Mohon tunggu...
Adhe Ismail Ananda
Adhe Ismail Ananda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

 من عرف نفسه فقد عرف ربه

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Disparitas Perangkat Desa dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 dan Hukum Islam

25 April 2019   15:40 Diperbarui: 25 April 2019   15:55 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DISPARITAS PERANGKAT DESA DALAM PERPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DAN HUKUM ISLAM

Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun1945, telah menjamin dan mengakui kesatuan masyarakat hukum adat atau Desa yang dijelaskan dalam ketentuan Pasal 18 B ayat (2), bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.  

Inilah kemudian yang menjadi landasan yuridis dalam konstitusi mengenai Desa. Desa telah dijamin keberadaannya oleh negara dan diakui sebagai komponen dala sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki otonomi asli desa. Desa menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam struktur ketatanegaraan Indonsia, karena pada hakikatnya tidak akan ada suatu negara tanpa memiliki bagian-bagian terkecil yang dalam konteks negara Indonesia disebut dengan desa.

Desa adalah   Desa   dan   Desa   adat   atau   yang  disebut   dengan   nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.  

Lahirnya Undang-undang nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa ini memberikan dampak dan konsekuensi kepada desa itu sendiri untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya atau dikenal dengan otonomi desa, oleh karena itu dibutuhkan Pemerintah Desa yang profesional, efesien, dan efektif, dan terbuka serta bertanggung jawab.

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemrintah desa yang terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan dibantu oleh Perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain.

Perangkat Desa diangkat dari warga desa itu sendiri yang dianggap mampu dan memenuhi persyaratan. Karena tugas Pemerintah Desa yang bisa dikatakan cukup berat, maka perangkat desa harus memiliki kemampuan yang memadai untuk membantu Kepala Desa dalam menjalankan tugas pemerintahan.

Dilihat dari Perspektif Hukum Islam tentang konsep pengangkatan pemimpin dan perangkat desa yang membantu dalam proses kepemimpinan tersebut, ada yang dikenal dengan istilah kata Wazir. Dalam bahasa Arab, Wazir identik dan cenderung sama dengan menteri yang mengepalai sebuah departemen pemerintahan.  Wazir adalah seorang Pembantu Kepala Negara (Raja/Khalifah) dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Karena seorang Kepala Negara dianggap tidak akan mampu menangani seluruh penyelenggaraan dan permasalahan politik serta pemerintahan tanpa adanya orang-orang terpercaya dan ahli di bidangnya masing-masing. Oleh karena itu, seorang Kepala Negara membutuhakan bantuan tenaga dan pikiran Wazir, sehingga persoalan-persoalan yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan system pemerintahan yang berat tersebut dapat dilimpahkan kewenangannya kepada Wazir. Dengan kata lain, Wazir merupakan tangan kanan Kepala Negara untuk mengurus penyelenggaraan pemerintahan .

Dalam sejarah perkembangan Islam, pengertian Wazir sebagai pembantu dapat dilihat dari peran yang dimainkan oleh Abu Bakar dalam membantu tugas-tugas kerasulan dan kenegaraan Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar memainkan peran penting sebagai partner setia Nabi Muhammad SAW. Diantara yang tercatat dalam sejarah adalah kesetiannya menemani Nabi Muhamad SAW hijrah dari Mekah ke Madinah, Abu Bakar juga disamping tentunya sahabat-sahabat lainnya sering dijadikan sebagai teman dalam musyawarah memutuskan berbagai persoalan umat.  

Pandangan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Perangkat Desa diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pada pasal 48-53 dan diatur juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa. Kemudian secara spesifik diatur dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.

Perangkat Desa diangkat oleh kepala desa dari warga desa yang telah memenuhi persyaratan umum dan khusus. Dimana persyaratan umumnya adalah:

  1. Berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat.
  2. Berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun.
  3. Terdaftar sebagai penduduk desa dan bertempat tinggal di desa paling sedikit 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran
  4. Memenuhi kelengkapan persyaratan administrasi.

Persyaratan khusus yang dimaksud adalah persyaratan yang bersifat khusus dengan memperhatikan hak asal-usul dan nilai social budaya masyarakat setempat. Persyaratan khsus yang dimaksud ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

Pengangkatan Perangkat Desa berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negeri No 85 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perqangkat Desa dilaksanakan melalui mekanisme sebagai berikut:

  1. Kepala Desa dapat membentuk Tim yang terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris dan minimal seorang anggota;
  2. Kepala Desa melakukan penjaringan dan penyaringan calon Perangkat Desa yang dilakukan oleh Tim;
  3. Pelaksanaan penjaringan dan penyaringan bakal calon Perangkat Desa dilaksanakan paling lama 2 (dua) bulan setelah jabatan perangkat desa kosong atau diberhentikan;
  4. Hasil penjaringan dan penyaringan bakal calon Perangkat Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) orang calon dikonsultasikan oleh Kepala Desa kepada Camat;
  5. Camat memberikan rekomendasi tertulis terhadap calon Perangkat Desa selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja;
  6. Rekomendasi yang diberikan Camat berupa persetujuan atau penolakan berdasarkan persyaratan yang ditentukan;
  7. Dalam hal Camat memberikan persetujuan, Kepala Desa menerbitkan Keputusan Kepala Desa tentang Pengangkatan Perangkat Desa; dan
  8. Dalam hal rekomendasi Camat berisi penolakan, Kepala Desa melakukan penjaringan dan penyaringan kembali calon Perangkat Desa.  

