok, yang notabene kesadaran dalam taat pada huku yang berlaku masih sangat rendah. 

Dalam hal ini tentu juga harus ada pihak yang mengalah, dalam artian polisi sebagai alat penegak hukum harus benar-benar memberikan sosialisasi yang intens kepada masyarakat, tidak hanya sebagai kesempatan untuk mengambil dokumentasi sebagai laporan ke atasan agar gaji turun di awal bulan.

Prosedur pembuatan SIM yang dinilai rumit oleh sebagian besar orang Indonesia

Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009, telah diatur pula prosedur pembuatan SIM bagi masyarakat, yakni sebagai berikut.

1. Membuat surat keterangan sehat jasmani dan rohani yang dikeluarkan oleh dokter (dapat dilakukan di polres setempat).

2. Menyiapkan fotokopi KTP sebanyak 4 lembar.

3. Membeli formulir permohonan pembuatan SIM sesuai harga yang telah ditentukan (misal: SIM C Rp.100.000).

4. Membeli asuransi sebesar Rp. 30.000.

5. Isi formulir dan kumpulkan di loket yang telah disediakan, tunggu hingga nama anda dipanggil.

6. Setelah anda dipanggil, anda akan diminta untuk melalui 2 tahap tes yaitu, Tes Tulis dan Tes Praktik.

7. Jika anda lulus 2 tes tersebut, anda akan diminta menunggu panggilan untuk menandatangani SIM anda dan difoto.

8. Anda harus menunggu hingga nama anda dipanggil untuk mengambil SIM anda.

Dalam sebuah artikel dijelaskan bahwa pembuatan SIM yang ada di Indonesia relatif cukup praktis dan mudah. Namun, fakta yang ditemukan di lapangan pembuatan SIM baik SIM A, B, C, mapun SIM D masih dinilai sulit. Asumsi ini mungkin sebanding jika kita melihat test praktik yang diberikan. 

Akan tetapi masyarakat juga perlu sadar bahwa SIM pada hakikatnya juga adalah untuk bukti secara administratif maupun bukti lapangan bahwa seseorang sudah dikatakan mampu dan memiliki kemampuan berkendara yang baik. Sehingga ketika dalam berkendara mengalami kejadian tersulit sekalipun tetap akan selamat tanpa membahayakan pengemudi itu sendiri maupun orang lain.

Munculnya praktik suap

Penyuapan didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1980 adalah sebagai tindakan "memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum."

Penyuapan yang terjadi selama proses pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM), tentu tidak bisa lepas dari dua faktor di atas. Praktik suap merupakan sebuah tindak pidana yang seharusnya dijauhi oleh lembaga kepolisian, namun pada kenyataannya masih terdapat oknum-oknum nakal yang masih menerima suap dari calon penerima SIM.

Peristiwa ini bukanlah suatu hal yang belum terlihat dipermukaan, tetapi sudah menjadi makanan publik. Yang seharusnya polisi adalah alat penegak hukum, ini justru polisi memberi contoh untuk bersikap curang dan terkesan mencari keuntungan dari pembuatan SIM ini.

Peristiwa ini masih sulit untuk diselesaikan, bukan karena tidak adannya undang-undang yang mengatur. Namun, karena kesadaran antara masyarakat untuk melaporkan dan kesadaran polisi untuk memberantas kasus suap di lingkup kepolisian yang masih ternilai rendah. Bagaimana dapat penyuapan dapat diberantas kalau aparat penegak hukum masih menerima uang suap?

Walau se-Rupiah-pun, di sisi lain bagaimana praktik suap dapat dihentikan, jika masyarakat Indonesia masih mengharap sesuatu dengan cara yang instan? Bukankah hal tersebut juga mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki mental yang sangat payah? Jawaban tentu ada pada saudara pembaca.

Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa Surat Izin Mengemudi (SIM) yang dimiliki oleh pengemudi merupakan suatu standar yang memang harus dimiliki saat berkendaara di jalan raya, dan pula SIM juga memegang peranan yang begitu efisien apabila dijadikan sebagai parameter kemampuan seseorang dalam berkendara. Terlepas dari sulitnya tes praktik yang diberikan, justru itu adalah tolak ukur apakah sudah layak berkendara di jalan raya. Lantas bagaimakanah anda memperoleh SIM?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun