"Negara Indonesia adalah negara hukum" begitulah bunyi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 1 Ayat (3). Pada ayat ini penegasan konstitusi ini bermakna, bahwa segala kehidupan dalam bermasyarakatan, kenegaraan dan pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.Â
Dalam keadaan apapun seluruh warga negara Indonesia harus mematuhi hukum dan legitimasi yang berlaku. Sebagaimana dari sekian banyak contoh yang dapat disebutkan, kewajiban memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) bagi pengendara kendaraan bermotor merupakan bagian dari implementasi hukum dalam lingkup yang kecil. Namun pada kenyataannya justru sering dihiraukan bagi pemilik kendaraan bermotor.Â
Di Indonesia sendiri jumlah kendaraaan bermotor yang dimiliki oleh masyarakat mencapai angka yang cukup besar yaitu 60 juta kendaaraan bermotor, namun sangat disayangkan kesadaran bagi pengendara untuk memiliki SIM masih rendah terbukti hanya 40% saja yang terdata sebagai pengendara yang memiliki SIM.
Pada hakikatnya berkendara tidak hanya sebatas kemampuan unrtuk mengendalikan kendaraaan yang digunakan, akan tetapi juga kecakapan dalam mematuhi rambu dan membaca situasi pengemudi lain atau kondisi jalanan yang dilaluinya sehingga mampu meminimalisir terjadinya kecelakaan lalu lintas, sebagaimana yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (1).
Penyebab minimnya pengemudi yang memiliki SIM tentu disebabkan oleh beberapa faktor yang ada, dari faktor yang muncul karena pengemudi itu sendiri (internal) maupun yang bukan dari pengemudi (eksternal). Berikut adalah penjelasan faktor-faktor tersebut.
Minimnya kesadaran terhadap hukum
Indonesia merupakan negara yang secara ekonomi masih dikategorikan sebagai negara berkembang. Dengan kondisi yang seperti ini dampak yang terjadi sangat nampak, bermula dari rendahnya kualitas pendidikan sehingga berhujung pada rendahnya kesadaran dan pengetahuan penduduk Indonesia terhadap hukum.Â
Pada peristiwa ini sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa SIM bukanlah suatu parameter atau acuan kemahiran seseorang daalam berkendara di jalan raya. Asumsi lain yang terbangun adalah yang terpenting pengendara mampu menguasai medan jalan raya, mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan lain sebagainya.
Dengan mindset seperti ini tentu kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya memiliki saat berkendara tidak akan meningkat, justru akan statis seperti itu saja.Â
Oleh karena itu harus ada kesadaran pula dari pihak penegak hukum yang dalam hal ini adalah pihak Kepolisian harus mampu memberikan solusi yang benar-benar tepat sasaran, semisal dengan memberikan sosialiasi di daerah pelosok, yang notabene kesadaran dalam taat pada huku yang berlaku masih sangat rendah.Â