Pandangan Hukum Islam

Pengangkatan perangkat Desa sama halnya dengan mengangkat pemimpin namun ini berada pada tingkat Desa. Dalam konsep islam pengangkatan seorang pemimpin tidak terlepas dari awal munculnya sejarah peradaban politik Islam itu sendiri. Dalam Islam telah di jelaskan tentang pentingnya suatu pemerintahan, baik yang menyangkut urusan duniawi maupun urusan uhkrawi. Hal ini disebabkan oleh adanya pendapat dan paham bahwa Islam adalah agama yang bersifat menyeluruh dan universal, dimana didalamnya ada sistem ketatanegaraan, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem politik, sistem budaya dan lain sebagainya. karena di dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa :

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (kami), jika kamu memahaminya"  

Dari ayat tersebut, Allah memerintahkan kepada Umatnya untuk mengambil dan menjadikan orang-orang yang dipercaya di dalam menjalankan sistem pemerintahan serts lebih dapat dipercaya dan lebih mengetahui asal-usul dan adat kebiasaan masyarakat sehingga dapat mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.

Dalam konsep dan sistem politik Islam, istilah pemimpin dikenal dengan sebutan khalifah, imam, atau amir. Dimana semua itu memiliki pengertian yang identic satu sama lainnya yaitu Kepala Negara, pemimpin tetinggi umat Islam, pengganti Nabi dan lain sebagainya yang kesemuanya itu adalah seorang pemimpin yang bertanggung jawab terhadap masyarakat yang dipimpinnya.

Dengan demikian jelaslah pentingnya pemeritahan pusat maupun pemerintahan desa, maka dengan adanya tugas pembantuan yang di emban oleh pemerintahan Desa, maka diharapkan masyarakat dapat ikut serta dan lansung menyalurkan aspirasinya melalui orang- orang yang dipercaya di tingkat pemerintahan Desa.

Dalam sistem hukum islam, seorang pemimpin dalam menjalankan tugas dan fungsinya, akan dibantu oleh seorang Wazir. Wazir sebagai pembantu dalam pelaksanaan suatu tugas disebutkan dalam Al-Quran ketika  menyebutkan  tugas  Nabi  Harun  membantu Nabi Musa dalam melaksanakan dakwahnya kepada Firaun, sebagaimana dalam QS.Furqon:35:

Artinya: "Dan sungguh, Kami telah memberikan kitab (Taurat) kepada Musa dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai wazir (pembantu)."

 Wazir sendiri terbagi atas dua bagian, yaitu Wizarah Al-Tafwidh (Pembantu Kepala Negara Bidang Pemerintahan) dan Wizarah Al-Tanfidz (Pembantu Kepala Negara Bidang Administrasi).

Wazir Tafwidh adalah pembantu utama kepala Negara dengan kewenangan atau kuasa, tidak saja untuk melaksanakan kebijaksanaan- kebijaksanaan yang sudah digariskan oleh kepala Negara, tetapi juga untuk ikut menggariskan atau merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu bersama-sama dengan kepala Negara, dan juga membantunya dalam menangani segala urusan rakyat.

Wazir Tanfidz adalah Wazir yang hanya melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Imam dan menjalankan apa yang telah diputuskan oleh Imam, misalnya pengangkatan wali dan penyiapan tentara. Ia tidak mempunyai wewenang apapun, jika ia dilibatkan oleh Imam untuk memberikan pendapat maka ia memiliki fungsi sebagai kewaziran, jika tidak dilibatkan ia lebih merupakan perantara (utusan) saja.

Syarat-syarat seseoprang diangkat menjadi Wazir adalah sebagai berikut:

1.Amanah (dapat dipercaya), ia tidak berhianat terhadap apa yang diamanahkan kepadanya dan tidak menipu jika meminta nasehat.

2.Jujur dalam perkatannya, Apa saja yang disampaikan dapat dipercaya dan dilaksanakan, dan apa saja yang dilarang akan dihindari.

3.Tidak bersikap rakus terhadap harta yang menjadikannya mudah menerima suap dan tidak mudah terkecoh yang menyebabkan bertindak gegabah.

4.Tidak senang bermusahan dan bertengkar dengan orang lain sebab sikap bermusahan dapat menghalangi seseorang untuk bertindak adil dan bersikap lemah lembut.

5.Harus laki-laki karena ia harus sering mendampingi Imam dan melaksanakan perintahnya. Di samping itu ia menjadi saksi bagi Imam.

6.Cerdas dan cekatan, semua persoalan dapat dijelaskan olehnya secara tuntas tanpa menyiksakan kekaburan.

7.Ia bukan tipe orang yang suka menuruti hawa nafsunya, yang dapat menyelewengkannya dari kebenaran menuju kebatilan dan menjadikannya tidak kuasa membedakan antara orang yang bener dan orang yang salah.

Jadi, pengangkatan Perangkat Desa dalam pandangan Islam sah-sah saja manakala dalam pelaksanaannya masih sesuai dengan syariat atau aturan-aturan dan regulasi yang telah ditetapkan serta tidak bertentangan. Sehingga tujuan utama dari adanya pengangkatan seorang yang mengemban tugas pembantu dari pemimpin adalah untuk mewujudkan kemaslahatan bagi manusia (masyarakat) dalam kehidupan didunia dan kehidupan di akhirat. Dengan demikian kepemimpinan seorang pemimpin dan seluruh pembantunya ( Kepala Desa dan Perangkat Desa) akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan keadaan masyarakatnya, karna pemimpin sejatinya mampu dijadikan contoh dan suri teladan yang terbaik bagi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun