Mohon tunggu...
Adhgha Nizar Dzulkifli
Adhgha Nizar Dzulkifli Mohon Tunggu... -

Pelajar seumur hidup. Aktif mengamati berbagai isu perekonomian global.

Selanjutnya

Tutup

Money

Defisit APBN Terancam Melambung: Tantangan Terbaru Ekonomi Indonesia

9 November 2015   03:33 Diperbarui: 9 November 2015   04:00 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara jangka panjang efek normalisasi tersebut sejauh ini belum terlalu masif. Sampai kuartal kedua, arus masuk Penanaman Modal Asing (PMA) langsung ke Indonesia masih berada di level yang sama dengan tahun sebelumnya. Bagaimanapun, keputusan untuk berinvestasi langsung semisal membikin pabrik dan sebagainya memang merupakan keputusan jangka panjang, sedangkan perlambatan yang ada memang lebih merupakan siklus pendek. Yang lebih terasa adalah dampak jangka pendek. Kebijakan normalisasi AS membuat rupiah kian murah, sehingga memperkuat pula kecenderungan melemah yang sudah ditimbulkan oleh penurunan ekspor (asumsinya ekspor kita dibeli dengan rupiah sehingga semakin sedikit ekspor berujung pada semakin sedikitnya permintaan atas rupiah). Hal ini cukup signifikan karena sekitar 85% dari impor kita secara historis sebenarnya merupakan bahan baku, bahan penolong, maupun bahan modal. Dengan kata lain, barang – barang yang dibutuhkan dalam proses produksi. Imbasnya berkontribusi menghambat konsumsi rakyat. 

Beberapa Solusi Potensial 

Investasi (I) + Belanja Pemerintah (G) + Ekspor (X) = Tabungan (S) + Pajak (T) + Impor (M)  

Lantas, di mana pemangkasan anggaran akan menempatkan perekonomian Indonesia dalam gambar besar yang ada ini? Pemangkasan yang ada, walau memang harus dijalankan guna memenuhi amanat konstitusi, akan kian memperumit solusi perlambatan ekonomi yang ada. Ditengah kondisi injeksi X yang menurun, sentimen yang ada justru akan ditambah oleh penurunan G. Permasalahan lainnya adalah, tidak semua variabel di atas dapat diutak – atik dengan mudah. Menurunnya G dan X sebenarnya dapat diimbangi atau bahkan diputar – balikkan dengan meningkatnya T maupun M. Namun T, sebagaimana diutarakan Wapres Kalla, tidak dapat diharapkan banyak berubah. Di lain sisi, M ada baiknya tidak terlalu ditekan lagi mengingat tingkat kurs yang sudah cukup lemah, strukturnya yang cenderung produktif, serta potensi dampaknya terhadap perekonomian.

 Apa yang kemudian bisa dilakukan? Pertama, bilamana memang pemangkasan ini mampu menjaga defisit anggaran Indonesia, dalam jangka menengah – panjang hal ini akan berpotensi meningkatkan I karena dengan defisit yang terjaga maka minim pula resiko negara tersebut jatuh bangkrut dan terperosok ekonominya, sehingga investor makin tidak ragu bahwa investasi mereka akan wanprestasi. Namun ada dua hambatan. Pertama, efek yang terjadi tidak akan terasa dalam jangka pendek, sedangkan permasalahan yang dihadapi sekarang adalah permasalahan jangka pendek. Kedua, untuk menjaga kepercayaan itu sendiri pemerintah harus menunjukkan bahwa negaranya masih menjadi pasar yang prospektif. Dengan kata lain, daya beli harus dijaga. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan segera merealisasikan rencana penurunan harga BBM bersubsidi. Menimbang tren penurunan harga minyak dunia beberapa bulan belakangan, wajar bila terdapat kecurigaan bahwa penurunan harga yang ada sedang “ditahan”. Bisa jadi untuk memberi margin keuntungan sebagai “kompensasi” kerugian tatkala Pertamina harus menjual BBM bersubsidi lebih murah beberapa bulan yang lampau. Bisa jadi juga kecurigaan ini salah, bahwa sebenernya harga itu belum pantas turun. Namun, bagaimanapun jua, ketidak – yakinan ini menyiratkan terlalu tidak transparannya proses distribusi komoditas dasar yang dibutuhkan ratusan juta orang setiap harinya. Menambah urgensi realisasi reformasi tata kelola migas yang sudah digaungkan.

Kedua, pemerintah juga dapat memanipulasi S. Data terakhir (2013) Bank Dunia menunjukkan bahwa tabungan di Indonesia nilainya setara dengan 30% PDB-nya. Ini angka yang relatif tinggi mengingat 1) Secara historis tingkat tabungan di Indonesia hanya sekitar 26%, dan 2) Pada tahun yang sama rerata tingkat tabungan negara – negara di seluruh dunia hanyalah 21%. Semakin tinggi dana yang ditabung, tentu semakin sedikit yang tersisa untuk dikonsumsikan. Langkah yang dapat diambil adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga acuan.            

Ketiga, dalam jangka menengah, perlu diadakan peninjauan ulang atas batas defisit 3% yang digariskan dalam konstitusi. Idealnya, batas defisit tersebut tidak bersifat statis, namun justru bersifat kontrasiklis. Dalam artian ketika perekonomian sedang melambat, diberi ruang untuk membuat defisit yang lebih besar guna keperluan injeksi. Sebaliknya ketika perekonomian sedang melaju cepat, ruang tersebut dipersempit. Batas yang terlalu kaku justru cenderung bersifat prosiklik, dalam artian ia cenderung lebih merepotkan justru ketika perekonomian sedang susah. Keempat, dalam jangka yang lebih panjang dibutuhkan upaya yang lebih fokus dalam membangun sektor ekspor yang lebih majemuk. Pengalaman menunjukkan bahwa Indonesia masih terlalu terpaku dengan komoditas primer. Tantangan yang akan sukar untuk dijawab sebelum kita dapat memastikan kesuksesan Indonesia di ranah ini, kendati demikian, adalah bagaimana menyeimbangkan upaya untuk terus meningkatkan daya beli pekerja dengan upaya untuk menjaga daya saing sektor ekspor yang ada. Terlebih mempertimbangkan bahwa dengan 230 juta penduduk, bisa jadi justru tenaga kerja terjangkau itu lah sumber terbesar keunggulan kompetitif dan potensi kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun